Viral Fotografer Cantik Afganistan Roya Heydari Melarikan Diri dari Negaranya
KABUL, iNews.id - Postingan memilukan pembuat film dan fotografer Afghanistan, Roya Heydari yang melarikan diri dari negaranya viral di media sosial. Perempuan cantik tersebut terlihat dengan raut muka penuh keputusasaan dan dilema, mewakili ribuan wanita di negara yang saat ini dikuasai Taliban.
Dalam posting Twitter-nya, Heydari berbagi foto dari bandara Kabul - satu-satunya jalan keluar negara: "Sekali lagi, saya lari dari Tanah Air saya. Sekali lagi, saya akan mulai dari nol."
Wartawan foto itu mengatakan dia hanya membawa kameranya dan "jiwa yang mati" saat dirinya melarikan diri. Dia mengakhiri postingannya dengan berat hati, menulis: "Saya hanya membawa kamera dan jiwa yang mati bersama saya melintasi lautan. Dengan berat hati, selamat tinggal Ibu Pertiwi. Sampai kita bertemu lagi."
Menurut Al Jazeera, Heydari berhasil melarikan diri dari Kabul dan mencapai Prancis lima hari lalu. Ini didorong ketakutan dia tidak akan diizinkan bekerja di bawah rezim Taliban.
"Kematian hanya datang sekali, saya tidak takut mereka membunuh saya," katanya. "Yang saya takutkan adalah dikurung, tidak bisa keluar dan melanjutkan pekerjaan saya."
"Saya meninggalkan seluruh hidup saya, rumah saya untuk terus memiliki suara," tulis pembuat film itu, menggarisbawahi sekali lagi masalah hak dan keamanan perempuan di bawah rezim Taliban.

Postingan Twitter-nya, dibagikan secara luas di platform microblogging. Heydari menerima ribuan pesan dukungan.
"Serangan teror Bandara Kabul, terlepas dari janji perdamaian Taliban, adalah beberapa alasan mengapa warga Afghanistan mati-matian berusaha meninggalkan negara itu dan meninggalkan segalanya," kata seorang pengguna Twitter saat menanggapi postingan tersebut.
Laporan terbaru datang seorang jurnalis perempuan Afghanistan dilarang bekerja setelah Taliban kembali berkuasa.
Juru bicara Taliban mengatakan, perempuan tidak boleh pergi bekerja untuk keselamatan mereka. Ini merusak upaya kelompok tersebut meyakinkan pengamat internasional, bahwa mereka akan lebih toleran terhadap perempuan dari sebelumnya saat terakhir berkuasa.
Editor: Dani M Dahwilani