Dampak Corona di Industri Fashion, Marak Belanja Online hingga Desainer Bikin Masker Stylish
JAKARTA, iNews.id - Adanya pandemi virus corona baru (Covid-19) turut berdampak pada sektor ekonomi secara global, tak terkecuali industri fashion. Industri fashion mengalami penurunan yang signifikan akibat dari pabrik fashion yang berhenti beroperasi, pusat perbelanjaan ditutup, dan event fashion internasional seperti fashion week yang dibatalkan.
Apalagi, saat ini juga tengah diterapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mengakibatkan pergeseran dalam gaya hidup masyarakat. Misalnya, walaupun berusaha stay at home atau berada di rumah saja, namun masyarakat tetap terkoneksi secara daring.
Pekerjaan dan pemenuhan kebutuhan pun tetap berjalan dengan memanfaatkan teknologi digital, termasuk dalam belanja produk fashion yang kini lebih banyak dilakukan secara online. Tren ini, terjadi di Hong Kong, China, selama adanya pandemi ini.
Hal tersebut diungkapkan Janice Lee asal Hong Kong sebagai Partnership Director, Commercial Strategy, dalam diskusi Online Talkshow The New Normal for Fashion Business and Events oleh Indonesia Fashion Chamber (IFC).
“Belanja online merupakan solusi di masa pandemi Covid-19. Berbagai brand fashion sangat terbantu dengan menyediakan layanan belanja online. Bahkan banyak program marketing yang ditawarkan, seperti benefit return policy (barang dapat dikembalikan) dengan pengiriman gratis. Tentunya ini bagus untuk menstimulasi orang berbelanja, tapi perlu diperhatikan apakah ini akan sustainable dalam jangka panjang,” tutur Janice seperti dikutip dari siaran pers yang diterima iNews.id pada Senin (18/5/2020).
The new normal saat ini adalah berada di rumah saja dan aktivitas yang seharusnya dilakukan di luar rumah diubah menjadi serba online. Namun, Janice meyakini bahwa 90 persen orang akan langsung keluar rumah, pergi ke restoran, pusat perbelanjaan.
Secara naluriah, manusia adalah makhluk sosial yang tetap membutuhkan keluar rumah untuk berinteraksi langsung dengan lingkungannya. Begitu pula dalam hal belanja. Orang masih membutuhkan mencoba (fitting) baju/sepatu/make-up, menyentuh materialnya, melihat kualitasnya, sebelum membeli.
“Jadi, the new normal dalam berbelanja online sebenarnya cocok hanya untuk repeat product, barang yang pernah kita beli. Tapi untuk barang baru, masih perlu unsur experience dan human touch,” tuturnya.
Selain berbelanja online, kini juga banyak desainer yang memproduksi masker sebagai fashion item baru. Masker kini juga menjadi kebutuhan pokok di seluruh dunia untuk waktu yang cukup panjang ke depan.
Ali Charisma menegaskan bahwa pengembangan varian produk dengan masker menjadi solusi bisnis fashion yang tepat.
“Masker masih akan terus dibutuhkan. Desainer bisa membuat masker yang kreatif atau eksklusif dengan fungsi pelindung maupun sebagai aksesori fashion, seiring dengan pakaian yang lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat pascapandemi Covid-19. Selain masker, desainer bisa mengembangkan dengan produk homeware (perlengkapan rumah) dan homewear (pakaian untuk di rumah) yang juga banyak dibutuhkan selama pandemi ini,” kata Ali.
“Dengan adanya the new normal, maka kita tidak akan kembali sepenuhnya pada kehidupan di masa sebelum pandemi Covid-19, termasuk dalam bisnis fashion seperti strategi pemasaran dan penjualan. Pelaku industri fashion harus siap dengan tuntutan the new normal, terutama strategi online. Kesiapan strategi online sangat penting supaya dapat survive, bahkan berkembang di masa mendatang,” ucapnya.
Editor: Tuty Ocktaviany