Angelina Jolie Desak NATO Tuntaskan Kekerasan Seksual dalam Perang
BRUSSELS, iNews.id- Angelina Jolie ditunjuk sebagai utusan khusus untuk para pengungsi oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Seiring tugasnya itu, Jolie mendesak Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO) dapat membantu PBB menghentikan penggunaan kekerasan seksual sebagai senjata perang. Hal itu seiring tugas Jolie ditunjuk PBB melindungi hak-hak para perempuan khususnya di daerah konflik.
Dilansir dari Reuters, bintang film Hollywood itu baru saja mengunjungi kamp pengungsi Suriah, di Yordania. Setelah itu, Jolie juga menghadiri pertemuan dengan North Atlantic Council di Brussels. Lalu ia melanjutkan lawatannya bertemu dengan angkatan militer NATO.
"Kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, khususnya kekerasan seksual merupakan ciri khas dalam suatu konflik. Hal itu terus terus mengalami peningkatan," ujar Jolie dalam sebuah konferensi pers di markas besar NATO. Hadir dalam konferendsi pers, Sekretaris Jenderal Jens Stoltenberg.
“Pemerkosaan digunakan sebagai senjata untuk mencapai tujuan militer atau politik. Dampak tersebut dapat mempengaruhi pria dan anak laki-laki serta perempuan dan anak perempuan,” imbuh Jolie dalam pidatonya.
NATO dengan jumlah 29 anggota memiliki misi dan tujuan yang dijalankan dari Kosovo hingga Afghanistan. Pihak Nato sepakat untuk membantu melaporkan kekerasan seksual dalam perang untuk diadili dihadapan pengadilan. NATO juga sepakat untuk menentang keras gagasan bahwa pemerkosaan adalah aspek konflik yang tidak dapat dihindari pada situasi konflik.
Ibu dengan enam anak yang tahu lalu merilis film tentang rezim Khmer Rouge di Kamboja pada 1970-an bertajuk First They Killed My Father ini mengatakan bahwa pihaknya telah bertemu dengan korban kekerasan seksual dalam konflik dan berusaha memperjuangkan hak-hak suara mereka. Selama ini, para korban mengaku kurangnya pendamping yang turut membantu mereka di kamp pengungsian.
Dengang begitu, Jolie berharap NATO dapat membantu dengan meningkatkan standar pelatihan program sebagai bekal bagi mereka untuk membantu sesama korban.
Selain itu, NATO diharapkan memberikan ruang bagi perempuan khusunya para korban untuk berlatih dan terjun di dunia militer.
Tak hanya itu saja, Jolie dihadapan NATO juga bersuara terkait keprihatinannya atas konflik yang terjadi di Rohingnya, Myanmar.
"Saya sangat prihatin dengan Rohingya, saya sangat marah. Saya sangat prihatin mendengar cerita tentang anak-anak perempuan berusia 10 tahun yang diperkosa disana," katanya.
"Kita semua harus melihat segala kemungkinan terkecil yang bisa dilakukan untuk membantu menyelesaikan masalah ini,” tandas Jolie.
Terhitung selama 2016, setidaknya sekitar 65 juta orang dipaksa untuk meninggalkan rumah mereka akibat berada di situasi konflik. Dengan demikian, Jolie mengatakan bahwa skala krisis pengungsi di seluruh dunia sangat besar.
Editor: Nanang Wijayanto