Perceraian Pengaruhi Kesehatan Pria, Salah Satunya Rentan Kena Stroke
JAKARTA, iNews.id - Setiap pasangan suami-istri selalu berharap rumah tangganya berlangsung langgeng. Namun, perceraian tidak bisa dihindari ketika tidak ada kecocokan lagi bagi keduanya.
Kabar perceraian Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada sang istri, Veronica Tan, menyeruak ke publik lewat surat gugatan yang viral di dunia maya. Tentu saja hal ini mengejutkan berbagai pihak, termasuk warganet.
Setelah berkali-kali dianggap hoax, akhirnya kuasa hukum Ahok, Josefina Agatha Syukur, membenarkan jika kliennya menggugat cerai sang istri Veronica.
"Kalau kabar mengenai Pak Ahok gugat cerai, iya benar," kata Josefina.
Namun, di luar dari kabar perceraian yang mengejutkan di awal tahun ini, sebuah keretakan rumah tangga yang berujung perceraian, menimbulkan berbagai efek psikologis bagi kedua belah pihak. Terlebih pada kondisi psikologis anak-anak.
Studi menyebutkan, pria cenderung lebih menderita melalui masa sulit pascaperceraian. Berdasarkan studi Journal of Men's Health, pria yang bercerai lebih rentan terhadap penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan stroke daripada pria yang menikah.
Selain itu, sekira 39 persen pria juga lebih mungkin melakukan bunuh diri atau perilaku berisiko. Pelatih hubungan dan ahli dari YourTango, Lewis Denbaum mengisahkan, usai perceraiannya pada 2003, ia mengalami kenaikan tekanan darah.
"Saya harus mulai minum obat untuk tekanan darah pertama kalinya dalam hidup saya," kata Denbaum, dilansir iNews.i di dari Huffington Post.
Demi mengatasi hal tersebut, ia melanjutkan, teknik meditasi tak berpengaruh sama sekali. Usai itu, ia malah mengambil alih status fisiologisnya dengan menjalani pengobatan tekanan darah dan pergi ke profesional untuk mengetahui alasan spesifik tentang pria yang cenderung terkena stres usai bercerai dengan pasangan mereka.
Berikut tiga alasan pria cenderung lebih sulit melalui masa-masa sulit usai perceraian, dilansir dari Huffington Post.
Kehilangan Identitas Diri
Denbaum menyadari jika karier yang sukses tak ada artinya setelah perceraian. Ia mengaku, dirinya kehilangan arah saat proses cerainya selesai. "Saya menganggap pernikahan adalah segalanya. Saat melihat pernikahan runtuh, saya merasa identitas diri hancur," akunya. Untuk mengatasi perasaan demikian, ia menyarankan agar terlibat dalam aktivitas atau organisasi baru, di mana Anda akan menemukan aktivitas dan orang-orang baru untuk saling mendengarkan, serta membantu dalam cara yang tak menghakimi.
Nalurinya Tertantang
Sama seperti perempuan yang memiliki naluri keibuan, pria juga memiliki naluri sosok ayah. "Jika seorang pria merasa putus asa karena perceraiannya, ia mungkin akan kehilangan gambaran (naluri sebagai seorang ayah) itu," kata Denbaum.
Oleh sebab itu, bila pria dapat menjaga hubungan dengan anak-anak mereka, hal itu bisa mengurangi perasaan putus asa, malu, dan dapat menanamkan rasa memiliki yang hilang pascaperceraian itu.
Depresi
Seperti yang dikatakan sebelumnya, perceraian memiliki dampak psikologis bagi kedua belah pihak. Misalnya saja perasaan tekanan dan depresi terhadap keduanya usai perceraian.
"Perpisahan perkawinan saya membawa masalah fisiologis seperti tekanan darah tinggi dan mental yang berperang dengan perasaan depresi," kata Denbaum. Ia menyarankan, bagi Anda yang mengalami hal serupa pascaperceraian untuk menemui konselor pernikahan.
Editor: Tuty Ocktaviany