JAKARTA, iNews.id - Khutbah Jumat terakhir Bulan Rajab 2024 kali ini akan mengangkat tema refleksi Isra Miraj mencegah kemungkaran dengan shalat.
Salah satu hikmah dari peristiwa Isra Miraj itu yakni diperintahkannya shalat 5 waktu. Perintah shalat ini diterima Nabi Muhammad SAW langsung ketika bertemu Allah SWT dalam Mi'rajnya.
Tersenyum, Amalan Ringan yang Membuat Hidup Lebih Produktif
Perintah shalat ini mengandung banyak hikmah bagi yang mengerjakannya. Salah satunya mencegah kemungkaran.
Nah, berikut ini iNews.id suguhkan contoh teks Khutbah Jumat terakhir Bulan rajab tentang refleksi isra miraj yang ditulis Syekh Muhammad Fathurahman, M.Ag dilansir dari laman istiqlal.
Teks Khutbah Jumat Singkat Peristiwa Penting di Bulan Rajab yang Penuh Hikmah
Khutbah Jumat Terakhir Bulan Rajab: Refleksi Isra Miraj
الْحَمْدُ للهِ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا . ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَإِلهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَه ذُوْالجَلالِ والاِكْرامِ، وَ أَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،ٍ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ،
فَيَايُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم}، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمْ:
فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا
Jamaah Jumat rohimakumulluh
Di awal khotbah, di majelis yang mulia ini marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT yaitu dengan menjalankan perintah Allah SWT dengan ikhlas, khusyu, lagi penuh tawakkal juag menjauhi larangan Allah SWT. Sholawat dan salam mudah-mudahan tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Jamaah Jumat rohimakumulluh
Peristiwa Isra Mi'raj yang terjadi di Bulan Rajab tepatnya tanggal 27 Rajab merupakan salah satu mukjizat Nabi SAW sekaligus bukti kekuasaan Allah. Peristiwa itu diabadikan dalam Al Quran, Surat Al Isra ayat 1. Allah SWT berfirman:
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Artinya: Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Al Isra:1).
Hadirin Rahimakumullah,
Shalat dalam perspektif ilmu fiqih dilihat dari sahnya bacaan dan gerakannya. Namun dilihat dari perspektif tasawuf dari sisi gerakan batinnya. Shalat adalah amal pertama akan dihisab di hari kiamat nanti. Jika bagus maka ibadah yang lainnya juga baik. Menilai amaliyah shalat seorang hamba harus dilihat dari kedua aspek (fiqih dan tasawuf), bukan aspek fisiknya saja.
Shalat yang benar secara fiqih (sesuai aturan) dan tasawuf (ikhlas dan khusyū’) akan menjadi benteng diri pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar, tanhā anil fahsyā-i wal munkar (fahsyā [perbuatan jahat yang berimbas kepada dirinya saja] dan munkar [perbuatan jahat yang berimbas kepada orang lain]). Shalat yang sesuai aturan akan berefek kepada seluruh lini kehidupannya.
Lanjutan Khutbah I
Dalam kitab Adabus Suluk Al-Murid Habib Abdullah Alwi Al-Hadad menyatakan,
وَكُنْ أَيُّحَا الْمُرِيْدُ ـ فِيْ غَايَةِ الْاِعْتِنَاءِ بِإِقَامَةِ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ بِإِتْمَامِ قِيَامِهِنَّ وَقِرَاءَتِحِنَّ وَخُشُوْعِهِنَّ وَرُكُوْعِهِنَّ وَسُجُودِهِنَّ وَسَاءِرِ أَرْكَانِحِنَّ وَسُنَنِحِنَّ وَأَشْعِرْ قَلْبَكَ قَبْلَ الدُّخُوْلِ فِي الصَّلَاةِ عَظَمَةَ مَنْ تُرِيْدُ الْوُقُوْفَ بَيْنَ يَدَيْهِ جَلَّ وَعَلَا.
Artinya : “Jadilah -wahai para murid- dalam puncak perhatian terhadap shalat lima waktu, dengan menyempurnakan berdirinya, bacaan-bacaan, khusyu', ruku dan sujudnya serta seluruh rukun dan sunnahnya. Jadikan hatimu merasakan sebelum mengerjakan shalat, keagungan Dzat yang kau ingin berdiri di hadapan-Nya yang Maha Besar dan Maha Tinggi”.
وَاحْذَرْ أَنَّ تُنَاجِيَ مَلِكَ الْمُلُوْكِ وَجَبَّارِ الْجَبَابِرَةِ بِقَلْبٍ لَاهٍ مُسْتَرْسِلٍ فِي أَوْدِيَةِ الْغَفْلَةِ وَالْوَسَاوِسِ جَاءِلٍ فِي مَيَادِيْنِ الْخَوَاطِرِ وَالْأَفْكَارِ الدُّنيَوِيَّةِ، فَتَسْتَوْجِبَ الْمَقْتَ مِنَاللهِ، وَالطَّرْدَعَنْ بَابِاللهِ.
Artinya : Berhati-hatilah dari memanggil Raja segala raja dan Penguasa segala penguasa dengan hati yang lupa dan lepas dalam lembah kelalaian serta was-was. Berkeliling di medan lintasan-lintasan dan pemikiran dunia. Maka kau akan mendapat murka dari Allah dan akan diusir dari pintu Allah”.
وَقَدْقَلَ عَلَيهِ الصَّلَاةُوَالسَّلَامُ "إِذَاقَامَ الْعَبْدُ إِلَى الصَّلَاةِ أَقْبَلَ اللهُ عَلَيْهِ بِوَجْهِهِ فَإِذَا الْتَفَتَ إِلَى وَرَاءِهِ يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى:" ابنَ آدَمَ الْتَفَتَّ إِلَى مَن هُوَخَيْرٌ لَهُ مِنِّيْ.
Artinya : Telah bersabda (Rasulullah) shallallahu ‘alaihi wasallam, "Jika seorang hamba mendirikan shalat, maka Allah menghadap kepadanya dengan wajah-Nya (rahmat dan ampunan-Nya). Jika ia berpaling ke belakang, Allah berfirman, 'Wahai anak Adam, kau berpaling pada sesuatu yang lebih baik dari-Ku?'.
فَإِنِ التَفَتَ الثَّا نِيَةَ قَالَ مِثْلَ ذَلِكَ فَإِنْ التَفَتَ الثَّا لِثَةَ أَعْرَضَ اللهُ عَنْهُ. فَإِذَاكَانَ الْمُلتَفِتُ بِوَجْهِهِ الظَّاهِرِ يُعْرِضُ اللهُ عَنْهُ فَكَيْفَ يَكُوْنُ حَالُ مَنْ يَلْتَفِتُ بِقَلْبِهِ فِي صَلَاتِهِ إِلَى حُظُوْظِ الدُّنْيَا وَزَخَارِفِهَا، وَاللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَا يَنْظُرُ إِلَى الْأَجْسَامِ وَالظَّوَاهِرِ وَإِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَى الْقُلُوْبِ وَالسَّرَاءِرِ.
Artinya : “Jika ia berpaling untuk kedua kalinya, Allah akan menanyakan hal yang sama. Jika ia berpaling untuk yang ketiga kalianya, maka Allah akan berpaling darinya. ”Jika seorang yang berpaling dengan wajah fisiknya saja, menjadikan Allah akan berpaling darinya, lalu bagaimanakah keadaan orang yang berpaling dengan hatinya di dalam shalatnya pada kerendahan dunia dan perhiasannya? Padahal Allah subhanahu wata'ala tidak memandang jasad dan sesuatu yang lahir, tetapi Dia memandang hati dan relung kalbu”.
وَاعْلَمْ أَنَّ رُوْحَ جَمِيْعِ الْعِبَادَاتِ وَمَعْنَاهَا إِنَّمَا هُوَ الحُضُوْرُ مَعَ اللهِ فِيحَا، فَمَنْ خَلَتْ عِبَادَتُهُ عَنِ الحُضُوْرُ، فَعِبَادَتُهُ هَبَاءٌ مَنْثُوْرٌ. وَمَثَلُ الَّذِيْ لَا يَحْضُرُ مَعَ اللهِ فِي عِبَادَتِهِ مَثَلُ الَّذِيْ يُحْدَي إِلَى مَلِكٍ عَظِيمٍ وَصِيْفَةً مَيِّتَةً أَوْ صُنْدُوْقًا فَارِغًا، فَمَا أَجْدَرُهُ بِالْعُقُوْبَةِ وَحِرْمَانِ الْمَثُوْبَةِ.
