Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Kue Ultah Sabrina Chairunnisa dari Deddy Corbuzier Viral, Kode Resmi Cerai?
Advertisement . Scroll to see content

Waspada Serangan Demam Badai Sitokin Berakibat Fatal, Dokter Ahli: Jangan Terlambat Masuk ICU

Selasa, 24 Agustus 2021 - 13:26:00 WIB
Waspada Serangan Demam Badai Sitokin Berakibat Fatal, Dokter Ahli: Jangan Terlambat Masuk ICU
Tenaga medis memeriksa pasien Covid-19. (Foto: iNews.id/Pramono Putra).
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id – Kisah YouTuber Deddy Corbuzier yang berhasil melewati masa kristis pascasembuh dari Covid-19 menjadi perhatian public. Bayak yang bertanya-tanya, sebenarnya apakah badai sitokin? Seperti apakah serangan demam di minggu kedua setelah negatif Covid-19?

Mengacu pada penjelasan dokter Gunawan dalam Podcast Deddy Corbuzier, pasien Covid-19 berada di masa kritis saat mereka memasuki fase demam minggu kedua atau second-week crash. Jika tidak ditangani dengan benar dan cepat, fatal akibatnya dan menyebabkan risiko kematian cukup besar.

"Makanya saya maunya agresif kalau mengobati pasien Covid-19. Kalau demam, ada kemungkinan pasien mengalami badai sitokin terutama demam di minggu kedua. Demam minggu pertama badan appropriate atau masih baik-baik saja," papar Dokter Gunawan di video YouTube belum lama ini. 

Sebelum Deddy Corbuzier mengalami badai sitokin, sebenarnya pembahasan ini sudah sangat ramai di dunia medis. Banyak dokter melaporkan keparahan pasien mulai terjadi justru pada minggu kedua, saat tes menunjukkan pasien sudah negative Covid-19. 

Menjadi pertanyaan sekarang mengapa demam pada minggu bisa mematikan?

Menurut laporan The Washington Post, dilansir Selasa (24/8/2021), ada sedikit konsensus di antara dokter dan ahli tentang mengapa demam hari kelima hingga kesepuluh sangat berbahaya bagi pasien Covid-19.

Ebbing Lautenbach, kepala divisi penyakit menular di fakultas Kedokteran Perelman University of Pennsylvania, berspekulasi bahwa second-week crash berbahaya. Diduga adanya pengaruh gen individu, efek virus pada jaringan paru-paru, imun yang terlalu aktif, pembekuan darah, hingga dampak dari penggunaan ventilator yang digunakan.

Lebih lanjut, menurut Naftali Kaminski, kepala perawatan kritis paru dan obat tidur di Yale School of Medicine yang mempelajari genomik penyakit paru-paru menyatakan bahwa demam minggu kedua Covid-19 berbahaya karena pengaruh tahap awal virus masuk dan menginfeksi.

"Jadi, dapat digambarkan virus yang sudah ada dalam tubuh dan menginfeksi, terus mendorong lebih banyak sel untuk membiarkan masuk dan terus menginfeksi lebih parah lagi," kata Naftali.

"Karena sifat virus yang terus menginfeksi, ini mempengaruhi susunan genetik dan kondisi yang ada sebelumnya dan membuat presentasi penyakit meningkat," tambahnya.

Di laporan ini pun diterangkan bahwa ada spesifikasi pasien Covid-19 yang dikhawatirkan mengalami kondisi second-week crash, yaitu pasien Covid-19 tanpa gejala, seperti penurunan kadar oksigen, sesak napas, atau kondisi kritis lainnya, dan pasien Covid-19 kondisi parah yang terlambat mendapatkan pertolongan karena masalah menunggu terlalu lama untuk dapat ICU bed.

"Orang-orang yang kritis ini sebenarnya sudah lama sakit," papar Merceditas Villanueva, seorang profesor kedokteran di Yale School of Medicine. "Jadi, mereka meremehkan gejala ringan atau mereka memang terlambat mendapatkan ICU bed. Jadi jangan terlambat untuk masuk ICU," tegasnya.

Di sisi lain, seorang dokter paru dan perawatan kritis di Ronald Reagan UCLA Medical Center di Los Angeles, Russell G Buhr, menerangkan bahwa keparahan pasien Covid-19 di second-week crash terjadi karena sel-sel baik di paru-parunya dibunuh virus yang membuat paru-paru pasien tetap terbuka dan menyebabkan pertukaran oksigen dan karbondioksida tidak berjalan baik.

"Jadi, paru-paru menyebarkan karbondioksida ke tubuh dan ini yang menyebabkan peradangan semakin serius," ungkapnya.

Buhr menambahkan, situasi demam minggu kedua Covid-19 juga dapat memperburuk kondisi pasien Covid-19 karena penggunaan ventilator terutama di rumah sakit yang kewalahan. Maksudnya, dokter di rumah sakit itu tidak dapat memaksimalkan penggunaan alat dan malah memaksa oksigen masuk ke paru-paru.

"Terlalu banyak tekanan pada paru-paru yang tegang dapat menghasilkan lebih banyak respons peradangan terhadap virus corona dan ini memperburuk penyumbatan kantung udara yang disebut alveoli," papar Buhr.

"Perawatan orang yang kritis itu sangat rumit. Ventilator tidak bekerja seperti obat. Menyesuaikan ventilator membutuhkan banyak upaya langsung dan ini menjadi masalah ketika rumah sakit kewalahan menangani pasien," tambahnya.

Lantas bagaimana menyelamatkan pasien Covid-19 dari bahaya Second-Week Crash?

Sadar akan bahaya dari second-week crash, diketahui beberapa rumah sakit menggunakan banyak taktik, misalnya memberikan pasien oksigen lebih awal atau menggunakan obat pengencer darah sebagai profilaksis untuk mencegah pembekuan.

Di UCLA, perawat ICU lebih agresif memantau tekanan ventilator dan menggunakan teknik proning untuk memaksimalkan pasien mendapatkan oksigen. "Teknik proning ini dilakukan sebanyak 16 jam per hari," kata Buhr.

Teknik proning, sambung Buhr, sudah terbukti meningkatkan jumlah oksigen yang masuk ke paru-paru pasien dengan sindrom gangguan pernapasan akut. Masalah yang sangat khas dialami pasien Covid-19 gejala parah.

Editor: Elvira Anna

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut