Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Contoh Teks Khutbah Jumat 26 September 2025 di Bulan Rabiul Akhir Singkat Terbaru
Advertisement . Scroll to see content

Teks Khutbah Jumat Bulan Muharram, Spirit Hijrah Menuju Kebaikan

Kamis, 03 Agustus 2023 - 21:14:00 WIB
Teks Khutbah Jumat Bulan Muharram, Spirit Hijrah Menuju Kebaikan
Teks khutbah Jumat Bulan Muharram tentang spirit hijrah ke arah yang lebih baik. (Foto: Freepik)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Teks khutbah Jumat Bulan Muharram tentang spirit hijrah menuju kebaikan bisa dijadikan referensi dalam pelaksanaan khutbah shalat Jumat.

Saat ini, umat Islam sudah berada di pertengahan Bulan Muharram 1445 H. Itu artinya masih ada kesempatan untuk hijrah menjadi manusia beriman yang lebih baik lagi sehingga bisa meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Berikut ini teks Khutbah Jumat Bulan Muharram tentang spirit hijrah menuju kebaikan ditulis Dr KH Muchlis M Hanafi MA yang dilansir dari laman istiqlal.or.id

Khutbah Pertama,

اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى الِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ: فَيَايُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
صَدَقَ اللهُ العَظِيمْ

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah.

Saat ini kita telah berada di bulan Muharram, yang berarti kita baru saja memasuki tahun baru 1444 H. Pada setiap awal tahun hijriah umat Islam di seluruh dunia memperingati peristiwa hijrah, meski sebagian ada yang tidak peduli. Adalah Umar bin Khattab yang menetapkan pertama kali peristiwa hijrah sebagai awal mula penanggalan hijriah, yaitu bertepatan dengan tahun 622 M.

Peristiwa hijrah dari Mekkah ke Madinah yang dilakukan oleh Rasulullah dan para Sahabatnya merupakan peristiwa yang sangat penting, karena menjadi titik perubahan dalam perjalanan sejarah peradaban Islam. Sebelum hijrah, umat Islam tidak memiliki kekuatan politik yang dapat melindungi kepentingan dakwah dan mempertahankan diri dari gangguan musuh. Setelah hijrah kekuatan itu mulai terbentuk. Penyebaran Islam pun tidak lagi hanya di jazirah Arab, tetapi jauh melampau itu, dengan didukung oleh kekuatan yang dapat melindungi, sampai pun bila harus berperang. Dari yang semula bersifat lokal, menjadi universal.

Hijrah dengan pengertian seperti yang banyak dijelaskan dalam al-Qur'an, yaitu perpindahan Nabi dan para Sahabatnya dari Mekah ke Madinah, sejak terjadi Fathu Makkah (tahun ke-8 hijriah) sudah dinyatakan tertutup. Keutamaan berhijrah dan apresiasi yang diberikan al-Qur'an kepada mereka yang berhijrah secara fisik dari Mekah ke Madinah sudah tidak berlaku lagi. Rasulullah menyatakan, la hijrata ba'dal fathi (tidak ada lagi hijrah setelah penaklukan kota Mekkah).

Meski demikian, aktualisasi makna hijrah, dari yang semula berpindah secara fisik dari satu tempat (Mekah) ke tempat lain (Madinah), menjadi perpindahan dari satu keadaan kepada keadaan lain yang lebih baik, masih terbuka lebar dan terus perlu diupayakan oleh setiap Muslim, kapan dan di mana pun. Tentu saja itu memerlukan perjuangan (jihad) dan kebulatan tekad yang kuat (niat).

Aktualisasi hijrah saat ini semakin dirasa perlu, terutama di saat realitas dan berbagai indeks menunjukkan umat Islam dalam keadaan terbelakang dan tertinggal. Padahal, umat Islam memiliki pedoman kitab suci yang mendorong kepada kemajuan dan dalam al-Qur'an umat Islam dinyatakan sebagai umat terbaik (khayru ummah).

Ma'asyiral muslimîn hafizhakumullah.

