Roekiah Artis Tercantik Era 1940-an, Hidupnya Berakhir Sedih Dipaksa Menghibur Tentara Jepang
JAKARTA, iNews.id – Sosok Roekiah sangat terkenal di era 1940-an, Dia merupakan artis sekaligus bintang film pertama di Indonesia. Berkat Roekiah juga industri perfilman Indonesia dikenal pada masa itu.
Roekiah sejak kecil memang dikenalkan dengan dunia seni peran. Orangtuanya merupakan pemain sandiwara dari rombongan Opera Poesi Indra Bangsawan. Tumbuh besar dalam dunia yang sarat seni, Roekiah pun pada 1937 mulai terjun ke dunia perfilman dengan film Terang Boelan karya Albert Balink.
Sukses jadi pemeran utama, berdasarkan rangkuman iNews.id Roekiah pernah beradu akting dengan Rd Mochtar dan berhasil meraup uang sejumlah 200 ribu Dolar Selat. Setelah sukses dengan Terang Boelan, perusahaan produksi film tersebut memutuskan berhenti menggarap film fiksi.
Alhasil demi menghidupi keluarga dan banyak orang, Kartolo suami Roekiah pun menciptakan Terang Boelan Troupe. Dia bersama para mantan aktor Terang Boelan mendirikan perusahaan Tan’s Film.
Bersama Tan’s Film, Roekiah sukses berperan dalam film Fatima bersama Rd Mochtar. Dia pun mendapatkan pujian dari dunia film internasional. Dielu-elukan oleh berbagai surat kabar, Roekiah dan Rd Mochtar pun menjadi pasangan selebriti layar lebar pertama di Indonesia masa kolonial.
Usai bermain di tujuh film, Roekiah pun direkrut oleh pemerintah kolonial Jepang yang mengambil alih Indonesia dari Belanda pada tahun 1942. Menjadi artis di studio Nippon Eigasha, Roekiah pun dituntut untuk membuat film-film propaganda. Salah satu film yang dia bintangi dari studio ini berjudul ‘Ke Seberang’ pada 1944.
Tak hanya berperan dalam film propaganda, berdasarkan rangkuman iNews.id Roekiah juga diminta membuat lagu dan melakukan tur Jawa untuk menghibur tentara Jepang. Namun pada saat tur Roekiah selalu jatuh sakit dan sempat keguguran karena kerasnya roda kerja di bawah para tentara. Akhirnya, setelah rampung tur, Roekiah pun pulang ke Jakarta.
Sayangnya Roekiah tak bisa bertahan hidup. Dia meninggal dunia tak lama setelah Proklamasi, tepatnya pada 2 September 1945 di usia 27 tahun.
Editor: Elvira Anna