Simposium PPIDK Timtengka Digelar, Wadah Tukar Ide bagi Pelajar di 19 Negara
JAKARTA, iNews.id - Aula Arrazaq Masjid Istiqlal, Jakarta, menjadi saksi terselenggaranya Grand Opening Simposium Kawasan PPIDK Timtengka, Senin (25/8/2025). Acara ini menghadirkan para pelajar dan diaspora Indonesia dari kawasan Timur Tengah dan Afrika (Timtengka) untuk bertukar gagasan, aspirasi, dan ide yang tepat bagi pelajar di 19 negara.
Dalam sesi welcoming speech, Ketua Bidang Pemberdayaan Ekonomi dan Penataan Dewan Masjid Indonesia (DMI), Arsjad Rasjid menegaskan bahwa simposium ini bukan sekadar forum diskusi, melainkan wadah untuk membangun harapan bersama.
“ini adalah sebuah forum yang mempertemukan para pelajar dan diaspora yang luar biasa dari Timtengka. Saya yakin yang akan datang bukan hanya pelajar, tetapi juga penggerak. Kita bukan hanya berdiskusi, tapi juga membangun harapan. Karena kemajuan bangsa dan negara ada di tangan anak-anak muda,” ujarnya.
Human Center Society 5.0 dan Islam sebagai Agama Peradaban
Arsjad menyoroti pentingnya membangun Human Center Society di era digitalisasi 5.0. Menurutnya, teknologi harus hadir untuk membantu manusia menyelesaikan masalah, bukan menggantikan peran manusia itu sendiri.
Lebih jauh, dia menegaskan bahwa Islam bukan hanya agama ibadah, tetapi juga agama peradaban. Setiap orang, katanya memiliki cara masing-masing untuk mendorong Islam sebagai agama peradaban.
Sebagai contoh, dia menukil kisah Nabi Muhammad SAW yang dikenal sebagai pedagang, serta istrinya Khadijah RA yang merupakan pengusaha sukses di masanya.
“Islam selalu mendorong kita untuk berkontribusi bukan hanya dimasjid, tetapi juga di pasar dan sistem ekonomi,” ucapnya.
Potensi Ekonomi Halal dan Peran Masjid
Arsjad menekankan bahwa Indonesia, sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, memiliki potensi besar dalam pengembangan industri halal. Saat ini, industri halal Indonesia yang mencakup sektor fashion, wisata, hingga ekonomi syariah telah bernilai lebih dari 270 miliar Dolar AS. Angka tersebut diproyeksikan melonjak hingga 800 miliar Dolar AS setelah 2030.
“Rekan-rekan di sini harus bisa menjadi muslimpreneur. Kita perlu punya harapan untuk mengisi kekosongan pengusaha muslim. Dan kita tidak cukup hanya dengan strategi, tapi juga harus dengan aksi nyata,” tuturnya.
Dewan Masjid Indonesia sendiri telah menjalankan program pelatihan bagi UMKM di sekitar masjid untuk bertransisi ke sistem digital. Hasilnya, 40 persen peserta berhasil membuka toko marketplace, dan 30 persen mengalami kenaikan pendapatan. “Masjid bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat pertumbuhan ekonomi umat,” katanya.
Pesan untuk Mahasiswa Diaspora: Jadi Mahasiswa yang “BAIK”
Menutup pidatonya, Arsjad memberikan sebuah “rumus sederhana” yang bisa dijadikan bekal oleh mahasiswa ketika kembali ke Tanah Air, yaitu menjadi mahasiswa yang BAIK:
B (Bekal diri): ambil sebanyak mungkin ilmu.
A (Asah kemampuan): belajar hal-hal baru, keluar dari zona nyaman, dan terus mengasah diri.
I (Inisiatif): berani memulai, tidak menunggu disuruh, serta menciptakan proyek kecil-kecilan.
K (Kembali dan berkontribusi): saat pulang, bukan hanya menjadi pencari kerja, tetapi juga pencipta lapangan pekerjaan (job creator).
Arsjad berharap, melalui semangat itu, mahasiswa diaspora dapat berperan nyata dalam mendukung visi Presiden RI, yakni Visi 0.8 (0 persen kemiskinan, dan 8 persen pertumbuhan ekonomi).
“Simposium ini bisa menjadi titik awal untuk mendorong transformasi ekonomi dengan kolaborasi dan gotong royong. Kalau semangat kita sama, in syaa Allah Islam akan semakin produktif, dan Indonesia akan semakin besar dan kuat,” tutur Arsjad.
Editor: Anindita Trinoviana