Kisah Artis Legendaris Sofia WD, Intelijen Veteran Perang Berpangkat Sersan Mayor
JAKARTA, iNews.id – Kisah artis lawas selalu menarik untuk diulas. Banyak suka duka yang mereka lalui hingga menjadi pembelajaran bagi publik dan penggemarnya.
Salah satu yang menarik perhatian adalah Sofia WD. Dia dikenal sebagai artis legendaris era 1960-an (1940 hingga 1980). Dirangkum dari berbagai sumber, 30 tahun lebih berkecimpung di dunia film Sofia tidak hanya sebagai aktris, tapi juga sebagai sutradara hingga produser.
Perempuan kelahiran Bandung, 12 Oktober 1924 ini besar di tengah keluarga pedagang. Orangtuanya bernama Apandi dan Sumirah. Sofia adalah anak kedua dari empat bersaudara.
Saat berusia 14 tahun, dia sudah menikah dengan Eddy Endang, seorang kapten dari Pasukan Siliwangi. Bersuami tentara, Sofia pun banyak menelan asam garam dalam kehidupannya.
Pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan, Sofia ikut andil dalam pertempuran. Dia dan suaminya bergabung dalam unit khusus Intelijen Field Preparation yang dibentuk tokoh Intel Indonesia Zulkifli Lubis
Sofia diberikan pangkat sersan mayor, sementara suaminya kapten. Awalnya, mereka ditugaskan di Purwakarta, Jawa Barat, namun agresi militer Belanda pada 21 Juli 1947 memaksa mereka menyingkir ke Garut.
Saat itu, Eddy harus bergerilya di hutan, sementara Sofia tetap berada di kota. Agresi militer Belanda membuat Sofia terpaksa membakar semua dokumen ketentaraannya termasuk surat nikah.

Namun beberapa waktu kemudian suami Sofia ditangkap dan dibunuh pemberontak Daarul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), pada 3 Oktober 1947. Kematian Eddy sangat tragis. Dia dibunuh dengan cara dimasukkan ke dalam keranjang bambu, lalu ditusuk-tusuk pakai bambu runcing dan dihanyutkan ke Sungai Cimanuk, Garut.
Mendengar kematian sang suami, Sofia sangat terpukul. Sofia kemudian melarikan diri ke Bandung bersama anak-anaknya.
Untuk masuk ke Bandung, Sofia harus menyamar sebagai istri tukang minyak. Saat itu, Bandung telah dikuasai Belanda.
Sesampainya di Bandung Sofia memutuskan menetap bersama mertuanya. Untuk menyambung hidup, dia kemudian berjualan nasi kecil-kecilan.
Masih terpukul dengan kematian sang suami, dia memutuskan keluar dari militer. Hidup menjanda mempertemukan Sofia dengan rombongan artis yang mampir di warung nasinya.
Memiliki wajah cantik, Sofia diajak bergabung ikut manggung. Sofia pun pindah ke Jakarta. Pada Desember 1948, aktor kenamaan Ramli Rasyid mengajaknya bermain film Air Mata Mengalir di Citarum.
Saat film itu tayang banyak rekan-rekan seperjuangan Sofia bangga dan terharu karena jalan cerita film tersebut mirip dengan kisah hidup Sofia bersama almarhum suaminya Kapten Eddy. Sejak itu kariernya terus menanjak.

Dia kemudian menikah dengan S Waldy, sutradara dan komedian indo Jerman. Kariernya terus melejit. Sofia membintangi ratusan film. Sofia termasuk artis yang jenius.
Pada 1960, dia kali pertama tampil sebagai sutradara dalam film Badai Selatan, produksi CV Ibu kota Film. 10 tahun berikutnya, Sofia mendirikan Libra Film. Produksi film pertamanya adalah Si Bego dari Muara Condet.
Skenario penyutradaraan dan pimpinan produksi berada di tangannya. Film Badai Selatan membawa babak baru dalam hidup Sofia. Di situ dia bertemu WD Mochtar, veteran perang dan aktor asal Kalimantan Barat. Setelah sang suami S Waldy meninggal, Sofia kembali menikah dengan WD Mochtar.
Di sinilah nama WD disematkan pada namanya menjadi Sofia WD. Setelah melalui perjalanan hidup berliku-liku mulai dari menjadi intelijen tentara, bintang film, sutradara hingga produser, Sofia wafat pada usia 62 tahun di Rumah Sakit Cikini, pada 23 Juli 1986. Dia meninggal karena pendarahan otak akibat tekanan darah tinggi.
Sebagai veteran perang, Sofia dimakamkan secara militer di Taman Pahlawan Kalibata, Jakarta. Sanak saudara dan penggemarnya berduyun-duyun mengantarkan jenazah artis legendaris ini menuju peristirahatan terakhir.
Editor: Dani M Dahwilani