Kisah Kelahiran Nabi Muhammad SAW yang Wajib Diketahui Umat Islam
JAKARTA, iNews.id - Kisah kelahiran Nabi Muhammad SAW yang wajib diketahui umat Islam. Umat Islam akan merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW pada 28 September 2023.
Maulid Nabi adalah hari kelahiran Nabi Muhammad yang penting bagi umat Islam untuk mengetahuinya agar mereka dapat meningkatkan rasa cinta mereka kepada kekasih Allah.
Nabi Muhammad SAW lahir pada tahun yang disebut Tahun Gajah. Tahun ini disebut Tahun Gajah karena pada tahun itu pasukan gajah Abrahah menyerbu Makkah untuk menghancurkan Ka'bah, tetapi mereka dikalahkan oleh burung Ababil.
Nabi Muhammad SAW lahir dari seorang ibu yang bernama Aminah pada malam Senin menjelang dini hari, 12 Rabiul Awal Tahun Gajah, yang bertepatan dengan 20 April 570 M.
Nabi Muhammad SAW lahir dalam keadaan yatim karena ayahnya, Abdullah, telah meninggal dunia. Dia diberi nama Muhammad oleh kakeknya, Abdul Muthalib.
Mengutip dari NU Online, dalam sebuah riwayat yang dicatat Imam Ibnu Hisyam dalam al-Sirah al-Nabawiyyah dikatakan:
أَنَّ آمِنَةَ بِنْتَ وَهْبٍ أُمَّ رَسُولِ اللَّهِ كَانَتْ تُحَدِّثُ: أَنَّهَا أُتِيَتْ، حِينَ حَمَلَتْ بِرَسُولِ اللَّهِ فَقِيلَ لَهَا: إنَّكِ قَدْ حَمَلْتِ بِسَيِّدِ هَذِهِ الْأُمَّةِ، فَإِذَا وَقَعَ إلَى الْأَرْضِ فَقُولِي: أُعِيذُهُ بِالْوَاحِدِ، مِنْ شَرِّ كُلِّ حَاسِدٍ، ثُمَّ سَمِّيهِ مُحَمَّدًا.
“Sesungguhnya (Sayyidah) Aminah binti Wahab, Ibu Rasulullah SAW menceritakan bahwa beliau didatangi seseorang (Malaikat) ketika mengandung Rasulullah, kemudian dikatakan kepadanya: “Sesungguhnya engkau mengandung pemimpin umat ini. Ketika dia lahir ke dunia ini, ucapkanlah: “Aku memohon perlindungan untuknya pada yang Maha Esa dari keburukan setiap orang-orang yang hasud, kemudian namai dia dengan nama Muhammad.” (Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, Beirut: Darul Kutub al-A’rabiy, 1990,juz 1, hlm 180).
Menurut para ulama, tidak diketahui seorang pun dalam bangsa Arab yang menggunakan nama ini sebelum Rasulullah SAW. Ketika Abdul Muttalib ditanya oleh seseorang,“ma sammayta ibnâka?—akan kau namai apa cucumu?” Abdul Muttalib menjawab: “Muhammadun.” Kemudian orang itu bertanya lagi:
كَيْفَ سَمَّيْتَ بِاسْمٍ لَيْسَ لِأَحَدٍ مِنْ آبَائِكَ وَقَوْمِكَ؟ فَقَالَ: إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ يَحْمَدَهُ أَهْلُ الْأَرْضِ كُلُّهُمْ
“Bagaimana bisa kau menamainya dengan nama yang tidak seorang pun dari nenek moyang dan kaummu pernah menggunakannya?” Abdul Muttalib menjawab: “Sesungguhnya aku mengharapkan seluruh penduduk bumi memujinya.” (Imam al-Muhaddits Abdurrahman al-Suhaili, al-Raudl al-Unuf fi Syarh al-Sirah al-Nabawiyyah li Ibn Hisyam, Beirut: Darul Kutub al-Islamiyyah, juz 2, hlm 150-151).
Para Sejarawan mengatakan bahwa nama Muhammad tidak biasa dipakai di kalangan bangsa Arab, hanya tiga orang sebelum Rasulullah yang menggunakan namanya. Ibnu Faurak menyebutkan, mereka adalah Muhammad bin Sufyan bin Mujasyi’ (nenek moyang al-Farazdaq sang penyair), Muhammad bin Uhaihah bin al-Julah bin al-Harits bin Jahjaba bin Kulfah bin Auf bin Amr bin Auf bin Malik bin al-Aus, dan Muhammad bin Humran bin Rabi’ah.Dalam al-Raudl al-Unuf, Imam al-Suhaili menjelaskan:
لَا يُعْرَفُ فِي الْعَرَبِ مَنْ تَسَمَّي بِهَذَا الْإِسْمِ قَبْلَهُ-صلي الله عليه وسلم-إِلَّا ثَلَاثَةٌ طَمِعَ آبَاؤُهُمْ حِيْنَ سَمِعُوا بِذِكْرِ مُحَمَّدٍ وَيَقْرَبُ زَمَانُهُ وَأَنَّهُ يُبْعَثُ فِي الْحِجَازِ....
“Tidak diketahui di kalangan Arab seseorang yang menggunakan nama ini (Muhammad) sebelum Rasulullah SAW kecuali tiga orang yang ayahnya menjadi tamak ketika mendengar kenabian Muhammad, kedekatan masanya dan bahwa dia diutus di Hijaz.....” (Abdurrahman al-Suhaili, juz 2, hlm 151).
