JAKARTA, iNews.id - Bulan Rajab merupakan momentum tepat bagi umat Islam yang masih memiliki utang puasa Ramadhan untuk menggantinya di bulan mulia ini. Berikut ulasan bacaan niat puasa Rajab sekaligus qadha Ramadhan.
Bulan Rajab 1447 H sesuai keputusan Lembaga Falakiyah PBNU, jatuh bertepatan hari Senin, 22 Desember 2025. Artinya, mulai malam ini yakni Minggu (21/12/2025), sudah memasuki awal Bulan Rajab 1447 H.
Ternyata Anggota Tubuh pun Wajib Disedekahi, Begini Penjelasannya!
Salah satu malan di awal Bulan Rajab yakni melaksanakan puasa sunnah. Bagi yang memiliki utang puasa Ramadhan, dianjurkan segera melunasinya sebelum memasuki Bulan Ramadhan. Bulan rajab ini jadi momentum tepat untuk qadha Ramadhan karena merupakan pintu gerbang Ramadhan.
Dilansir dari Buku Amalan Ibadah Bulan Dzulhijjah karya Hanif Luthfi, para ulama sepakat membolehkan puasa Qadha Ramadhan berbarengan dengan puasa sunnah Rajab. Tujuananya agar mendapat pahala puasa wajib dan sunah sekaligus.
Jadwal Puasa Bulan Rajab 2025, Lengkap Bacaan Niat dan Keutamaannya
Masalah menggabungkan puasa qadha Ramadhan dengan puasa sunnah sudah jadi perbedaan di kalangan sahabat Nabi.
Sayyid Bakri dalam Kitab I‘anatut Thalibin menerangkan orang yang berpuasa pada hari-hari tertentu yang sangat dianjurkan untuk dipuasakan akan mendapatkan keutamaan sebagai mereka yang berpuasa sunnah pada hari tersebut, meskipun niatnya adalah qadha puasa atau puasa nazar.
Namun, niat Puasa Qadha Ramadhan ini tidak boleh dicampur dengan niat puasa sunnah. Sebab, qadha atau mengganti puasa wajib seperti Puasa Ramadhan itu hukumnya wajib.
Niat Puasa Qadha Ramadhan harus dilakukan pada malam harinya atau saat makan sahur. Syarat ini mendasarkan pada Hadits Rasulullah SAW.
“من لم يبيت النية قبل الفجر فلا صيام له”-
"Siapa yang tidak menetapkan niat sebelum fajar, maka tiada puasa baginya".
Berikut bacaan Niat Puasa Rajab Sekaligus Bayar Utang Puasa Qadha Ramadhan.
Niat Puasa Rajab Sekaligus Qadha Ramadhan
نويت صوم غد عن قضاء فرض رمضان لله تعالى.
Latin: Nawaitu Shauma Ghadin 'An Qadha'I Fardi Ramadhana Lillaahi Ta'Ala.
Artinya : Saya niat berpuasa besok dari mengqadha' fardu ramadhan Lillaahi Ta'ala
Kewajiban Qadha Ramadhan
Dalam Bahasa Arab kata Qadha bisa bermakna hukum dan penunaian. Sementara secara istilah, para ulama mendefinisikan qadha’ sebagai:
فِعْل الْوَاجِبِ بَعْدَ وَقْتِهِ
Mengerjakan kewajiban setelah lewat waktunya. Dalil tentang qadha puasa Ramadhan ini berdasarkan firman Allah SWT:
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (١٨٤
Artinya; “Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (Qs. Al-Baqarah: 184).
Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa seorang muslim diperbolehkan untuk tidak berpuasa dalam keadaan tertentu. Seorang Muslim yang seharusnya berpuasa boleh meninggalkan puasa jika ada Udzur Syar’i berupa sakit dan dalam perjalanan yang melelahkan.
Para Ulama menyebutkan udzur Syar’i diperbolehkan untuk tidak berpuasa bukan hanya dua faktor di atas. Terdapat 6 golongan orang yang diperbolehkan tidak berpuasa Ramadhan dengan kewajiban mengqadha puasa di hari lainya.
Pertama, musafir atau orang yang dalam perjalanan jauh sesuai ketentuan syar'i, kedua, orang sakit, ketiga, ibu hamil, keempat, perempuan haid atau nifas, kelima orang jompo, keenam ibu menyusui.
Tentang qadha puasa Ramadhan ini, Rasulullah SAW bersabda:
وَلاَ يَجِبُ التتابعُ في قَضَاءٍ رَمَضَانَ لِمَا رُوِى انّ النبيَّ صلي الله عليْه وسلّم ” سُئِلَ عن قضاءِ رمضانَ فقال اِنْ شَاءَ فرقهُ وإن شَاءَ تَابِعَهُ “.
“Tidak wajib berurutan dalam men-qadha puasa Ramadan berdasarkan hadis yang diriwayatkan, “bahwa Rasulullah shalllahu ‘alaihi wassalam ditanyai tentang qadha puasa Ramadan, maka Rasulullah menjawab, “jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya terpisah. Dan jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya secara berurutan.”
Para ulama sepakat secara Ijma’ bahwa orang yang diwajibkan mengqadha’ puasanya harus melakukannya setelah bulan Ramadhan hingga sebelum menjelang Ramadhan selanjutnya. Serta diharamkan melakukan qadha puasa di hari-hari yang diharamkan.
Puasa Qadha Ramadhan sebaiknya dilakukan sesegera mungkin, namun jika belum sempat menunaikan qadha’ puasa, maka bulan Sya’ban merupakan batas akhir untuk membayar hutang puasa tersebut.
Hal ini sebagaimana hadits dari Abu Salamah, ia mendengar ‘Aisyah Ra. Yang mengatakan:
كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ . قَالَ يَحْيَى الشُّغْلُ مِنَ النَّبِىِّ أَو بِالنَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم
Artinya: “Aku dahulu punya kewajiban puasa. Aku tidaklah bisa membayar utang puasa tersebut kecuali pada bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari, no. 1950; Muslim, no. 1146).
Demikian ulasan niat puasa Rajab sekaligus qadha Ramadhan untuk diamalkan bagi yang ingin melunasi utang puasa.
Wallahu A'lam.
Editor: Kastolani Marzuki
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku