Hadits tentang Niat dan 3 Keutamaan serta Pengertiannya
JAKARTA, iNews.id - Hadits tentang Niat perlu diketahui Muslim apakah ibadah yang dilaksanakannya sudah sesuai dengan niatnya atau bukan. Sebab, niat merupakan salah satu pembeda antara perbuatan bernilai ibadah dan bukan ibadah.
Maksud dari perbuatan yang berbentuk ibadah adalah bahwa perbuatan tersebut merupakan sebuah ritual ibadah yang memiliki ketentuan khusus. Seperti shalat, yang di dalam ritualnya terdapat rukuk dan sujud.
Sedangkan maksud dari perbuatan selain ibadah adalah perbuatan manusia yang tidak berbentuk ritual ibadah. Seperti makan, minum, berjalan, berlari, dan lainnya.
Karena itu, ada sebuah hadits tentang niat yang disabdakan Rasulullah SAW:
عَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Dari Umar, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan." (HR. Bukhari) [ No. 54 Fathul Bari] Shahih.
Dikutip dari laman PISS-KTB, asbabul wurud atau konteks historis dari munculnya hadis tersebut Innamal A'malu Binniyati yakni, ketika Rasul SAW tiba di Madinah untuk hijrah, Nabi SAW berkhutbah dengan hadits tersebut.
Rasulullah SAW sudah mengetahui ada seorang sahabat yang melakukan hijrah untuk menikahi seorang wanita yang bernama Muhajir Ummu Qois, maka Nabi Saw mengingatkannya dan semua sahabatnya akan pentingnya niat di dalam berhijrah.
Rasulullah Saw mengkhususkan hijrah adalah تنبيها على الكل بالبعض (sebagai peringatan untuk keseluruhan dengan menggunakan kata khusus) atau istilah ushul fiqihnya خاص معموم (khusus namun umum jangkauannya).
Ada tiga keutamaan yang bisa di ambil dalam hadits tentang niat tersebut, di antaranya :
1. Sesungguhnya tidak ada amalan yang diterima kecuali berdasarkan niat, misalnya tidak sah melakukan wudhu atau sholat jika tidak di awali dengan niatnya masing-masing.
2. Sesungguhnya manusia diberi pahala dan siksa menurut niatnya, jika niatnya baik, maka amalnya baik. Jika niatnya buruk maka amalnya buruk walaupun bentuknya baik.
3. Segala perbuatan manusia terdiri atas tiga bagian yaitu; keta’atan, kemaksiatan dan perkara mubah.
Perbuatan maksiat tidak bisa diubah sama sekali dengan niat baik. Seperti seseorang yang mencuri harta orang lain dengan niat untuk disedahkan ke fakir miskin, maka ini hukumnya tetap dosa dan haram.
Ketaatan, segala perbuatan ta’at berkaitan dengan niat di dalam kebsahan dan kelipatan pahalanya. Misalnya ia berbuat taat dengan niat karena Allah Swt bukan karena riya (pamer) untuk org lain maka ketaatannya diterima oleh Allah Swt dan sebaliknya jika niat riya maka ketaatannya akan berubah menjadi maksiat.
Adapun perkara mubah bisa menjadi pahala dengan niat yang baik atau bisa memperoleh pahala yang berlipat dengan niat baik yang banyak.
Dalam Alquran, Allah SWT berfirman:
مَنْ كَانَ يُرِيْدُ حَرْثَ الْاٰخِرَةِ نَزِدْ لَهٗ فِيْ حَرْثِهٖۚ وَمَنْ كَانَ يُرِيْدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهٖ مِنْهَاۙ وَمَا لَهٗ فِى الْاٰخِرَةِ مِنْ نَّصِيْبٍ
Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagian pun di akhirat. (QS. Asy Syuro: 20)
Dalam tafsir Ibnu Katsir diterangkan maksud ayat tersebut di atas yakni, barang siapa yang tujuan usahanya hanya semata-mata mencari sesuatu keuntungan duniawi, sedangkan untuk kepentingan akhiratnya tidak terlintas sedikit pun dalam hatinya, maka Allah mengharamkan baginya keuntungan di negeri akhirat.
Sedangkan keuntungan dunia, jika Allah menghendakinya, maka Dia memberinya; dan jika tidak menghendakinya, maka Dia tidak memberikan kepadanya, baik keuntungan di dunia maupun keuntungan di akhirat. Dan orang yang berusaha dengan niat ini memperoleh kerugian di dunia dan di akhirat.
Arti Niat
Ustaz Isnan Ansory dalam bukunya Fiqih Niat menerangkan secara bahasa, niat berasal dari bahasa Arab nawaa-yanwi-niyyatan (نوى - ينوي - نية). Di mana lafaz ini memiliki beberapa makna, di antaranya adalah al-qoshdu (suatu maksud/tujuan) dan al-hifzhu (penjagaan).
Sedangkan secara istilah, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan niat.
Kalangan al-Malikiyyah mendefinisikan niat sebagai suatu tujuan dari suatu perbuatan yang hendak dilakukan oleh seorang manusia.
Sedangkan kalangan asy-Syafi’iyyah mendefinisikan niat sebagai suatu tujuan dari suatu perbuatan yang muncul bersamaan dengan perbuatan tersebut. Hal ini sebagaimana didefinisikan oleh imam al-Jamal (w. 1204 H) dalam Hasyiah al-Jamal ‘ala al-Manhaj:2
قَصْدُ الشَّيْءِ مُقْتَرِنًا بِفِعْلِهِ.
Tujuan untuk melakukan suatu perbuatan, yang bersamaan dengan perbuatan tersebut.
Mazhab Syafi’i dan Mazhab Maliki, berpendapat bahwa niat adalah rukun ibadah.
Karena niat bagi mereka merupakan tekad untuk mengerjakan sesuatu yang beriringan dengan pengerjaannya. Artinya, niat itu dilakukan bersamaan dengan perbuatan, bukan dikerjakan sebelumnya. Dan apa-apa yang sudah masuk di dalam perbuatan, maka posisinya bukan syarat tetapi rukun.
Wallahu a’lam bish showab.
Editor: Kastolani Marzuki