Hakikat Sidratul Muntaha dalam Isra Miraj, Lambang Kebijaksanaan Tertinggi Nabi SAW
JAKARTA, iNews.id - Perjalanan Isra Miraj merupakan peristiwa dahsyat Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa di Palestina dengan mengendarai buraq lalu naik ke langit tujuh hingga ke Sidratul Muntaha dalam semalam.
Disebutkan dalam hadits bahwa Nabi SAW ke Sidratul Muntaha, lalu dikatakan kepada Nabi Saw., "Pohon Sidrah ini merupakan tempat pemberhentian terakhir (bagi amal) setiap orang dari kalangan umatmu yang mati dalam keadaan berpegang kepada sunnahmu."
Dan ternyata Sidratul Muntaha adalah sebuah pohon yang dari akarnya mengalir sungai-sungai yang mengalirkan air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai yang mengalirkan air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai yang mengalirkan khamr yang enak bagi orang-orang yang meminumnya, dan sungai-sungai yang mengalirkan madu yang disaring (dijernihkan).
Sidratul Muntaha adalah sebuah pohon yang naungannya tidak dapat ditempuh oleh seorang yang berkendaraan selama tujuh puluh tahun, sebuah daunnya saja dapat menutupi seluruh umat manusia.
Maka Sidratul Muntaha diliputi oleh Nur Tuhan Yang Maha Pencipta, dan para malaikat menutupinya pula seperti burung-burung gagak bila hinggap berkerumun pada suatu pohon, karena kecintaan mereka kepada Tuhan Yang Mahasuci lagi Mahatinggi. Di tempat itulah Nabi SAW diajak berbicara oleh Allah SWT
Dikutipdari buku Karya Lengkap Nurcholish Madjid disebutkan bahwa Muhammad Asad seorang penerjemah Alquran dalam bahasa Inggris dan penafsir dengan menggunakan bahan-bahan kitab tafsir klasik, menerjemahkan Sidratul Muntahaa dalam Surat al-Najm itu dengan “lote tree of the fartbest limit” (pohon lotus pada batas yang terjauh). Dan pohon lotus, dalam kata-kata Indonesia yang lebih “asli” ialah pohon teratai atau seroja.
Tapi lebih penting daripada arti harfiah kata-kata itu ialah makna simboliknya. Pohon lotus, khususnya lotus padang pasir seperti yang terdapat di kawasan Timur Tengah, sudah sejak zaman Mesir kuna dianggap sebagai lambang kebijakasanaan (wisdom).
Maka sebagaimana diterangkan oleh para ahli tafsir, hakikat Sidratul Muntahaa ialah lambang kebijaksanaan tertinggi dan terakhir yang dapat dicapai seorang manusia pilihan, yang tidak teratasi lagi, karena tidak ada kebijaksanaan yang lebih tinggi dari itu.
Jadi jika Nabi SAW telah sampai ke Sidratul Muntahaa, artinya ialah Nabi SAW telah mencapai kebijaksanaan atau wisdom yang tertinggi yang pernah dikaruniakan Tuhan kepada hamba atau makhluk-Nya. Nabi pun menerangkan bahwa di balik pohon Sidrah itu ada misteri yang hanya Allah yang tahu.
Makna simbolik lain pohon Sidrah adalah kerindangan dan keteduhan, jadi melambangkan kedamaian dan ketenangan. Dalam Kitab Suci terdapat keterangan bahwa kelak di akhirat tempat kediaman orang-orang yang baik, yang disebut sebagai “Golongan Kanan” (dalam arti Qur’ani, yaitu ashhaabul-yamiin) ialah kediaman yang antara lain mempunyai pohon Sidrah yang berbuah lebat (Q 56:28).
Dalam Surat al-Najm disebutkan Sidratul Muntaha itu berada “bersebelahan” dengan “Surga, tempat kediaman abadi”. Maka salah satu kualifikasi kebahagiaan tertinggi ialah kedamaian (salām), sehingga surga pun dilukiskan sebagai Daarussalaam yakni “Negeri Kedamaian”, dan jiwa yang bahagia dipanggil sebagai “jiwa yang tenang” (al-nafs al-muthma’innah).
Tujuan akhir perjalanan Isra Miraj Nabi SAW adalah menghadap Allah di dekat pohon Sidratul Muntahaa yang terletak di atas langit ke tujuh, berdekatan dengan Surga.
Hal itu dituturkan dalam Alquran, Surat al-Najm ayat 5-18. Di sanalah Nabi SAW menyaksikan sebagian dari tanda-tanda kebesaran Allah Yang Mahaagung.
Firman Allah SWT:
فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى (10) مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى (11) أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى (12) وَلَقَدْ رَآهُ نزلَةً أُخْرَى (13) عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (14) عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى (15) إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى (16) مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى (17) لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى (18) }
Artinya: Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka apakah kamu (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Dan sesungguhnya Muhammad SAW telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. (An-Najm: 9-18).
Jadi jika Nabi SAW telah sampai ke Sidratul Muntahaa, berarti Rasulullah SW telah mencapai tingkat kedamaian, ketenangan, dan kemantapan batin yang tertinggi, yang tidak didapat oleh siapa pun yang lain. Karena itu sesudah mengalami Isra Miraj, Nabi SAW menjadi semakin mantap dalam perjuangannya, kemudian mencapai kemenangan demi kemenangan, yaitu setelah berhijrah ke Yastrib (Madinah).
Tetapi apa pun makna literal ataupun simbolik Sidratul Muntahaa itu, dia adalah bagian dari misteri Ilahi. Nabi SAW telah benar-benar sampai ke Sidratul Muntaha dan menyaksikan sebagian dari tanda-tanda kebesaran Tuhan Yang Mahaagung. Itulah batas tertinggi ilmu manusia. Selebihnya adalah rahasia Tuhan.
Namun, sungguh sangat menarik bahwa biar pun begitu, Nabi masih diperintah Allah untuk berdoa memohon tambahnya ilmu (Q 20:114).
Perintah Sholat 5 Waktu
Dalam sebuah hadits Sahih Muslim diriwayatkan Nabi SAW dibawa naik oleh Jibril As ke Sidratul Muntaha untuk menghadap Allah SWT. Saat tiba di Sidratul Muntaha, Nabi SAW melihat daun-daunnya seperti daun telinga gajah besarnya, dan buah-buahannya seperti gentong besarnya.
Tatkala Sidratul Muntaha itu dipengaruhi oleh perintah Allah yang mencakup kesemuanya, maka berubahlah bentuknya. Pada saat itu tiada seorang pun dari makhluk Allah SWT yang mampu menggambarkan keindahannya.
Allah menurunkan wahyu-Nya kepadaku (Nabi SAW), dan Dia memfardukan atas diriku salat lima puluh kali setiap siang dan malam hari. Lalu saya turun hingga sampai ke tempat Musa berada. Musa bertanya, "Apakah yang telah difardukan oleh Tuhanmu atas umatmu?" Saya menjawab, "Lima puluh salat setiap siang dan malam hari."
Musa berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan kepada-Nya buat umatmu. Karena sesungguhnya umatmu tidak akan mampu melakukannya. Sesungguhnya aku pernah mencoba Bani Israil dan menguji mereka."
Maka saya kembali kepada Tuhanku dan berkata, "Wahai Tuhanku, berikanlah keringanan buat umatku." Maka Dia meringankan lima salat buatku. Lalu saya turun hingga sampai ke tempat Musa berada, dan Musa bertanya, "Apakah yang telah engkau lakukan?" Saya menjawab, "Allah telah memberikan keringanan lima kali salat buatku."
Musa berkata, "Sesungguhnya umatmu tidak akan mampu melakukannya. Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah lagi keringanan kepada-Nya buat umatmu." Saya terus menerus bolak balik antara Musa dan Tuhanku, dan Tuhanku memberikan keringanan kepadaku lima kali salat setiap saya menghadap.
Akhirnya Allah berfirman, "Hai Muhammad, semuanya lima kali shalat setiap siang dan malam hari. Setiap kali shalat berpahala sepuluh kali lipat, maka semuanya genap menjadi lima puluh kali shalat. Barang siapa yang berniat melakukan suatu kebaikan, lalu dia tidak mengerjakannya, maka dicatatkan baginya pahala satu kebaikan; dan jika dia mengerjakannya, maka dicatatkan baginya pahala sepuluh kebaikan.
Barang siapa yang berniat akan mengerjakan suatu keburukan, lalu dia tidak mengerjakannya, maka amal keburukan itu tidak dicatat. Dan jika dia mengerjakannya, maka dicatatkan satu amal keburukan."
Maka saya turun hingga sampai ke tempat Musa berada dan saya ceritakan kepadanya segala sesuatunya. Maka Musa berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu, dan mintalah keringanan kepada-Nya buat umatmu, karena sesungguhnya umatmu tidak akan mampu mengerjakannya."
Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya saya telah bolak-balik kepada Tuhanku sehingga aku merasa malu (kepada-Nya)."
Wallahu A'lam.
Editor: Kastolani Marzuki