5 Fakta Memburuknya Hubungan AS-Saudi gegara Minyak, Nomor 4 Muncul Seruan Jihad
JAKARTA, iNews.id - Hubungan Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi menghadapi ujian berat terkait minyak. Organisasi pengekspor minyak OPEC yang secara de facto dipimpin Arab Saudi memangkas produksi hingga 2 juta barel per hari sejak bulan ini. Jumlah 2 juta barel yang dipangkas tersebut merupakan 2 persen dari pasokan global.
Ini bertentangan dengan permintaan Presiden AS Joe Biden yang menginginkan produksi minyak dinaikkan agar harga turun. Salah satu alasannya, kondisi tersebut bisa memukul Rusia yang membutuhkan dana besar untuk perang di Ukraina.
Berikut fakta-fakta memburuknya hubungan AS dan Saudi:
1. Seruan Pembekuan Hubungan
Senator Partai Demokrat yang juga Ketua Komite Hubungan Luar Negeri AS Bob Menendez pada Oktober lalu mendesak pemerintahan Biden untuk membekukan kerja sama dengan Arab Saudi di semua lini, termasuk penjualan senjata. Dia menuduh keputusan Saudi itu sama saja membantu Rusia berperang di Ukraina.
"Amerika Serikat harus segera membekukan semua bidang kerja sama dengan Arab Saudi, termasuk penjualan senjata dan kerja sama keamanan di luar apa yang mutlak diperlukan demi membela personel dan kepentingan AS," kata Menendez.
Dia menegaskan tidak akan menyetujui bentuk kerja sama apa pun dengan Saudi sampai mengubah kebijakannya terkait dengan perang di Ukraina.
2. Ancaman Joe Biden
Joe Biden ikut mengancam Arab Saudi. Dia mengatakan akan ada konsekuensi terhadap hubungan kedua negara akibat keputusan Saudi. Pengumuman ini disampaikan Biden sehari setelah Menendez menyampaikan ancaman serupa.
Meski demikian Biden enggan memberikan rincian bentuk konsekuensi yang dimaksud.
Juru Bicara Gedung Putih Karine Jean Pierre mengatakan AS akan meninjau kembali kebijakan terhadap Saudi meski tidak menyebutkan waktunya. Dia menegaskan AS akan memantau perkembangan secara cermat selama beberapa pekan dan bulan ke depan.
3. Alasan Saudi Pangkas Produksi Minyak
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Faisal bin Farhan menjelaskan keputusan OPEC+, termasuk di dalamnya Rusia, memangkasn produksi minyak murni berlatar belakang ekonomi, tidak terkait konflik di Ukraina.
Keputusan itu juga diambil melibatkan negara anggota lainnya, bukan hanya Saudi.
"Anggota OPEC+ bertindak secara bertanggung jawab dan mengambil keputusan yang tepat," kata Faisal.
4. Ancaman Jihad Pangeran Saudi
Di tengah ketegangan ini, Pangeran Saudi Saud Al Shaalan merespons dengan ancaman untuk melakukan proyek jihad dan mati syahid. Perkataannya itu terekam dalam sebuah video di media sosial yang viral.
Keponakan Raja Salman itu menyerukan rakyat Saudi siap berjihad jika negaranya hancur.
“Jika ada yang menantang keberadaan negara ini, kita semua siap untuk mati syahid dan jihad,” kata Pangeran Saud.
5. Turki Bela Saudi
Turki membela Arab Saudi dari sikap AS. Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan AS menindas sekutunya terkait keputusan OPEC+ memangkas produksi minyak besar-besaran.
“Kami melihat ada negara yang mengancam Arab Saudi, terutama baru-baru ini. Penindasan ini tidak benar,” kata Cavusoglu.
Dia memandang AS tidak seharusnya menggunakan alasan minyak untuk menekan Arab Saudi atau negara lain.
Editor: Anton Suhartono