Mengenang Ratna Asmara, Sutradara Wanita Pertama di Indonesia
Diketahui, Ratna adalah sutradara wanita pertama Indonesia. Film pertama yang dibuatnya berjudul Sedap Malam produksi Persari pada 1950 atau lima tahun setelah kemerdekaan.
Pemilik nama asli Suratna ini mengawali karier sebagai seorang penari dan penyanyi rombongan tonil Dardanella. Ratna bergabung dengan kelompok sandiwara Dardanella pada awal 1930-an. Kala itu, Ratna dikenal memiliki suara yang bagus.
Pada akhir 1930-an, Ratna bergabung dengan kelompok Bolero yang dipimpin suaminya, Andjar Asmara hingga menjadi bintang Bolero.
Ketika Andjar diminta The Teng Chun menyutradarai film berjudul Kartinah untuk Java Industrial Film (JIF), Ratna ikut ambil peran. Dia membintangi sebagai peran utama Kartinah.
Ratna juga berperan dalam film Andjar lainnya, yaitu Noesa Penida (sebuah kisah cinta di Bali) dan Ratna Moetoe Manikam, sebuah kisah cinta antara tiga dewi dan satu manusia.
Sutradara wanita pertama di Indonesia yang memproduksi kedua film tersebut sempat mengalami kendala karena Jepang hampir sampai di Indonesia. Namun pada akhir 1941 hingga awal 1942, dua film ini berhasil diproduksi, bahkan berhasil tayang di bioskop.
Saat masa kependudukan Jepang pada tahun 1942-1945, Ratna dan Andjar Asmara membentuk grup sandiwara Angkatan Moeda Matahari, yang kemudian berganti nama menjadi Tjahaja Timoer.
Selain memiliki kemampuan berakting, Ratna juga lihai bernyanyi. Bahkan suaranya sempat direkam dan dimasukkan ke dalam piringan hitam label His Master’s Voice atau HMV yang beredar pada tahun 1942.
Ada empat lagu yang dinyanyikan olehnya di bawah label itu, diantaranya Tanah Airkoe Indonesia, Terang Boelan di Malaya, Nasib Perempoean, dan Sebatang Kara.
Proses rekamannya berlangsung di Studio HMV di Singapura pada tahun 1938. Ketika itu, Andjar menjabat sebagai manajer rekaman HMV perwakilan Indonesia.
Sutradara wanita pertama di Indonesia ini, selama Revolusi Nasional yang dimulai dengan kemerdekaan Indonesia sempat membintangi satu film yang berjudul Djauh di Mata pada 1948.
Setelah bermain peran dalam beberapa film, Ratna mulai terjun menjadi sutradara di film berjudul Sedap Malam pada 1950. Ini setelah Djamaluddin Malik memintanya menyutradarai film untuk perusahaan Persari.
Di film tersebut Djamaluddin bertindak sebagai produser dan sang suami Andjar penulis skenario. Film ini menjadikan Ratna sebagai sutradara wanita Indonesia pertama.
Pada 1953, Ratna mendirikan rumah produksi Ratna Films, dengan membuat satu film berjudul Nelajan. Namun, namanya berganti menjadi Asmara Films.
Sutradara wanita pertama di Indonesia ini pun sempat membuat satu film lagi, Dewi dan Pemilihan Umum pada 1954, bertepatan dengan pemilihan umum pertama pada 1955. Seiring perjalanan waktu, Ratna berpulang pada 1981.
Setelah Ratna, hanya ada tiga sutradara wanita Indonesia sampai akhir abad ke-20, Chitra Dewi, Sofia WD, dan Ida Farida. Sutradara ini jarang mendapat pengakuan yang sama seperti sutradara pria. Selama periode ini menjadi bintang film merupakan satu-satunya cara seorang perempuan mendapatkan prestasi tinggi. Memang, selama kariernya sebagai sutradara Ratna jarang mendapat dukungan dari sutradara pria.
Editor: Dyah Ayu Pamela