Artinya : “Ketahuilah, sesungguhnya ruh seluruh ibadah dan maknanya adalah menghadirkan diri bersama Allah di dalamnya. Barangsiapa yang ibadahnya kosong dari penghadiran diri, maka ibadahnya seperti debu berterbangan (tidak bermanfaat). Permisalan orang yang tidak menghadirkan diri bersama Allah dalam ibadahnya, seperti orang yang menghadiahkan dayang yang telah mati atau kotak kosong kepada raja yang agung. Maka betapa baginya untuk menerima hukuman dan diharamkan dari ganjaran”.
Hadirin Rahimakumullah.
Kita harus ada dalam puncak perhatian ketika shalat. Seperti penonton sepakbola yang berada dalam satu fokus pertandingan yang dilihatnya, ‘gol gol gol’, itu puncak perhatiannya. Dalam shalat juga harus dalam puncak perhatian. Maka untuk meraihnya bangkitkan kesadaran hati sebelum memasuki shalat. Jangan sampai qalbu kemana-mana. Bangkitkan kesadaran hati akan Keagungan Dzat Yang Maha segalanya.
Sebelum shalat kosongkan dulu qalbu dan pikiran. Kalau dalam shalat masih memikirkan pekerjaan, nanti shalatnya menjadi tidak fokus. Keluarkan dunia dan makhluk dari dalam hati, maka nanti Allah akan memenuhinya dengan Asma (Nama) dan Sifat Allah Yang Sempurna.
Kita perlu mengevaluasi, selama ini dalam shalat 5 (lima) waktu yang kita kerjakan, ke manakan hati bergerak?. Shalat itu adalah media yang menghubungkan antara hamba dengan Allah. Untuk medeteksi dan merasakan hadir-Nya Allah, hanya bisa dilakukan oleh qalbu.
Ketika shalat kita bermunajat kepada Raja segala raja, Penguasa segala penguasa. Berhati-hatilah saat hendak memulai shalat. Hati yang lalai akan mendatangkan Kemurkaan Allah. Ibadah yang kita lakukan hendaknya ingin diterima oleh Allah.
Kalau seseorang diundang ke istana Presiden, maka ia akan berhati-hati menjaga sikapnya. Tidak bisa sembarangan dalam bertindak, karena salah bersikap akan menyebabkan fatal. Demikian pula ketika menghadap Allah Robb, Dzat Yang Maha Agung di mana kita berdiri di hadapan-Nya.
Hadirin Rahimakumullah.
Dalam shalat kesalahan fisik akan mudah diketahui. Ketika imam salah membaca fatihah, maka makmum pasti tahu dan akan langsung mengingatkan. Tapi kalau hatinya lalai dalam shalat, siapa yang tahu? Orang yang shalat salah menghadap qiblat, maka orang akan mengingatkan. Tapi kalau hati salah menghadap tidak ada yang tahu.
Qalbu itu bukan sesuatu yang konkrit, tapi abstrak. Qalbu sesuai makna bahasa arab yang artinya ‘bolak-balik’, dapat berubah-ubah kondisinya, bisa baik sangka atau buruk sangka, kebaikan atau kebencian dst. Maka merawat qalbu itu jauh lebih berat daripada merawat fisik. Di sinilah perlunya melatih qalbu dalam ilmu tasawuf. Orang yang belajar tasawuf akan tercerahkan pikirannya dan tenang hatinya.
Jika seseorang menghadap kepada Allah dalam shalat maka Allah menghadap kepada orang itu. Tapi kalau ia menengok ke yang lain, maka Allah juga berpaling dari orang itu. Dan Allah berkata, "engkau telah berpaling kepada yang lebih baik daripada Aku". Lalu ia menengok lagi sampai dua kali, tiga kali, maka Allah berpaling dari hamba itu. Apabila orang itu hatinya berpaling kepada selain Allah? Allah melihat kepada rahasia dan qalbu kita. Allah lebih berpaling kepada kita.