Menurut Ibnu Faurak, tiga orang itu telah mendatangi sebagian kerajaan yang memiliki pengetahuan tentang kitab-kitab agama terdahulu dan mengabarkan kepada mereka kehadiran seorang nabi beserta namanya yang membuat mereka berwasiat kepada keluarganya, “in wulida lahu dzakar an yusammiyahu muhammadan, fa fa’alû dzalika—jika dilahirkan seorang anak laki-laki, namai dia Muhammad, kemudian mereka pun melakukannya.” (Abdurrahman al-Suhaili, juz 2, hlm 152). Mengenai asal nama Muhammad, Imam al-Suhaili mengemukakan:
وَأَمَّا مُحَمَّدٌ فَمَنْقُوْلٌ مِنْ صِفَّةٍ أَيْضًا, وَهُوَ فِي مَعْنَي مَحْمُوْدٌ. وَلَكِنْ فِيْهِ مَعْنَي الْمُبَالَغَةِ وَالتِّكْرَارِ, فَالْمُحَمَّدُ هُوَ الَّذِي حُمِدَ مَرَّةً بَعْدَ مَرَّةٍ كَمَا أَنَّ الْمُكَرَّمَ مَنْ أُكْرِمَ مَرَّةً بَعْدَ مَرَّةٍ
“Adapun nama Muhammad diambil dari isim sifat juga, maknanya adalah Mahmud (yang dipuji). Akan tetapi, di dalamnya mengandung makna mubalaghah (menunjukkan arti sangat) dan tikrar (terus-menerus), dengan demikian Muhammad adalah orang yang dipuji secara terus menerus, seperi halnya orang yang dimuliakan, yaitu orang yang dimuliakan secara terus-menerus.” (Abdurrahman al-Suhaili, juz 2, hlm 153).
Sedangkan penyebutan Ahmad terhadap Rasulullah, Imam al-Suhaili mengatakan hal itu merupakan penamaan terhadap dirinya dalam lisan Nabi Isa dan Musa AS (alladzî summiya bihi ‘ala lisân ‘îsâ wa mûsâ) dan diambil dari isim sifat juga, tetapi menggunakan makna tafdil (menunjukkan arti lebih), maka makna nama Ahmad adalah “ahmadu al-hamidîn li rabbihi—orang yang paling memuji Tuhannya di antara para pemuji lainnya.” Dalam hal ini, Nabi Musa bahkan pernah berdoa yang disertai penjelasan tentang nama Ahmad:
اللهُمَّ اجْعَلْنِي مِنْ أُمَّةِ أَحْمَدَ, فَبِأَحْمَدَ ذُكِرَ قَبْلَ أَنْ يُذْكَرَ بِمُحَمَّدٍ, لِأَنَّ حَمْدَهُ لِرَبِّهِ كَانَ قَبْلَ حَمْدِ النَّاسِ لَهُ, فَلَمَّا وُجِدَ وَبُعِثَ, كَانَ مُحَمَّدًا بِالْفِعْلِ
“Ya Allah, jadikanlah aku bagian dari umat Ahmad, yang dengan nama Ahmad dia telah disebut sebelum dia disebut dengan nama Muhammad, karena dia memuji Tuhannya sebelum ada manusia yang memujinya, maka ketika dia telah hadir dan diutus, dia menjadi Muhammad, orang yang dipuji karena perilakunya.”(Abdurrahman al-Suhaili, juz 2, hlm 153).
Setelah nama Muhammad sampai pada Sayyidah Aminah dan Abdul Muttalib, Nabi Muhammad SAW lahir ke dunia ini di hari Senin, tanggal 12 Rabiul Awwal, tahun Gajah (‘âm al-fîl)—menurut pendapat yang masyhur. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim dikatakan:
أَنَّ أَعْرَبِيًّا سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ صلي الله عليه وسلم عَنْ صِيَامِ يَوْمِ الْإِثْنَيْنِ فَقَالَ: ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ, وَأُنْرِلَ عَلَيَّ فِيْهِ
“Seorang Arab Badui bertanya kepada Rasulullah SAW tentang puasa di hari Senin, Rasulullah menjawab: “Itu adalah hari dimana aku dilahirkan, dan hari dimana (wahyu) diturunkan kepadaku.” (HR. Imam Muslim)
Terjadi perbedaan pendapat tentang kapan Rasulullah SAW lahir. Namun demikian, pendapat yang diketahui secara luas bahwa Rasulullah lahir di hari Senin, tanggal 12 Rabiul Awwal, tahun Gajah—Imam al-Kinani menshahihkan pendapat ini.(Imam Izuddin bin Badruddin al-Kinani, al-Mukhtashar al-Kabir fi Sirah al-Rasul, Amman: Darul Basyir, 1993, hlm 22). Hal ini didasarkan pada riwayat Imam Ibnu Ishaq dari Sayyidina Ibnu Abbas:
وُلِدَ رَسُولُ اللَّهِ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ، لِاثْنَتَيْ عَشْرَةَ لَيْلَةً خَلَتْ مِنْ شَهْرِ رَبِيع الْأَوَّلِ، عَام الْفِيلِ
“Rasulullah dilahirkan di hari Senin, tanggal dua belas di malam yang tenang pada bulan Rabiul Awwal, Tahun Gajah.” (Imam Ibnu Hisyam, juz 1, hlm 183).
Riwayat di atas diperkuat dengan perkataan Qays bin Makhramah ra yang didapat dari kakeknya:
وُلِدْتُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ عَامَ الْفِيلِ
“Aku dan Rasulullah dilahirkan pada Tahun Gajah.” (HR. Imam Tirmidzi)
Demikian penjelasan kisah kelahiran Nabi Muhammad SAW. Semoga menginspirasi.
Wallahu a’lam bisshawab.
Editor: Komaruddin Bagja