Kabar Terbaru Kasus Fariz RM, Dipenjara atau Rehabilitasi?
JAKARTA, iNews.id - Kabar terbaru kasus Fariz RM menyita perhatian publik. Apakah musisi legendaris itu akan ditahan atau menjalani rehabilitasi?
Sidang putusan terkait kasus narkoba yang menjerat Fariz RM di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat baru akan dilangsungkan minggu depan. Itu artinya, hingga kini belum ada ketetapan hukum atas hukuman Fariz RM.
Seharusnya, sidang putusan Fariz RM dilangsungkan hari ini, Kamis 4 September 2025. Namun, karena ada penundaan oleh pihak PN, sidang dijadwalkan pada Kamis, 11 September 2025.
Di sisi lain, kuasa hukum Fariz RM, Griffinly Mewoh, memohon agar sidang putusan dilangsungkan secara tatap muka. Sebab, ini menentukan nasib hidup seseorang.
"Alasan ditunda, karena ini kan agenda putusan, adalah sidang terakhir. Yang ibaratnya napas hidup terakhir Mas Fariz adalah hari ini sebenarnya," ungkap Griffinly Mewoh di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis 4 September 2025.
"Makanya karena ini sidang terakhir, ya kami mintanya offline (tatap muka), yang di mana Mas Fariz harus hadir untuk mendengar secara langsung, tidak lewat online," tutur Griffinly Mewoh.
Fariz RM sendiri diketahui sudah siap menghadapi putusan dari majelis hakim. Apalagi, ini bukan kasus narkoba pertama baginya.
"Mas Fariz sendiri sudah siap dengan segala situasi, apa pun yang terjadi, apa pun keputusan yang diberikan kepada Mas Fariz, Mas Fariz sudah siap untuk menerimanya," jelas dia.
Fariz RM bahkan sudah meminta tim kuasa hukumnya agar tidak mengajukan banding setelah vonisnya ditetapkan.
"Tidak ada penolakan kalau berdasarkan permintaan Mas Fariz ke saya, bahwa, 'Sudah, Bro, apa pun keputusannya, kalau direhab Alhamdulillah, walaupun diputus pidana penjara, ya sudah, sudah tidak usah ada banding-banding'," katanya Griffinly Mewoh.
Sekadar informasi, sidang putusan kasus narkoba yang menjerat Fariz RM akan kembali digelar pada 11 September mendatang.
Atas kasus ini, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Fariz dengan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp800 juta karena dianggap melanggar Undang-Undang tentang Narkotika.
Editor: Muhammad Sukardi