JAKARTA, iNews.id – Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri berhasil mengamankan lima individu yang berperan dalam merekrut anak-anak ke jaringan teroris melalui berbagai platform digital. Polri menyebut proses perekrutan dilakukan secara aktif lewat media sosial.
Karopenmas Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengungkapkan bahwa dalam proses penyelidikan dan penyidikan selama satu tahun terakhir, aparat menemukan tiga perkara dengan fokus utama pada pola rekrutmen anak-anak dan pelajar melalui pemanfaatan ruang digital.
Bos Google: Jangan Membabi Buta Percaya pada AI
"Termasuk di antaranya media sosial, gim online, aplikasi perpesan instan dan situs-situs tertutup," kata Trunoyudo dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Ia menjelaskan bahwa kelima pelaku ditangkap sepanjang 2025, dan dua di antaranya baru diamankan pada Senin, 17 November 2025.
Densus 88 Ungkap 1 dari 5 Tersangka Perekrut Anak ke Kelompok Teroris Terafiliasi ISIS
"Penindakan terbaru dilakukan pada Senin, 17 November 2025 dengan menangkap dua tersangka dewasa yang berperan sebagai perekrut dan pengendang komunikasi kelompok. Kelompok satu di Sumatera Barat, dan satu di wilayah Jawa Tengah," katanya.
Trunoyudo memaparkan bahwa para tersangka direkrut melalui grup media sosial. Tersangka pertama berinisial FW alias YT, warga Medan, Sumatera Utara (47), ditangkap pada 5 Februari 2025.
5 Perekrut Teroris Anak Ditangkap, 1 Orang Ternyata Pemain Lama Pernah Dipenjara
Sementara tersangka kedua dan ketiga, masing-masing LM dari Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, serta PP alias BMS di Sleman, DI Yogyakarta (37), ditangkap pada 22 September 2025.
Dua tersangka terakhir, masing-masing MSPO asal Tegal, Jawa Tengah (18) dan JJS alias BS dari Agam, Sumatera Barat (19), dibekuk pada 17 November 2025.
"Atas peranannya merekrut dan memengaruhi anak-anak tersebut supaya menjadi radikal bergabung dengan kelompok terorisme dan melakukan aksi teror," tuturnya.
Hingga kini, Densus 88 mencatat sekitar 110 anak berusia 10–18 tahun di tiga provinsi yang diduga telah terekrut jaringan terorisme.
Editor: Komaruddin Bagja