5 Fakta Elon Musk Pamit dari Pemerintahan Trump, Lengkap dengan Alasannya
WASHINGTON, iNews.id – Elon Musk, pendiri Tesla dan SpaceX, secara resmi mengakhiri tugasnya sebagai pegawai khusus di pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Keputusan ini mengejutkan banyak pihak, mengingat Musk adalah sekutu penting Trump dalam Pilpres 2024.
Masa tugas Musk di pemerintahan Trump memang sudah berakhir, namun memunculkan pertanyaan besar karena hubungan sang miliarder terkaya di dunia itu sedang tidak baik-baik saja dengan para pejabat pemerintahan Trump.
Musk menjabat sebagai Kepala Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) dengan masa tugas terbatas selama 130 hari. Masa jabatannya secara resmi berakhir pada 30 Mei 2025.
Ia menyampaikan pengunduran diri melalui media sosial X, sekaligus mengucapkan terima kasih kepada Trump atas kesempatan berkontribusi dalam efisiensi pemerintahan.
Meski selama menjabat merupakan sekutu dekat Trump, Musk memilih tidak bertemu langsung dengan Presiden sebelum mengumumkan pamit. Langkah ini memicu spekulasi bahwa hubungan keduanya mulai merenggang.
Musk belakang ini menghilang dari sorotan publik, ditandai namanya semakin jarang disebut oleh Trump maupun pejabat lain. Sumber tersebut menambahkan, Musk bahkan tidak bertemu Trump sebelum mengumumkan pamit.
Sebelumnya Musk mengkritik rancangan undang-undang (RUU) pajak pemerintahan Trump dengan menyebutnya terlalu mahal dan berpotensi mengganggu tugas DOGE.
Selama beberapa pekan terakhir, Musk juga kerap berselisih pendapat dengan beberapa pejabat tinggi AS. Dia mengkritik penasihat perdagangan Gedung Putih Peter Navarro dengan menyebutnya sebagai bodoh karena menolak usulan pemberlakuan tarif nol persen untuk Eropa.
Selama menjabat pemimpin DOGE, Musk berhasil membujuk Trump melakukan pemangkasan besar-besaran terhadap PNS federal. Sekitar 260.000 pegawai federal, sekitar 12 persen dari total 2,3 juta pebgawai, diberhentikan melalui program efisiensi, pensiun dini, dan restrukturisasi lembaga.
Tak heran Musk seketika menjadi musuh bersama rakyat AS karena dianggap bertanggung jawab atas pemecatan banyak PNS. Banyak fasilitas Tesla maupun mobil listrik tersebut yang menjadi sasaran serangan warga yang marah.
Menjelang akhir masa jabatannya, Musk mulai kerap berbeda pandangan dengan beberapa pejabat tinggi pemerintahan Trump. Ia mengkritik RUU pajak yang dianggap terlalu mahal dan mengganggu misi DOGE.
Bahkan, ia menyebut penasihat perdagangan Gedung Putih Peter Navarro “bodoh” karena menolak usulan tarif nol persen untuk Eropa.
Setelah keluar dari pemerintahan, Musk menyatakan akan mencurahkan waktunya kembali untuk mengelola bisnis-bisnisnya, termasuk Tesla dan SpaceX. Meski begitu, ia yakin kebijakan efisiensi yang telah diterapkan akan tetap dijalankan oleh pemerintahan Trump ke depan.
Pengunduran diri Elon Musk menandai akhir dari kolaborasi yang tak biasa antara seorang teknokrat dan pemimpin populis. Meski masa tugasnya singkat, jejak kebijakan yang ditinggalkannya diyakini akan terus memengaruhi arah birokrasi federal AS dalam waktu dekat.
Editor: Anton Suhartono