Tuberkulosis Meningkat Selama Pandemi Covid-19, Menkes Angkat Isu TB di Forum G20
JAKARTA, iNews.id - Tuberkulosis (TB) hingga saat ini masih menjadi pandemi di dunia dan menginfeksi 10 juta penduduk dunia tiap tahun. Bahkan, Dua pertiga dari jumlah tersebut disumbangkan oleh negara-negara anggota forum G20.
Perlu diketahui, kematian akibat TB di negara-negara anggota G20 mencapai 4.100 orang per hari. Sementara itu, investasi untuk respons penanggulangan dan penelitian TB jumlahnya 30 persen, lebih sedikit dibandingkan pengidap TB yang tidak sempat mendapatkan perawatan di rumah sakit.
Dalam agenda Health Working Group Meeting (HWG) I G20 yang dimulai sejak Senin (28/3/2022) di Yogyakarta, Indonesia secara khusus membawa isu
Tuberkulosis (TB) pada side event yang berlangsung dari 29-30 Maret.
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengatakan, dia berharap dengan mengusung isu TB di pertemuan tingkat tinggi internasional, Indonesia bisa mendorong kembali komitmen negara-negara lain untuk kembali ke jalur yang tepat dalam upaya mengeliminasi TB pada 2030.
“Hal ini harus kita ubah. Kita harus lebih fokus untuk memerhatikan pasien TB, keluarganya, dan lingkungannya. Kita harus berinvestasi lebih cerdas lagi untuk menanggulangi penyakit menular mematikan ini dan mengakhiri pandemi TB di tahun 2030,” ujar Budi Gunadi Sadikin, dalam keynote speech pembukaan G20 side event khusus membahas TB.
Menurut dia, WHO sudah mendeklarasikan pandemi TB di dunia pada 1993. Penanggulangan skala global telah menyelamatkan 66 juta nyawa sejak tahun 2000. Namun pandemi Covid-19 melemahkan sistem ketahanan kesehatan hampir semua negara di dunia dan menyebabkan kematian akibat TB kembali meningkat setelah berhasil ditekan satu dekade terakhir.
“Indonesia sebagai presidensi forum G20 2022 ini mendorong agar negara-negara anggota G20 memperkuat arsitektur sistem kesehatan global," kata Menkes Budi.
Sementara, lanjutnya, untuk mengadvokasi isu TB, ada tiga hal yang harus dilakukan. Pertama, meningkatkan sistem pelacakan TB. Kedua, penggunaan regimen (jenis) obat TB yang lebih sedikit dan meningkatkan upaya pencegahan TB, dan, ketiga, investasi yang memadai dan berkelanjutan pada riset dan pengembangan vaksin TB yang lebih baik.
Menkes menambahkan, tuberkulosis dapat dicegah dan disembuhkan. Hanya dengan memperbaiki jaringan kolaborasi, serta kerjasama multilateral, kerja keras mengeliminasi TB bisa dilakukan. Dengan begitu, dunia kesehatan bisa mengembangkan sistem pelacakan, diagnosa, pencegahan, pengobatan, serta vaksinasi TB yang lebih baik lagi.
Pengurus Harian Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Fathiyah Isbaniah mengatakan, penting bagi Indonesia untuk mengusung tema TB ke dalam forum G20. Indonesia harus menyumbangkan pemikiran dan aksi atau program nyata agar TB bisa segera tereliminasi di 2030.
"Sebagai langkah kongkritnya, Indonesia harus memiliki program penanggulangan TB dengan pelaksanaan yang lebih baik supaya angka kasus TB di Indonesia bisa jauh menurun," ujar dr Fathiyah Isbaniah.
Dia menjelaskan, topik bahasan TB di G20 juga dinilai tepat saat ini, mengingat 50 persen kasus TB dunia teridentifikasi di negara-negara anggota G20 seperti India, China, Indonesia, Afrika Selatan, Brasil, dan Rusia.
Indonesia merupakan negara ketiga dengan beban kasus TB terbanyak di dunia, setelah India dan China. Posisi Indonesia dalam G20 khususnya di forum kesehatan dengan topik penanggulangan TB punya arti yang besar. Perlu inisiatif yang harus dilakukan dalam membahas serta menetapkan langkah-langkah penanggulangan TB secara global dan juga di Indonesia saat ini.
Sejak 2020 fokus penanggulangan TB dinilai mulai terganggu oleh fokus seluruh dunia untuk menanggulangi pandemi Covid-19. Tentunya momentum HWG I di G20 saat yang tepat untuk mengarahkan kembali fokus negara-negara di dunia ke kasus TB yang belum tuntas.
Apalagi G20 merupakan forum ekonomi dengan anggota 19 negara dan 1 uni eropa yang merupakan kekuatan ekonomi terbesar dunia saat ini.
“Tentunya kami mendukung program pemerintah dalam eliminasi TB di Indonesia. Kami juga pro-aktif memberikan masukan yang relevan dan inovatif kepada Kemenkes terkait penanggulangan TB di Indonesia. PDPI merupakan bagian dari komite ahli dalam Satgas TB Nasional, yang berperan aktif menanggulangi TB di Indonesia,” ujar dr. Fathiyah.
Dr Fathiyah mengatakan, tantangan tersendiri dalam penanganan TB di Indonesia adalah, masyarakat masih
memandang penyakit ini sebagai stigma negatif. Masih banyak masyarakat yang tidak mau memeriksakan dirinya. Bahkan walaupun ada pasien sudah terdiagnosis TB, mereka tidak mau berobat.
Dia mengimbau, masyarakat yang memiliki gejala TB, untuk segera memeriksakan diri ke dokter. Kemudian apabila terdiagnosis TB harus segera berobat. Pasien TB sangat perlu dukungan orang-orang terdekat di sekitarnya untuk terus berobat dan yang paling penting tidak putus pengobatan. Hal ini tentunya juga memerlukan pendampingan yang konsisten dari tenaga kesehatan, termasuk juga dokter.
“Dokter spesialis paru selalu melakukan tatalaksana terbaik untuk menyembuhkan pasien TB. Kedua, kita terus memperbarui ilmu pengetahuan agar bisa mengobati pasien dengan benar. Kalau misalnya ada pengobatan yang terbaru, baik untuk kasus TB sensitif maupun TB-Resisten dokter spesialis paru harus yang menjadi pertama untuk tahu,” kata dr. Fathiyah.
Editor: Vien Dimyati