Di sinilah pentingnya menghadirkan qalbu dalam setiap ibadah. Kalau hati belum hadir bersama Allah maka pertanda belum mendapatkan hakikat ibadah. Dengan jalan tasawuf-lah akan meraih hakikat ibadah. Syekh Ibnu Athaillah as Sakandari mengatakan bahwa amal ibadah itu seperti bangunan yang kosong. Yang menjadi ruh bangunan itu adalah hatinya hadir dan ikhlas dalam beribadah. Dalam shalat jangan hanya fiqihnya saja yang dihadirkan, tapi ilmu tasawufnya juga dihadirkan. Kalau shalat sudah menggabungkan fiqih dan tasawuf maka akan merasakan kelezatan ibadah.
Hadirin Rahimakumullah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika menghadapi tantangan berat memerintahkan kepada Bilal, "wahai Bilal tenangkan qalbuku, ayo dirikan shalat". Shalat adalah media penghubung antara hamba dengan Tuhannya. Ketika shalat hati menjadi tenang. Saat itu semua problem diserahkan kepada Allah. Qalbu bersandar kepada Allah. Maka pantas kalau shalat terpadu antara ilmu fiqih dan tasawuf akan mampu mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Semakin mendekat kepada Allah, kita akan merasa semakin kerdil di hadapan Allah. Semakin banyak shalatnya, akan semakin kuat qalbunya.
Jangan ada pemahaman, kalau sudah mendapatkan hakikat maka tidak perlu lagi syariat. Ini pemahaman yang keliru. Imam Malik Rhm mengatakan, "barangsiapa yang bertasawuf tapi meninggalkan fiqih maka dihukumi zindiq. Barangsiapa yang berfiqih tapi tidak bertasawuf maka dihukumi fasiq. Barangsiapa mengumpulkan keduanya maka itulah yang benar (haq)".
Inilah Shalat dalam perspektif tasawuf. Shalat adalah media sarana yang menghubungkan antara hamba dengan Allah. Qalbu (ruh) yang memiliki potensi besar untuk bisa berkomunikasi dengan Allah. Qalbu sebagai alat untuk mendeteksi hadir-Nya Allah, harus senantiasa dibersihkan melalui tadzkiyatun nafs.
Hadirin Rahimakumullah.
Hati menjadi kotor karena dua hal:
1. Dosa. Lisan yang berbuat dosa tapi yang rusak adalah qalbu.
2. Penyakit hati. Hasad, iri hati, dengki, buruk sangka, dan lainnya.
Shalat adalah tiang agama. Tentu dalam menegakkannya akan mendapatkan tantangan (luar dan dalam). Tantangan luar berasal dari setan atau sahabat, dan dari dalam berasal dari nafsu. Musuh terbesar adalah hawa nafsumu sendiri. Maka agar hadir hati bersama Allah, harus memerangi hawa nafsu sendiri.
Jadikan qalbu sebagai raja, nafsu sebagai tawanannya. Itulah alamat orang tang selamat. Jangan sebaliknya nafsu dijadikan sebagai raja. Nafsu sifatnya tidak mau diatur, maunya bebas. Inilah alamat orang yang akan celaka.
Maka tergantung siapa yang jadi rajanya, qalbu atau nafsu. Kalau nafsunya tidak bisa ditundukkan maka shalatnya ingat kemana-mana. Nafsu itu cenderung kesenangan dunia. Ia menginginkan harta, wanita, kendaraan, perkebunan.
Nafsu itu ibarat singa. Jika sejak kecil anak singa dipelihara, maka besarnya akan tunduk. Kita pun menjadi pawangnya. Untuk menjadi pawang singa butuh bertahun-tahun melatihnya. Nafsu kalau dilatih dan dididik terus maka akan jadi nafsu mutmainnah.
Perkara yang menyebabkan hati mudah khusyu’ dalam shalat adalah:
1. Melatih qalbu dengan muhasabah (intraospeksi) dan muraqabah (merasa diawasi).
2. Jihadun nafsi, berjuang menundukkan nafsu. Oleh karenanya sederhanakan urusan dunia. Lihatlah fasilitas dunia kepada orang yang di bawah. Orang yang berkendaraan mobil melihat yang pakai motor, yang bermotor melihat yang bersepeda, yang bersepeda melihat yang jalan kaki, yang berjalan melihat orang yang pakai kursi roda. Maka kita akan selalu bersyukur.
Editor: Kastolani Marzuki
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku