Saat Menstruasi Suka Nyeri Pinggul, Waspada Endometriosis dan Pencegahannya!
JAKARTA, iNews.id - Belum banyak perempuan di Indonesia mengetahui mengenai penyakit endometriosis. Endometriosis menyerang 10 persen perempuan usia produktif di seluruh dunia dan menjadi kasus serius di tingkat global dan regional.
Menurut World Health Organization (WHO), Endometriosis sebagai penyakit kronis progresif menyebabkan nyeri dan sering kali menyakitkan, di mana jaringan yang mirip dengan lapisan dalam rahim tumbuh di luar rahim.
Jaringan endometriosis bersifat seperti lapisan di dalam rahim, jaringan tersebut bisa menebal, rusak, dan berdarah setiap kali siklus menstruasi. Jaringan ini tumbuh di tempat yang bukan semestinya sehingga menimbulkan rasa sakit yang berlebihan.
Endometriosis termasuk penyakit dengan kekambuhan tinggi, sehingga memerlukan terapi jangka panjang untuk menanganinya. Selain itu, diperlukan adanya diagnosa dini agar penyembuhan lebih cepat dan lancar.
Sayangnya kerap kali terjadi penundaan diagnosis sehingga pasien endometriosis datang ke dokter sudah stadium lanjut.
Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan serta staf pengajar FKUI-RSCM dr Kanadi Sumapraja menjelaskan, endometriosis masih menjadi masalah yang besar khususnya bagi perempuan di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah keterlambatan diagnosa, di mana data menunjukkan adanya keterlambatan diagnosa 6-8 tahun.
“Padahal, setidaknya 5 dari 100 perempuan usia produktif di Indonesia, serta 1 dari 10 perempuan di Asia, mengalami Endometriosis. Namun, banyak dari mereka yang baru mengetahui dirinya mengidap endometriosis, sehingga datang saat kondisi sudah lumayan parah,” ujar dr Kanadi di Jakarta, Jumat (8/3/2024).
Dokter Kanadi menambahkan, penyakit ini menyebabkan tingginya angka morbiditas, ketidakhadiran, dan biaya sosial ekonomi, juga berpengaruh pada kualitas hidup, pendidikan, tingkat kepercayaan diri dan kesuburan pada perempuan (fertilitas). Mengenali tanda-tanda endometriosis sejak dini sangat penting dalam memperlancar terapi, serta dibutuhkan komitmen tinggi dan kepatuhan untuk menjalani pengobatan endometriosis yang sangat kompleks.
“Perlu dipahami beberapa tanda dan gejala Endometriosis. Gejala utamanya adalah nyeri panggul yang dikaitkan dengan periode menstruasi. Nyeri ini akan meningkat seiring berjalannya waktu jika tidak mendapat pengobatan yang tepat. Selain itu, tanda dan gejala yang juga perlu diperhatikan seperti nyeri pelvik kronik, dispareunia dalam, keluhan intestinal siklik, dan kurang subur. Gejala dapat timbul pada 40% pasien, dan rasa nyeri bervariasi tergantung pada tempat terjadinya endometriosis,” katanya.

Nyeri yang dimaksud dalam endometriosis dapat berupa nyeri saat haid (dismenorea), nyeri saat berhubungan seksual (dispareunia), nyeri saat berkemih (disuria), nyeri saat buang air besar (diskezia), nyeri perut bagian bawah, serta nyeri panggul.
Dokter Kanadi menambahkan, umumnya pasien endometriosis mengeluhkan nyeri berdenyut dan menjalar hingga ke tungkai, serta nyeri pada rektum dan adanya sensasi perut yang ditarik ke bawah. Mereka yang memiliki faktor risiko seperti belum pernah melahirkan, menstruasi usia dini, menopause di usia lanjut, siklus menstruasi yang pendek yaitu maksimal 27 hari, memiliki tingkat estrogen yang tinggi, dan punya kelainan saluran produksi, perlu melakukan pemeriksaan rutin terkait Endometriosis.
"Hal ini karena mereka memiliki risiko tinggi untuk mengalami endometriosis di kemudian hari. Karena jika tidak diobati dengan tepat, perempuan akan berisiko mengalami komplikasi seperti infertilitas dan kanker ovarium,” kata dr Kanadi.
Sementara itu, Dewi Muliatin Santoso selaku Head of Medical Dept. Pharmaceuticals Bayer Indonesia mengatakan, edukasi yang tepat dan terus menerus merupakan kunci untuk mendorong kepatuhan terapi hormonal jangka panjang. "Terapi hormonal Dienogest sangat efektif bagi penderita endometriosis. Ini merupakan bentuk dari komitmen kami untuk menghadirkan obat inovatif untuk endometriosis," kata Dewi.
Menurutnya, berdasarkan konsensus HIFERI 2023, Dienogest merupakan obat inovatif yang efektif dan aman yang direkomendasikan para dokter untuk terapi endometriosis. Terapi hormonal jangka panjang terbukti efektif dalam mengelola
gejala endometriosis, mencegah progresivitas penyakit, dan meningkatkan kualitas hidup. Data menunjukkan adanya pengurangan nyeri sebesar 40 persen dalam 4 minggu pemakaian dienogest serta menunjukkan peningkatan nyatabdalam ukuran kualitas hidup spesifik (SF-36) setelah 24 minggu pengobatan.
"Penelitian pada 29 pasien yang menjalani terapi Dienogest, lebih dari 80 persen pasien yang sel endometriosisinya hilang atau minimal pada minggu ke-24 pengobatannya," tuturnya.
Editor: Vien Dimyati