12 Partai Oposisi Malaysia Bersatu karena Isu Ekonomi: Dari Islamis hingga Sosialis
KUALA LUMPUR, iNews.id - Peta politik Malaysia memasuki babak baru. Sebanyak 12 partai oposisi resmi bergabung dalam sebuah koalisi longgar dengan satu tujuan utama, memperjuangkan aspirasi rakyat di tengah meningkatnya beban ekonomi.
Menariknya, partai-partai yang tergabung berasal dari spektrum ideologi yang sangat beragam, mulai dari kelompok Islamis hingga sosialis, namun kali ini mereka bersatu dalam isu yang sama, yakni krisis biaya hidup.
Koalisi ini dipimpin oleh Presiden Partai Pribumi Bersatu Malaysia (Bersatu), Muhyiddin Yassin, yang juga mantan Perdana Menteri. Partai yang ikut serta mencakup Partai Islam SeMalaysia (PAS), Parti Gerakan Rakyat Malaysia, Parti Pejuang Tanah Air, Ikatan Demokratik Malaysia, Parti Rakyat India Malaysia, Parti Bumiputera Perkasa Malaysia, Parti Progresif Penduduk Malaysia, Barisan Jemaah Islamiah Se-Malaysia, Parti Sosialis Malaysia, Parti Kemajuan Malaysia, dan Parti Perikatan India Muslim Nasional, serta sebuah organisasi masyarakat bernama Bersepakat Hak Rakyat Malaysia.
Muhyiddin menegaskan, tujuan koalisi ini bukan untuk menggulingkan pemerintahan Perdana Menteri Anwar Ibrahim, melainkan menyoroti isu-isu mendesak yang dirasakan rakyat.
“Ini adalah hal-hal yang membutuhkan perhatian, termasuk Rencana Malaysia ke-13, yang menurut kami belum menyentuh banyak masalah utama rakyat,” ujarnya dalam konferensi pers pada Senin.
Isu Ekonomi Jadi Perekat
Meski beragam latar belakang ideologi, partai-partai oposisi sepakat menjadikan isu ekonomi sebagai fokus bersama. Kenaikan biaya hidup dinilai menjadi masalah paling mendesak. Menurut Muhyiddin, meskipun tingkat inflasi relatif rendah, rakyat justru merasakan harga barang kebutuhan sehari-hari terus meningkat.
Kondisi ini diperparah oleh restrukturisasi subsidi bahan bakar yang membuat ongkos logistik naik, serta penerapan pajak penjualan dan jasa (SST) yang sejak 1 Juli diperluas hingga mencakup hampir 6.000 jenis barang dan jasa.
Dampaknya, tidak hanya masyarakat umum yang menjerit, tapi juga pelaku usaha kecil dan menengah.
“Banyak pedagang dan pengusaha mengeluh biaya operasional meningkat. Ini menekan daya saing dan pada akhirnya membebani rakyat,” kata Muhyiddin.