Masih Ada RS yang Pasang Tarif Lebih dari Rp150.000 untuk Rapid Test, Ada Sanksi?
JAKARTA, iNews.id - Beberapa waktu yang lalu Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan peraturan terkait batasan tarif pemeriksaan rapid test sebesar Rp150.000. Penetapan tarif tersebut mulai diberlakukan sejak 6 Juli 2020.
Namun, beberapa rumah sakit terpantau masih menerapkan ‘tarif lama’ atau di atas Rp150.000 untuk menjalani pemeriksaan rapid test antibodi. Hal itu juga dibenarkan oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI).
Sekretaris Jenderal PERSI Dr Lia G Partakusuma, SpPK, MARS, MM, mengatakan, pemeriksaan tersebut terdiri dari beberapa komponen, yang akhirnya menentukan tarif. Mulai dari alat, APD tenaga kesehatan, jasa pelayanan, dan rumah sakit. Itulah yang menimbulkan adanya variasi harga di rumah sakit.
“Terus terang dari PERSI sudah berusaha meminta teman-teman rumah sakit segera mematuhi (batasan tarif Kemenkes). Tetapi ya mungkin masyarakat masih bisa menemui bahwa beberapa rumah sakit masih harus menggunakan tarif lamanya karena alasan-alasan tersebut,” ujarnya dalam bincang virtual di kanal YouTube BNPB, Senin (13/7/2020).
Terkait hal tersebut, dia mengungkapkan PERSI tidak dapat memberikan sanksi. Namun, asosiasi tersebut akan terus mengimbau rumah sakit sekaligus menjadi lidah penyambung untuk meminta kelonggaran waktu dari Kementerian Kesehatan.
“Ini menjadi PR buat kami, karena kaget tiba-tiba ada aturan yang dikeluarkan, sementara rumah sakit-rumah sakit belum siap. Apa pun itu kita menyambut baik bahwa ini memang harus ada patokan. Kalau tidak, harganya akan menjadi tidak terkendali,” ucapnya.
“Banyak rumah sakit yang meminta kepada PERSI, apakah mungkin ada masa transisi, karena pembelian (alat rapid test) yang dulu itu sedikit sekali yang di bawah Rp100.000,” katanya.
Sementara itu Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan RI dr Tri Hesty Widyastoeti, SpM, MPH, mengatakan belum ada peraturan terkait sanksi untuk rumah sakit yang masih memasang ‘tarif lama’ atau lebih tinggi dari Rp150.000.
“Ke depan kami akan melihat perkembangan dari surat edaran ini bagaimana. Masyarakat dan rumah sakit sudah menyambut baik dan banyak yang sudah mematuhi. Saya kira dengan banyaknya distributor-distributor yang ikut membantu dengan harga bersaing, maka itu juga dapat membantu rumah sakit. Itu yang kita harapkan. Jadi sebetulnya, tidak perlu sanksi yang betul-betul,” tuturnya.
Editor: Tuty Ocktaviany