Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Serukan Evaluasi Regulasi, Partai Perindo Dorong Toleransi dalam Aktivitas Keagamaan
Advertisement . Scroll to see content

Syahadat Tauhid, Pengertian serta Contohnya

Rabu, 01 September 2021 - 17:54:00 WIB
Syahadat Tauhid, Pengertian serta Contohnya
Syahadat Tauhid wajib diucapkan tiap Muslim dalam shalat wajib maupun sunnah. (Foto: ist)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Syahadat tauhid artinya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Hanya Allah SWT yang wajib disembah. Orang yang hanya menyembang Allah SWT disebut mukmin, sedangkan orang yang menyembang selain Allah disebut musyrik.

Contoh Lafaz syahadat tauhid yakni sebagai berikut:

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ

"Asyhadu allaa ilaaha illallaah"

Artinya : Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah.

Pengertian Syahadat Tauhid ini hendaknya tiap manusia mengetahui, meyakini, mengimani dan membenarkan bahwa tidak ada Dzat yang wajib disembah dengan haq di dalam wujudnya kecuali Allah yang satu, yang Awal, yang Dahulu, yang Hidup, yang Berdiri Sendiri, Yang Kekal, yang Abadi, Yang menciptakan, yang memberi rizki, Yang Maha Mengetahui. Yang Maha Kuasa, yang maha membuat yang Dia inginkan.

Sesuatu yang Allah kehendaki menjadi ada, dan apa yang tidak di kehendaki oleh Allah, tidak ada. Dan tidak ada daya upaya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan Allah yang maha Timggi dan Maha Agung. Yang tersifati dengan seluruh sifat kesempurnaan, Yang tidak ada sifat-sifat kekurangan. Tidak ada yang serupa dengan-Nya sesuatupun. Dia maha Mendengar dan Maha Melihat.

Menurut bahasa kata tauhid berasal dari bahasa Arab tauhid bentuk masdar (infinitif) dari kata wahhada, yang artinya al-i’tiqaadu biwahdaniyyatillah (keyakinan atas keesaan Allah). 

Sedangkan pengertian secara istilah tauhid ialah meyakini bahwa Allah Swt. itu Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Kesaksian ini dirumuskan dalam kalimat syahadat. Laa ilaha illa Allah (tidak ada Tuhan selain Allah).

Makna Tauhid

Tauhid artinya mengesakan Allah. Esa berarti Satu. Allah tidak boleh dihitung dengan satu, dua atau seterusnya, karena kepada-Nya tidak layak dikaitkan dengan bilangan. Beberapa ayat al-Qur’an telah dengan jelas mengatakan keesaan Allah. Di antaranya surah al-Ikhlas ayat 1-4 sebagai berikut:

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)

Artinya: Katakanlah, "Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula-diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”

Dari ayat di atas dapat ditangkap penjelasan bahwa Allah itu Maha Esa. Keesaan Allah SWT itu menurut M Quraish Shihab mencakup keesaan Zat, keesaan Sifat, keesaan Perbuatan, serta keesaan dalam beribadah kepada Nya.

Keesaan Zat mengandung pengertian bahwa seseorang harus percaya bahwa Allah Swt. tidak terdiri dari unsur-unsur, atau bagian-bagian. Karena, bila Zat Yang Maha Kuasa itu terdiri dari dua unsur atau lebih—betapapun kecilnya unsur atau bagian itu—maka ini berarti Dia membutuhkan unsur atau bagian itu, atau dengan kata lain, unsur atau bagian ini merupakan syarat bagi wujud-Nya.

Adapun keesaan dalam sifat-Nya, mengandung pengertian bahwa Allah memiliki sifat yang tidak sama dalam substansi dan kapasitasnya dengan sifat makhluk, walaupun dari segi bahasa kata yang digunakan untuk menunjuk sifat tersebut sama. Sebagai contoh, kata rahim merupakan sifat bagi Allah, tetapi juga digunakan untuk menunjuk rahmat atau kasih sayang makhluk. Namun substansi dan kapasitas rahmat dan kasih sayang Allah berbeda dengan rahmat makhluk-Nya.

Allah Esa dalam sifat-Nya, sehingga tidak ada yang menyamai substansi dan kapasitas tersebut. Keesaan dalam perbuatan-Nya mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berada di alam raya ini, baik sistem kerjanya maupun sebab dan wujudnya, kesemuanya adalah hasil Perbuatan Allah semata. Sedangkan keesaan dalam beribadah merupakan perwujudan dari ketiga keesaan di atas. 

 قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Katakanlah: ”sesungguhnya salatku, ibadahku, hidup dan matiku, semuanya karena Allah, Pemelihara seluruh alam.” (Q.S. al-An’am[6]:162). 

Dari sini dapat disimpulkan bahwa segala bentuk peribadatan harus ditujukan hanya kepada Allah semata. Hanya Allah yang wajib disembah. Tidak boleh peribadatan itu ditujukan kepada selain Allah Swt.

Keesaan Allah SWT sangat penting ditanamkan dalam hati setiap orang yang mengimani adanya Allah Swt. Oleh karena itu, untuk mendukung ketercapaian keimanan tersebut harus didukung dengan pemahaman mengenai llmu tauhid dan cabang-cabang lain dari ilmu tauhid. 

Syahadat Rasul

Selain syahadat tauhid, Muslim juga harus mengerti syahadat rasul. Syahadat Rasul yakni bentuk persaksian bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah.

Lafaz syahadat rasul:

أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

Asyhaduanna muhammadar rasuulullah".

Artinya: "Aku bersaksi Nabi Muhammad adalah utusan Allah". 

Nabi Muhammad SAW  adalah pembawa ajaran agama Islam dan nabi terakhir yang diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Makna syahadat rasul mengetahui, meyakini, mengimani dan membenarkan bahwa sesungguhnya Penguhulu para nabi, Muhammad bin Abdullah, bin Abdul Muthallib, bin Hasyim, bin Abdu Manaf yang bangsa Quraisy - shallallaahu ‘alaihi wasallam - adalah hamba Allah dan Rasul-Nya kepada seluruh makhluk. 

Manusia Sudah Bersaksi

Dalam Al Qur'an disebutkan bahwa setiap anak keturunan Nabi Adam as yang lahir ke bumi sudah bersaksi dan berikrar bahwa Allah SWT adalah tuhannya.

Hal ini disebutkan dalam Surat Al-A'raf ayat 172. Allah SWT berfirman:

{وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ (172) أَوْ تَقُولُوا إِنَّمَا أَشْرَكَ آبَاؤُنَا مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا ذُرِّيَّةً مِنْ بَعْدِهِمْ أَفَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ الْمُبْطِلُونَ (173) وَكَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ وَلَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (174) }

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhan kalian?” Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.”(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kalian tidak mengatakan, "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (kekuasaan Tuhan), atau agar kalian tidak mengatakan, 'Sesungguhnya orang tua-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu'?” Dan demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu, agar mereka kembali (kepada kebenaran). (QS. Al-A'raf ayat 172).

Ibnu Katsir menerangkan ayat tersebut bahwa Allah SWT menceritakan bahwa Dia telah mengeluarkan keturunan Bani Adam dari sulbi mereka untuk mengadakan persaksian atas diri mereka bahwa Allah adalah Tuhan dan Pemilik mereka, dan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia.

Allah SWT juga telah menjadikan ikrar tiap anak manusia sebagai fitrah dan pembawaan mereka, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:

{فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ}

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar-Rum: 30).

Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:

"كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ -وَفِي رِوَايَةٍ: عَلَى هَذِهِ الْمِلَّةِ -فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، وَيُنَصِّرَانِهِ، وَيُمَجِّسَانِهِ، كَمَا تُولَدُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ، هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ"

Artinya: Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci).  Riwayat lain menyebutkan: dalam keadaan memeluk agama ini (Islam), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi atau seorang Nasrani atau searang Majusi, seperti halnya dilahirkan hewan ternak yang utuh, apakah kalian merasakan (melihat) adanya cacat padanya?".

Namun, dalam perjalanan hidupnya manusia ada yang beriman dan ada juga yang menyekutukan Allah. Hal itu terjadi karena mereka disesatkan oleh setan.

Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui Iyad ibnu Himar bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

"يَقُولُ اللَّهُ [تَعَالَى] إِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ فَجَاءَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ، عَنْ دِينِهِمْ وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ"

Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (cenderung kepada agama yang hak), kemudian datanglah setan, lalu setan menyesatkan mereka dari agamanya dan mengharamkan kepada mereka apa-apa yang telah Aku halalkan kepada mereka.”

Wallahu a'lam.

Sumber: Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-A'raf, Buku Siswa Akidah Akhlak Kelas X MA (Kemenag), Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah-KTB

Editor: Kastolani Marzuki

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut