75 Tahun Bom Atom Nagasaki: Pengingat Bahaya Senjata Nuklir bagi Kehidupan Manusia
UKRAINA, iNews.id - Warga kota Nagasaki, Jepang, memperingati 75 tahun peristiwan bom atom yang dijatuhkan tentara Amerika Serikat. Peringatan kali ini berlangsung di tengah pandemi Covid-19.
Bom atom kedua dijatuhkan pesawat pembom Amerika Serikat di kota Nagasaki pada 9 Agustus 1945, tiga hari berselang setelah bom atom pertama menghancurkan kota Hiroshima. Korban tewas di Hiroshima diperkirakan sekitar 140.000 orang sementara lebih dari 74.000 orang meninggal dunia di Nagasaki.
Jumlah korban jiwa tersebut termasuk mereka yang meninggal karena radiasi beberapa tahun sesudahnya.
Dikutip dari AFP, Minggu (9/8/2020), warga Nagasaki menghadiri upacara mengenang korban bom atom di Gereja Urakami yang berada tak jauh dari lokasi bom atom jatuh. Upacara peringatan lainnya juga digelar di Peace Park di pusat kota.
Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, panitia membatasi partisipasi publik dengan memperhatikan protokol kesehatan guna mencegah penyebaran Covid-19. Upacara peringatan juga disiarkan langsung dengan menggunakan Bahasa Jepang dan Inggris.
Terumi Tanaka, 88, yang merupakan korban selamat saat tragedi bom atom Nagasaki masih ingat semua momen mengerikan tersebut. Saat bom atom meledak, Tanaka masih berusia 13 tahun.
"Saya melihat banyak orang dengan luka terbakar mengerikan dan luka-luka lainnya dievakuasi. Orang-orang yang tewas di sekolah dibawa ke pusat penampungan," kata Tanaka.
Kengerian peristiwa bom atom Hiroshima-Nagasaki jadi pengingat betapa bahaya dan menghancurkannya tenaga nuklir jika dimanfaatkan sebagai senjata perang. Tanaka berharap negara-negara maju di dunia sama-sama mengontrol kepemilikan senjata nuklir mereka.
"Dunia harus mencegah senjata nuklir karena kami tidak pernah menginginkan generasi lebih muda mengalami hal sama," lanjutnya.
"Manusia saat ini memiliki sekitar 13.000 ribu bom nuklir sekarang. Pertanyaannya, apakah orang-orang tidak akan pernah menggunakannya? Anda tidak akan pernah tahu, benar-benar tidak akan pernah tahu," ujarnya.
Editor: Arif Budiwinarto