Hadis tentang Bulan Rajab, Beserta Amalan dan Keutamaannya
JAKARTA, iNews.id - Hadis tentang bulan Rajab berikut amalan dan keutamaannya patut disimak. Bulan Rajab, bulan ketujuh dalam kalender Hijriah, dipercaya oleh umat Islam sebagai bulan yang penuh berkah dan rahmat.
Berbeda dengan bulan Dzulhijjah dan Muharram yang diharamkan berperang, Rajab termasuk salah satu dari "asyhur al-hurum" atau bulan-bulan mulia. Keistimewaan Rajab ini juga diangkat dalam beberapa hadis dan riwayat, menginspirasi berbagai amalan sunnah yang dianjurkan bagi umat Islam.
Dilansir dari laman resmi Muhammadiyah, Ustaz Ruslan Fariadi menjelaskan Penting untuk memahami pembacaan tentang dalil keutamaan bulan-bulan haram (asyhurul hurum) secara utuh dan totalitas, tanpa melihatnya secara parsial.
Dalam kajian Ahad Pagi di Masjid Islamic Center, Ruslan Fariadi menekankan prinsip ini., "Hendaknya setiap ada dalil yang menjelaskan mengenai keutamaan sesuatu, maka itu harus dipahami secara utuh. Jangan parsial," ujar Ruslan Fariadi.
Ruslan menyoroti bahwa dalil pokok mengenai empat bulan haram terdapat dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 36, di mana tiga bulan di antaranya berurutan, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan satu bulan terpisah yang disebut "bulan mudhar" yakni Rajab.
Larangan dalam ayat tersebut, "jangan sampai kamu menzalimi diri sendiri," menunjukkan larangan yang lebih keras untuk tidak melakukan dosa, terutama di bulan-bulan haram.
Ruslan juga menjelaskan bahwa bulan Rajab memiliki tiga peristiwa sejarah dalam peradaban Islam, termasuk Perang Tabuk, perang Yarmuk, pembebasan Masjid Al-Aqsha, dan peristiwa Isra’ dan Mikraj Nabi Saw.
Menyinggung amalan-amalan masyru’ di bulan Rajab, Ruslan menekankan memperbanyak puasa sunah, seperti puasa Senin-Kamis, Ayyamul Bidh, dan Puasa Dawud, serta melakukan banyak amal saleh dan menjauhi maksiat. Ini sesuai dengan kandungan al-Qur’an surat at-Taubah ayat 36 yang mendorong untuk memaksimalkan amal saleh di bulan-bulan haram.
Di samping itu, Ruslan memberi peringatan agar menghindari amalan-amalan tanpa dasar dalil yang kuat, seperti salah ragahib, berpuasa khusus pada hari Kamis pertama di bulan Rajab, dan mengkhususkan malam tanggal 27 Rajab dengan ibadah tertentu, karena hal-hal tersebut tidak memiliki dasar dalil yang kuat.
"Tiga contoh penyimpangan tersebut sesungguhnya adalah amalan-amalan yang tidak ada landasan dalilnya yang kuat. Jika pun ada itu dilandaskan pada dalil yang maudhu’ (palsu)," tegasnya.
Keistimewaan Bulan Rajab seharusnya diisi dengan berbagai amal saleh, bertujuan untuk membimbing kita menjadi manusia yang bertakwa. Beberapa amalan yang disarankan selama bulan mulia ini antara lain:
Semua amalan ini diharapkan dapat memperkokoh iman dan menjadikan Bulan Rajab sebagai momen yang penuh berkah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Bulan Rajab dianggap sebagai bulan yang dimuliakan dan penting bagi umat Islam. Allah SWT menetapkannya sebagai bulan yang haram atau dimuliakan, sehingga umat Islam merayakannya dengan sukacita. Penamaan Rajab berasal dari kata "yarjubu," yang berarti dihormati.