Beberapa tahun belakangan ini marak fenomena hijrah, terutama di kalangan generasi milenial dan muslim perkotaan. Komunitas hijrah bermunculan di beberapa kota. Bahkan, hijrah telah menjadi tren gaya hidup anak-anak muda zaman now. Sebuah fenomena positif yang menunjukkan semakin meningkatnya kesadaran beragama umat Islam. Setiap kita pasti pernah mengalami fase tertentu dalam hidup, yang mengharuskan kita bertransformasi melakukan perubahan. Termasuk perubahan dalam sikap keberagamaan.

Tentu kita tidak ingin fenomena tersebut hanya sebagai gaya hidup ‘musiman’, yang bisa berubah sewaktu-waktu dengan datangnya gaya hidup baru lainnya. Kita juga tidak menginginkan tumbuhnya komunitas-komunitas tersebut mengarah kepada sikap eksklusifisme dalam beragama; yang menganggap dirinya lebih baik, atau paling islami, dibanding orang lain yang tidak mengikuti tren mereka. Kalau hanya sekadar life style, berhijrah hanya akan sebatas penampilan fisik atau cara berpakaian. Tetapi, substansi keberagamaan terabaikan.

Kalau hanya sekadar lifestyle, kita khawatir akan terjadi arus balik hijrah, ketika sampai pada titik klimaks, yaitu dalam bentuk pengenduran dalam beragama karena tidak puas dengan apa yang selama ini diterima.

Menurut sebuah survei di Turki, terjadi peningkatan orang yang tidak percaya pada agama hingga tiga kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Penyebabnya, seperti dilansir oleh Deutsche Welle, adalah kekecewaan mereka pada penerapan Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dalam laporan lain yang dilansir oleh BBC disebutkan, selain menjadi atheis, mereka juga menjadi agnostic (percaya Tuhan tapi tidak beragama). Oleh karenanya, menjadi penting memahami esensi dan makna hakiki dari hijrah.

Makna Hijrah

Secara bahasa, hijrah berasal dari bahasa Arab dengan akar kata ha-ja-ra, memiliki makna dasar yang berkisar pada ‘memutus’ dan ‘mengencangkan’/ ‘menguatkan’. Hijrah dimaknai berpindah dari satu tempat ke tempat ke lain karena seorang yang berhijrah memutus hubungan dengan meninggalkan tempat tersebut dan berpindah ke tempat lain. Atau karena ia telah memutus segala bentuk ikatan dan komitmen dengan tempat tersebut.

Menurut pakar bahasa al-Qur'an, Raghib al-Ashfahani, alhajr berarti ‘meninggalkan sesuatu/ seseorang, baik secara fisik, lisan maupun hati. Ungkapan dalam al-Qur'an, ittakhadzu hadzal Qur’ana mahjura, berarti meninggalkan al-Qur’an dengan hati atau dengan hati dan lisan; tidak membacanya, menghafalnya, men-tadabburinya dan mengamalkannya. Kata ini, menurut al-Ashfahani, terkadang bisa dimaknai meninggalkan tempat secara fisik, yaitu meninggalkan sebuah tempat menuju tempat lain, dan bisa dimaknai secara batin, yaitu meninggalkan dan menolak syahwat, hawa nafsu, akhlak tercela dan kesalahan (alMufradat, 2/698)

Kata hijrah dengan berbagai derivasinya yang terulang sebanyak 31 kali dalam al-Qur'an lebih banyak digunakan untuk makna perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, sebagai upaya menghindari kesesatan dan penyiksaan yang merajalela dengan tidak ada kemampuan melawannya, untuk mencari tempat yang tenang dan aman. Para nabi terdahulu biasa melakukan hijrah ketika jalan dakwah tertutup. Nabi Ibrahim misalnya, pernah berhijrah dari Babilonia tempat kelahirannya, menuju beberapa tempat di tanah Arab, seperti negeri Syam, Mesir dan Mekkah.

Ketika Nabi Ibrahim sudah tidak berdaya menghadapi ayahnya yang terlibat dalam melestarikan kemusyrikan dengan membuat patung, dan tidak berkekuatan menghadapi Namrudz, penguasa Tiran, yang pernah berusaha membakarnya dalam kobaran api, ia pun menyatakan;

وَقَالَ اِنِّيْ ذَاهِبٌ اِلٰى رَبِّيْ سَيَهْدِيْنِ

Artinya : “Dan dia (Ibrahim) berkata, “Sesungguhnya aku harus pergi (menghadap) kepada Tuhanku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku” (As-Saffat [37]: 99).

Dengan ungkapan berbeda,

فَاٰمَنَ لَهٗ لُوْطٌۘ وَقَالَ اِنِّيْ مُهَاجِرٌ اِلٰى رَبِّيْ ۗاِنَّهٗ هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ

Artinya : “Maka Luth membenarkan (kenabian Ibrahim). Dan dia (Ibrahim) berkata, “Sesungguhnya aku harus berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku; sungguh, Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana” (QS. al-'Ankabut/29: 26).

Demikian pula, ketika beberapa pemuda (ashhabul kahf) melarikan diri, berhijrah dari kehidupan yang membelenggu kebebasan beragama, dengan melarikan diri ke sebuah gua. Satu pertanda bahwa manusia tidak bisa menerima penindasan, apa pun bentuknya, dan tidak mau menjadi korban kesewenangwenangan. Jadi, esensi hijrah adalah perubahan ke arah yang lebih baik, dengan berpindah dari satu tempat atau keadaan kepada tempat atau keadaan lain.

Kata hijrah dalam al-Qur'an banyak disebut secara bergandengan dengan kata iman dan jihad. Sebagai contoh:

اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْۙ اَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللّٰهِ ۗوَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفَاۤىِٕزُوْنَ

Artinya : “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dengan harta dan jiwa mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan” (QS. at-Taubah/9: 20)

Ini menunjukkan bahwa hijrah dan sikap perlawanan terhadap berbagai bentuk kezaliman dan kemaksiatan merupakan buah dari keimanan yang tulus dan sejati. Seorang Muslim yang baik pasti tidak akan pernah tinggal diam menyaksikan berbagai kezaliman dan penindasan, terutama kepada kaum lemah. Seorang Muslim yang baik tidak pernah merasa nyaman ketika berada dalam kemaksiatan. Penyebutannya yang sering diikuti dengan kata jihad menunjukkan bahwa hijrah memerlukan perjuangan dan pengorbanan.

Hijrah Menuju Perubahan

Hijrah dalam kehidupan manusia dapat dilakukan kapan dan di mana saja. Obyeknya bisa berupa tempat, dan bisa berupa keadaan. Bisa dilakukan secara fisik/ material dan bisa dilakukan secara maknawi / spiritual. Hijrah secara fisik/ materil dari Mekkah ke Madinah, telah dinyatakan selesai dengan ditaklukkannya kembali kota Mekkah pada tahun ke-8 hijriah. Yang tersisa adalah hijrah secara mental-spiritual.

Tentang dimensi spiritual hijrah, Thariq Ramadhan, cendekiawan Muslim terkemuka di Eropa, menjelaskan bahwa hijrah merupakan wujud pengasingan dhamir dan hati manusia dari tuhan-tuhan palsu; dari segala bentuk kejahatan dan kesalahan; beralih dari berhala-berhala manusia yang berupa kekuasaan, harta dan kemilau dunia; dari kepalsuan dan caracara amoral dalam kehidupan; membebaskan jiwa dari beban perbudakan yang merenggut kemerdekaan setiap insan; meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk.

Dalam beberapa riwayat Rasulullah menjelaskan, hijrah sejati adalah ketika seseorang bertekad meninggalkan kemaksiatan, kejahatan, kebiasaan buruk dan apa saja yang dilarang oleh Allah. Yang mendesak untuk dilakukan adalah hijrah secara mental-spiritual yang bersendikan pada akhlak. ‘Berhijrah’ tidak harus memutus silaturahim dengan sahabat dan kerabat yang tidak ‘berhijrah’.

Berhijrah tidak berarti mengasingkan diri, lalu memusuhi atau memandang rendah mereka yang tidak sejalan dengannya. Berhijrah berarti bertekad dan berjuang keras untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik, baik dalam konteks personal-spritual, maupun secara bersama-sama dengan anggota masyarakat lainnya dalam melakukan kerjakerja positif.

Demikian teks Khutbah Jumat Bulan Muharram tentang spirit hijrah menuju kebaikan. Wallahu A'lam

Editor: Kastolani Marzuki

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut