Apakah Boleh Puasa Rajab Digabung dengan Mengganti Puasa Ramadhan? Simak Jawabannya
JAKARTA, iNews.id - Apakah boleh puasa Rajab digabung dengan mengganti puasa Ramadhan? Pertanyaan tersebut mungkin muncul ketika memasuki bulan Rajab. Di antara tindakan ibadah yang dianjurkan selama bulan Rajab adalah menjalankan puasa sunah.
Puasa Rajab termasuk dalam kategori puasa sunah, sebagaimana bulan-bulan mulia lainnya seperti Muharram, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah. Meskipun tidak terdapat hadits shahih yang secara spesifik menjelaskan keutamaan puasa Rajab, namun kesunahan puasa Rajab dapat ditemukan dalam dalil anjuran berpuasa secara umum dan anjuran umum berpuasa di bulan-bulan mulia.
Permasalahan muncul ketika seseorang masih memiliki utang puasa Ramadhan. Apakah diperbolehkan baginya untuk menggabungkan niat puasa Rajab dengan qadha puasa Ramadhan?
Dilansir dari NU Online, jawabannya adalah boleh menggabungkan. Puasa Rajab, seperti puasa sunah lainnya, sah dilakukan dengan niat berpuasa secara mutlak tanpa perlu menentukan jenis puasa. Sebagai contoh, niat "Saya niat berpuasa karena Allah" sudah cukup, tanpa perlu menambahkan "karena melakukan kesunahan puasa Rajab".
Sementara itu, puasa qadha Ramadhan merupakan puasa wajib yang memerlukan penentuan jenis puasa dalam niat, seperti "Saya niat berpuasa qadha Ramadhan fardlu karena Allah".
Menggabungkan niat puasa Rajab dengan puasa qadha Ramadhan diperbolehkan (sah) dan pahala keduanya dapat diperoleh. Bahkan, menurut pandangan Syekh al-Barizi, meski hanya dengan niat mengqadha puasa Ramadhan, secara otomatis pahala berpuasa Rajab juga dapat dicapai.
Penjelasan ini didasarkan pada keterangan dalam kitab Fathul Mu’in beserta hasyiyahnya, I’anatuth Thalibin sebagai berikut:
وبالتعيين فيه النفل أيضا فيصح ولو مؤقتا بنية مطلقة كما اعتمده غير واحد (وقوله ولو مؤقتا) غاية في صحة الصوم في النفل بنية مطلقة أي لا فرق في ذلك بين أن يكون مؤقتا كصوم الاثنين والخميس وعرفة وعاشوراء وأيام البيض أو لا كأن يكون ذا سبب كصوم الاستسقاء بغير أمر الإمام أو نفلا مطلقا (قوله بنية مطلقة ) متعلق بيصح فيكفي في نية صوم يوم عرفة مثلا أن يقول نويت الصوم ( قوله كما اعتمده غير واحد) أي اعتمد صحة صوم النفل المؤقت بنية مطلقة وفي الكردي ما نصه في الأسنى ونحوه الخطيب الشربيني والجمال الرملي الصوم في الأيام المتأكد صومها منصرف إليها بل لو نوى به غيرها حصلت إلخ زاد في الإيعاب ومن ثم أفتى البارزي بأنه لو صام فيه قضاء أو نحوه حصلا نواه معه أو لا وذكر غيره أن مثل ذلك ما لو اتفق في يوم راتبان كعرفة ويوم الخميس انتهى
Artinya: Dan dikecualikan dengan pensyaratan ta’yin (menentukan jenis puasa) dalam puasa fardlu, yaitu puasa sunnah, maka sah berpuasa sunnah dengan niat puasa mutlak, meski puasa sunnah yang memiliki jangka waktu sebagaimana pendapat yang dipegang oleh lebih dari satu ulama. Ucapan Syekh Zainuddin, meski puasa sunnah yang memiliki jangka waktu, ini adalah ghayah (puncak) keabsahan puasa sunnah dengan niat puasa mutlak, maksudnya tidak ada perbedaan dalam keabsahan tersebut antara puasa sunnah yang berjangka waktu seperti puasa Senin-Kamis, Arafah, Asyura’ dan hari-hari tanggal purnama. Atau selain puasa sunah yang berjangka waktu, seperti puasa yang memiliki sebab, sebagaimana puasa istisqa’ dengan tanpa perintah imam, atau puasa sunah mutlak. Ucapan Syekh Zainuddin, dengan niat puasa mutlak, maka cukup dalam niat puasa Arafah dengan niat semisal, saya niat berpuasa. Ucapan Syekh Zainuddin, sebagaimana pendapat yang dipegang oleh lebih dari satu ulama, maksudnya lebih dari satu ulama berpegangan dalam keabsahan puasa sunah dengan niat puasa mutlak. Dalam kitabnya Syekh al-Kurdi disebutkan, dalam kitab al-Asna demikian pula Syekh Khatib al-Sayarbini dan Syekh al-Jamal al-Ramli, berpuasa di hari-hari yang dianjurkan untuk berpuasa secara otomatis tertuju pada hari-hari tersebut, bahkan apabila seseorang berniat puasa beserta niat puasa lainnya, maka pahala keduanya berhasil didapatkan. Dalam kitab Al-I’ab ditambahkan, dari kesimpulan tersebut, Syekh al-Barizi berfatwa bahwa apabila seseorang berpuasa qadha (Ramadhan) atau lainnya di hari-hari yang dianjurkan berpuasa, maka pahala keduanya bisa didapat, baik disertai niat berpuasa sunnah atau tidak. Ulama lain menyebutkan, demikian pula apabila bertepatan bagi seseorang dalam satu hari dua puasa rutin, seperti puasa hari Arafah dan puasa hari Kamis. (Syekh Zainuddin al-Malibari dan Syekh Abu Bakr bin Syatha, Fathul Mu’in dan Hasyiyah I’anatuth Thalibin, Surabaya, al-Haramain, tanpa tahun, juz 2, halaman 224).
Kesimpulannya, puasa sunah dengan niat mutlak dapat digabungkan dengan puasa qadha Ramadhan, dan pahala keduanya tetap dapat diperoleh. Semua ini disampaikan berdasarkan pandangan ulama dalam kitab tersebut.
Penjelasan atas pertanyaan apakah boleh puasa Rajab digabung dengan mengganti puasa Ramadhan? Cukup jelas bukan? Semoga bermanfaat.
Editor: Komaruddin Bagja