Diambil dari buku Lisan al-Arab: 12/342 karya Ibnu Manzoor :
وقال ابن منظور في كتابه (لسان العرب:12/342)، إن شهر رجب سمي بذلك، لأنه كان يرجب: أي يعظم
وأوضح ابن منظور سبب إضافةوأوضح ابن منظور سبب إضافة رجب إلى قبيلة «مضر»: لأن مضر كانت تزيد في تعظيمه، واحترامه، فنسب إليهم لذلك، وقيل: بل كانت قبيلة “ربيعة” تحرم رمضان، وتحرم مضر رجبًا، فلذلك سماه رجب مضر رجبًاسمى شهر رجب بهذا الاسم لأن العرب كانوا يرجيبون الرّماح من الأسنة لأنها تنزع منها فلا يقاتلوا، وقيل: رجب أى توقف عن القتال، ويقال رجب الشىء أى هابه وعظمهيسمى شهر رجب بـ«الأصم، والفرد»؛ لأنه انفرد عن بقية الأشهر الحرم، حيث جاءت متواليات وجاء هو منفردًا، كما يسمى برجب مُضَر؛ لأن قبيلة مُضر كانت تعظمه.
Terjemahan : Ibn Manzoor mengatakan dalam bukunya (Lisan al-Arab: 12/342), bahwa bulan Rajab disebut demikian, karena itu adalah Rajab: yaitu dimuliakan. Ibnu Manzur menjelaskan alasan untuk menambahkan Rajab pada suku Mudar: karena Mudar meningkatkan penghormatan dan penghormatan, maka ia dikaitkan dengan mereka untuk itu, dan dikatakan: Sebaliknya, suku Rabi`ah melarang Ramadhan, dan Mudar dilarang. di Rajab, jadi dia menyebutnya Rajab Mudar, Rajab. Bulan Rajab disebut dengan nama ini karena orang-orang Arab dulu menyukai tombak dari lidah karena dikeluarkan darinya, sehingga mereka tidak berperang. Bulan Rajab disebut “Al-Asam dan Al-Fard”; Karena dia terpisah dari bulan-bulan suci lainnya, ketika suksesi datang dan dia datang dengan sendirinya, sebagaimana dia disebut Rajab Mudar; Karena suku Mudar biasa memujanya.
Terdapat empat bulan haram yang memiliki kemuliaan di luar bulan Ramadhan, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Penyebutan bulan haram pada bulan rajab dan ketiga bulan lainnya karena pada bulan ini umat islam dilarang berperang. Baik dengan sesama muslim ataupun dengan umat lainnya.
Sebagaimana firman Allah didalam surat At-Taubah ayat 36 :
اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ
Terjemah Arti : Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa.
Pengertian dari ayat diatas menyatakan, bahwa sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah dalam satu tahun ialah dua belas bulan dengan mengikuti perputaran bulan, sebagaimana dalam ketetapan Allah sejak penciptaan alam ini, yakni pada waktu dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya, yakni dua belas bulan tersebut, ada empat bulan haram atau yang dimuliakan, yaitu zulqa’dah, zulhijjah, muharram, dan rajab. 1 itulah ketetapan agama yang lurus, yaitu bahwa empat bulan yang dimuliakan itu sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan oleh Allah dan menjadi syariat agama-Nya, maka janganlah kamu menzalimi dirimu, baik melakukan peperangan (lihat : surah al-baqarah/2: 217), maupun perbuatan dosa lainnya, terlebih lagi dalam bulan yang empat itu, karena dosanya akan dilipatgandakan. Namun, larangan peperangan di bulan-bulan haram ini lalu dinasakh atau dihapus hukumnya dengan firman-Nya, dan perangilah kaum musyrik semuanya, sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya di mana saja dan kapan saja meski bertepatan dengan empat bulan yang semestinya dilarang untuk berperang itu. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa setelah menjelaskan jumlah bulan dalam setahun dan di antaranya ada empat bulan yang dimuliakan, maka ayat ini mengecam mereka yang menambah bilangan dan memutarbalikkan bulan-bulan haram atau mengundur-undurnya. Sesungguhnya pengunduran bulan haram, sebagaimana kebiasaan orang-orang arab saat itu yang secara sengaja mengganti posisi muharram dengan bulan safar agar bisa berperang, itu hanya menambah kekafiran di samping kekufuran yang selama ini mereka lakukan. Orang-orang kafir disesatkan oleh setan dan para pemuka-pemukanya dengan pengunduran itu, mereka menghalalkannya yakni mengundur-undurkannya suatu tahun dan mengharamkannya pada suatu tahun yang lain. Mereka melakukan pengunduran ini agar dapat menyesuaikan dengan bilangan bulan-bulan yang diharamkan Allah, sekaligus mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah, yakni berperang di bulan-bulan haram juga perbuatan dosa lainnya. Padahal, perbuatan-perbuatan buruk tersebut dijadikan terasa indah oleh setan bagi mereka. Dan Allah tidak memberi petunjuk, yakni bimbingan agar selalu berada di jalan yang benar, kepada orang-orang yang kafir, yaitu mereka yang terus-menerus berada di jalan kekufuran.
Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits berikut :
روى ابن أبى حاتم فى تفسيره عَنْ قَتَادَةَ قال: إِنَّ الظُّلْمَ فِى الشَّهْرِ الْحَرَامِ أَعْظَمُ خَطِيئَةً وَوِزْرًا مِنَ الظُّلْمِ فِيمَا سِوَاهُ، وَإِنْ كَانَ الظُّلْمُ- عَلَى كُلِّ حَالٍ عَظِيمًا-، وَكَأَنَّ اللَّهُ يُعَظِّمُ مِنْ أَمْرِهِ مَا شَاءَ
Terjemahan : Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatem dalam tafsir Qatada berkata: Kezaliman yang diharamkan adalah dosa terbesar dan bobot kezaliman, dan jika kezaliman – siapapun itu besar –, seolah-olah Allah dimaksimalkan.
Pada bulan Rajab banyak kemenangan yang diraih, seperti: Pertempuran Tabuk, pembebasan Masjid Al-Aqsha dari tangan Tentara Salib di tangan Salahuddin (583 H/1187 M), dan Peristiwa Al-Isra dan Al-Miraj.
Berdasarkan penjelasan di atas ada beberapa kesimpulan yang dapat kita ambil.
1. Imam Ibnu hajar al-asqalani berkata:
لم يرد في فضل شهر رجب، ولا في صيامه، ولا في صيام شيء منه، – معين، ولا في قيام ليلة مخصوصة فيه – حديث صحيح يصلح للحجة .
“Tidak ada hadits shahih tentang keutamaan bulan Rajab yang bisa dijadikan sebagai hujjah; tidak pada puasanya,tidak pada suatu puasa tertentu,dan tidak pula qiyamul lail secara khusus di dalamnya.” (tabyin al-‘ajab bima warada fi fadhli rajab, hlm 11).
2. Imam Asy-syaukani berkata,
لم يرد في رجب على الخصوص سنة صحيحية ولا حسنة ولا ضعيفة ضعفا خفيفا بل جميع ما روى فيه على الخصوص إما موضوع مكذوب أو ضعيف شديد الضعف .
“Tidak ada sunnah secara khusus tentang (keutamaan) Bulan Rajab, baik itu yang shahih, hasan, maupun dhaif yang ringan. Bahkan semua yang diriwayatkan tentang (keutamaan rajab) secara khusus, entah itu maudhu’ yang dusta atau dhaif yang sangat lemah.” (as-sail al-jarrar, 1/297)
3. Imam ibnul Qayyim berkata,
وكل حديث في ذكر صوم رجب وصلاة بعض الليالي فيه فهو كذب مفترى كحديث من صلى بعد المغرب أول ليلة من رجب عشرين ركعة جاز على الصراط بلا حساب .
“Semua hadits yang menyebutkan (tentang keutamaan) puasa Rajab dan shalat pada sebagian malam di dalamnya, maka itu adalah dusta yang di ada-adakan;seperti hadits orang yang shalat 20 rakaat setelah maghrib pada malam pertama Rajab akan melewati shirath tanpa dihisab.” (al-manar al-munif, hlm 96).
Semoga penjelasan hadis tentang bulan Rajab mengenai amalan dan keutamaannya bermanfaat. Wallahu a’lam.
Editor: Komaruddin Bagja