Hukum Mengeluarkan Zakat Fitrah, Ini Ancamannya Jika Meninggalkan Kewajiban
JAKARTA, iNews.id - Hukum mengeluarkan zakat fitrah menurut jumhur ulama adalah fardhu atau wajib. Maksud dengan fardhu yaitu suatu perintah yang harus dikerjakan, bila dikerjakan akan mendapatkan pahala, ditinggalkan kewajiban itu maka dia berdosa dan diancam siksa yang keras di neraka.
Ibnu Al Mundzir menyebutkan ulama sepakat bahwa zakat fitr itu hukumnya fardhu. Perintah mengeluarkan zakat fitrah tertuang dalam Alquran. Allah SWT berfirman:
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
Artinya: Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk. (QS. Al Baqarah ayat 42-43).
Mubarak ibnu Fudalah meriwayatkan dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Dan tunaikanlah zakat," bahwa makna yang dimaksud ialah zakat merupakan fardu yang tiada gunanya amal perbuatan tanpa zakat dan salat.
Dalil kewajiban zakat fitrah adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu ‘Abbas ra.;
قال ابن عباس: فرض رسول الله صلعم زكاة الفطر طهرةللصائم من اللغو والرفث وطعمة للمساكن
Artinya: Ibnu Ibnu ‘Abbas ra. berkata, Rasulullah saw. mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang yang puasa dari perkataan yang sia-sia dan perkataan kotor dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin.
Zakat fitrah (zakat al-fitr) adalah zakat yang diwajibkan atas setiap jiwa baik lelaki dan perempuan muslim yang dilakukan pada bulan Ramadhan.
Dilansir dari buku Fiqih Seputar Zakat Fitrah karangan Ustaz Hanif Luthfi, dalam istilah ilmu fiqih, zakat fitrah didefinisikan sebagai sedekah yang diwajibkan berkenaan dengan berbuka dari Ramadhan. Zakat ini berbeda dengan zakat yang lainnya. Zakat ini disebut dengan fithr karena intinya adalah memberi makanan kepada para orang yang berhak.
Para ulama menyebutkan bahwa disebut zakat fithri karena asalnya diwajibkan ketika sudah masuk idul fithri. Meski ada pula yang menyebutkan asalnya dari fitrah, yang artinya suci atau murni. Ibnu Hajar alAsqalani (w. 852 H) menyebutkan:
Kata shadaqah disandarkan kepada kata fithr karena wajibnya ketika sudah berbuka dan selesai melaksanakan puasa Ramadhan. Ibnu Qutaibah menyebutkan bahwa maksud dari shadaqah fithr itu shadaqah untuk membersihkan jiwa, yang diambil dari kata "al-fithrah" yang berarti suci dan murni seperti awal penciptaan manusia. Tetapi pendapat yang pertama itu lebih benar.
Sebagaimana hadist Ibnu Umar ra,
"Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas umat muslim; baik hamba sahaya maupun merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar. Beliau saw memerintahkannya dilaksanakan sebelum orang-orang keluar untuk shalat.” (HR Bukhari Muslim)
Menurut ulama yakni ditunaikan sejak awal Ramadhan dan paling lambat dilakukan sebelum pelaksanaan Shalat Idul Fitri. Sementara itu, penyalurannya kepada mustahik (penerima zakat) paling lambat dilakukan sebelum pelaksanaan shalat Idul Fitri.
Sesuai dengan namanya, zakat Al-Fithr diberikan pada hari Fithr, yaitu Hari Lebaran atau Hari Raya Idul Fithr, pada tanggal 1 Syawwal. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم:
"Cukupkan bagi mereka di hari ini (HR. AdDaruquthny).
Imam Syafi'i dalam qaul jadid dan mayoritas ulama lainnya menyebutkan bahwa waktu wajib itu sejak terbenamnya matahari terakhir bulan Ramadhan.
Sedangkan dalam qaul qadimnya Imam Syafi'i dan mazhab Hanafiyyah dan sebagian Malikiyyah menyebutkan bahwa waktu wajibnya adalah sejak terbitnya fajar bulan Syawal.
Para ulama syafi'iyyah menyatakan bahwa yang utama untuk membayarkan zakat fithri adalah di hari raya Idul Fithri sebelum keluar untuk shalat id. Meski demikian, jika dikeluarkan dua hari sebelumnya dalam rangka mempermudah pendistribusian juga bagus.
Imam an Nawawi mengatakan " Para ulama syafi'iyyah berkata: Boleh mendahulukan zakat fithri sebelum waktu wajib, tanpa ada perbedaan pendapat… pendapat yang shahih adalah boleh zakat fithri sepanjang bulan Ramadhan, tapi tidak sebelumnya.
Ibrahim al-Baijuri menyebutkan: Zakat fitrah boleh dibayar pada awal bulan Ramadhan,” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri ala Syarh Ibnil Qasim, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 1999 M/1420 H] juz I, halaman 534)
Imam an-Nawawi al-Bantani menyebutkan: pembayaran zakat fitrah memiliki lima waktu. Pertama. Waktu mubah, yaitu sejak permulaan bulan Ramadhan. (Seseorang) boleh mempercepat pembayaran zakat fitrah sejak permulaan bulan Ramadhan. Sebelum masuk bulan Ramadhan, seseorang tidak boleh (tidak sah maksudnya) membayar zakat fitrah. Kedua, waktu wajib, yaitu ketika seseorang mengalami dua masa, sedikit masa Ramadhan dan Syawwal. Ketiga, waktu sunnah, yaitu (pembayaran zakat) sebelum pelaksanaan shalat Id.
Editor: Kastolani Marzuki