Nama 7 Pemuda Ashabul Kahfi dan Anjingnya dalam Al Quran, Ditidurkan 309 Tahun di Gua
JAKARTA, iNews.id - Kisah Ashabul Kahfi yakni 7 pemuda beriman yang ditidurkan oleh Allah SWT di dalam gua selama ratusan tahun bersama seekor anjing diabadikan dalam Al Quran, Surat Al Kahfi ayat 9-26.
Nama 7 pemuda ashabul kahfi dan anjingnya yakni, Makslimina, Yamlikha, Martunus, Kastunus, Bairunus, Yathbunus dan Thamlika. Sedangkan nama anjingnya yakni Qithmir. Pendapat lain seperti dari Syab Al-Jubai mengatakan bahwa nama anjing tersebut adalah Hamran. Namun, hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
Kisah Ahabul Kahfi yakni tujuh pemuda yang ditidurkan di dalam gua ini disebutkan dalam Al Quran. Allah SWT berfirman:
{وَلَبِثُوا فِي كَهْفِهِمْ ثَلاثَ مِائَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعًا (25) قُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثُوا لَهُ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَبْصِرْ بِهِ وَأَسْمِعْ مَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا (26) }
Artinya: Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi). Katakanlah, "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua), kepunyaan-Nyalah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya. tidak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain dari-Nya; dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan." (QS. Al Kahfi Ayat 25-26).
Dalam Tafsir Ibnu Kasir diterangkan apa yang disebutkan dalam kedua ayat ini merupakan pemberitahuan dari Allah SWT kepada Rasul-Nya tentang lamanya masa yang dijalani oleh para pemuda penghuni gua dalam gua mereka. Yakni sejak Allah menidurkan mereka hingga Allah membangunkan mereka dan orang-orang yang ada di masa itu dapat menjumpai mereka.
Disebutkan bahwa masa itu adalah 309 menurut perhitungan tahun Qamariyah. Sedangkan menurut tahun Syamsiyyah, masa mereka adalah 300 tahun.
Namun, berapa lamanya tujuh pemuda ditidurkan dalam gua itu hanya Allah yang tahu. Sebagaimana dalam firman-Nya:
{قُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثُوا}
Artinya: Katakanlah, "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua).” (Al-Kahfi: 26)
Tujuh pemuda tersebut bersama seekor anjingnya diselamatkan Allah SWT dari kejaran Raja Diqyanus yang dzalim. Gua tempat para pemuda mengungsi itu berada di Kota Aman, Yordania.
اَمْ حَسِبْتَ اَنَّ اَصْحٰبَ الْكَهْفِ وَالرَّقِيْمِ كَانُوْا مِنْ اٰيٰتِنَا عَجَبًا
Artinya: Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan? (QS. Al Kahfi ayat 9)
Ad-Dahhak mengatakan, kahfi adalah sebuah gua yang ada di lembah itu, sedangkan ar-raqim adalah nama lembah tersebut.
Sedangkan Ibnu Abbas mengatakan bahwa nama bukit itu adalah Banglius. Ibnu Juraij mengatakan nama gua tersebut adalah Haizam.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ar-raqim adalah sebuah prasasti.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan, raqim adalah sebuah prasasti yang tertulis pada sebuah batu; mereka menulis kisah ashabul kahfi padanya, kemudian meletakkannya di pintu gua itu.
اِذْ اَوَى الْفِتْيَةُ اِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوْا رَبَّنَآ اٰتِنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً وَّهَيِّئْ لَنَا مِنْ اَمْرِنَا رَشَدًا
Artinya: (Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa:"Wahai Rabb kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)." (QS. Al Kahfi ayat 10)
Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa tujuh pemuda yang melarikan diri dengan membawa agamanya agar agama mereka selamat dari gangguan kaumnya yang pasti akan memfitnah mereka.
Mereka lari memisahkan diri dari kaumnya, lalu berlindung di dalam gua yang berada di suatu bukit, sebagai tempat persembunyian mereka agar kaumnya tidak tahu keberadaan mereka. Ketika hendak memasuki gua itu, mereka memohon kepada Allah agar rahmat dan kelembutan-Nya dilimpahkan kepada diri mereka.
Kemudian mereka berdoa sebelum masuk ke dalam gua agar mendapat anugerah dan rahmat Allah, serta petunjuk yang lurus.
Maka pada saat itulah mereka melarikan diri dari kaumnya dan berlindung di dalam sebuah gua. Ketika kaum mereka merasa kehilangan mereka, raja mereka mencari-cari mereka.
Menurut suatu riwayat, si raja tidak berhasil menemukan mereka karena Allah menjadikan mata raja itu tidak dapat melihat mereka.
Awalnya, ketujuh pemuda itu keluar menuju tempat perayaan kaumnya; setiap tahun kaumnya selalu mengadakan perayaan di suatu tempat yang terletak di luar kota mereka.
Mereka adalah para penyembah berhala dan taghut, dan selalu mengadakan kurban penyembelihan hewan untuk berhala sesembahan mereka. Raja mereka saat itu adalah seorang yang diktator lagi keras kepala, bernama Dekianus.
Raja Diqyanus menganjurkan rakyatnya untuk melakukan hai tersebut, menyeru serta memerintah mereka Untuk menyembah berhala dan berkurban untuk berhala.
Ketika orang-orang keluar menuju tempat pertemuan mereka dalam hari raya itu, para pemuda tersebut ikut keluar bersama bapak-bapak mereka dan kaumnya untuk menyaksikan apa yang diperbuat oleh kaumnya dengan mata kepala sendiri.
Setelah menyaksikan perayaan itu, mereka mengetahui bahwa apa yang dilakukan oleh kaumnya —yaitu bersujud kepada berhala dan berkurban untuknya— tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah yang telah menciptakan langit dan bumi. Maka para pemuda itu meloloskan diri masing-masing dari kaumnya dan memisahkan diri di tempat yang terpisah jauh dari mereka.
Pada mulanya seseorang dari mereka duduk bernaung di bawah pohon, lalu datanglah pemuda lain ikut duduk bergabung dengannya. Kemudian datang lagi pemuda yang lain. Demikianlah seterusnya hingga semuanya berkumpul di tempat tersebut, tanpa saling mengenal di antara sesama mereka.
Masing-masing dari mereka menutup diri dari yang lainnya karena takut pribadinya terbuka, sedangkan dia tidak mengetahui apakah temannya itu seakidah dengannya ataukah tidak? Akhirnya salah seorang dari mereka memberanikan diri mengatakan,
"Hai kaumku, kalian mengetahui, demi Allah, sesungguhnya tiada yang menjauhkan kalian dari kaum kalian hingga kalian memisahkan diri dari mereka kecuali karena suatu alasan, maka hendaklah kita mengutarakan tujuannya masing-masing."
Seseorang dari mereka menjawab, "Sesungguhnya saya, demi Allah, setelah melihat apa yang dilakukan oleh kaum saya menyimpulkan bahwa apa yang mereka lakukan itu batil. Karena sesungguhnya yang berhak disembah semata dan tidak boleh dipersekutukan dengan sesuatu hanyalah Allah, Yang telah menciptakan langit dan bumi serta semua yang ada di antara keduanya."
Yang lainnya mengatakan, "Saya pun mempunyai pemikiran yang sama dengan apa yang dia katakan," dan yang lainnya lagi mengatakan hal yang sama, hingga mereka semua sepakat dalam suatu kalimat dan ternyata mereka senasib dan sepenanggungan; mereka menjadi bersaudara yang sebenarnya dalam ikatan iman. Lalu mereka membangun sebuah tempat peribadatan untuk menyembah Allah.
Tetapi kaum mereka mengetahuinya dan melaporkan keadaan mereka kepada raja mereka. Raja memanggil mereka, lalu menanyai urusan mereka dan apa yang sedang mereka lakukan. Mereka menjawab dengan jawaban yang benar dan menyeru raja untuk menyembah Allah SWT.
Namun, Raja Diqyanus marah mendengar ajakan para pemuda tersebut. Raja memerintahkan para pengawalnya untuk membunuh mereka hingga membuat ketujuh pemuda itu lari menyelamatkan diri dan bertemu di gua.
Selama berada di tempat persembunyiannya di gua, ketujuh pemuda itu atas izin Allah ditidurkan selama 309 tahun.
Mereka kemudian dibangunkan oleh Allah dari tidurnya. Wajah mereka pun berseri-sering dan saling bertanya berapa lama tidur di gua. Sebagian dari tujuh pemuda itu lalu berkata bahwa hanya Allah yang tahu berapa lama mereka ditidurkan.
Setelah itu, mereka keluar dari gua dan mencari makan ke kota. Ketujuh pemuda itu kaget karena keadaan kota sudah berubah dan banyak orang yang sudah beriman kepada Allah SWT.
Tidak berapa lama kemudian, ketujuh pemuda itu meninggal dunia. Ashabul kahfi ini mengajarkan bagi Muslim untuk tetap berpegang teguh kepada keimanan di mana pun dan dalam kondisi apa pun.
Wallahu A'lam Bishshawab
Editor: Kastolani Marzuki