Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : UU Peradilan Militer Digugat ke Mahkamah Konstitusi, Kenapa?
Advertisement . Scroll to see content

71 Warga Sipil Tewas sejak Akhir Tahun Lalu, Militer Diminta Bertanggung Jawab 

Selasa, 15 Maret 2022 - 16:00:00 WIB
71 Warga Sipil Tewas sejak Akhir Tahun Lalu, Militer Diminta Bertanggung Jawab 
Human Right Watch meminta militer Mali bertanggung jawab atas tewasnya 71 warga sipil . (Foto: Reuters)
Advertisement . Scroll to see content

BAMAKO, iNews.id - Human Right Watch meminta militer Mali bertanggung jawab atas tewasnya 71 warga sipil sejak awal Desember tahun lalu. Pemerintah militer Mali menentang temuan kelompok hak asasi manusia terkemuka yang berbasis di New York itu.

"Ada lonjakan dramatis dalam jumlah warga sipil, termasuk tersangka, yang dibunuh oleh tentara Mali dan kelompok Islam bersenjata," kata direktur Sahel di Human Rights Watch, Corinne Dufka dalam laporan Selasa (15/3/2022). 

Dia menambahkan, pelanggaran yang dilakukan militer Mali kemungkinan besar merupakan kejahatan perang. 

Pelecehan tentara di tengah dan barat daya Mali, termasuk eksekusi orang tua dan anak-anak, telah meningkat. Tentara berusaha untuk melawan pemberontakan Islam yang melanda seluruh negeri itu sejak 2012.

"Selama periode yang sama, militan Islam membunuh 36 warga sipil," kata Human Rights Watch.

Sayangnya, pemerintah Mali tidak menanggapi permintaan komentar dari Reuters. Pemerintah mengatakan, mereka sedang menyelidiki sejumlah pelanggaran yang diuraikan dalam laporan tersebut.

Namun mereka membantah terlibat dalam insiden paling parah yakni eksekusi massal bulan ini. Sebanyak 35 tubuh warga sipil hangus ditemukan di wilayah Ségou, beberapa dengan lubang di belakang kepala mereka.

Kepada Human Rights Watch, saksi mata mengatakan, di antara yang tewas merupakan orang-orang yang baru-baru ini ditangkap oleh tentara. PBB sedang menyelidiki insiden tersebut.

Masalah Mali dimulai pada 2012 ketika para jihadis mengambil alih pemberontakan separatis utara. Mantan kekuatan kolonial Prancis mengirim pasukan yang mengalahkan pemberontak pada 2013. 

Tetapi pada 2015 kelompok-kelompok bersenjata yang terkait dengan al Qaeda bangkit kembali dan melepaskan gelombang kekerasan. Serangan terus berlanjut, meskipun kehadiran ribuan pasukan internasional dan penjaga perdamaian. Banyak daerah berada di bawah kendali militan.

Situasi ini telah menyebabkan rusaknya demokrasi. Sebuah junta militer merebut kekuasaan pada tahun 2020 sebagian karena frustrasi atas ketidakmampuan pemerintah untuk mengambil kendali.

Militer dalam beberapa kasus mengakui bahwa pasukannya terlibat dalam eksekusi dan pelanggaran lainnya dalam beberapa tahun terakhir. Tetapi, hanya sedikit yang menghadapi tuntutan pidana.

Editor: Umaya Khusniah

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut