BANGKOK, iNews.id – Aktivis yang juga pengacara terkemuka Thailand, Arnon Nampa, hari ini dijatuhi hukuman empat tahun penjara atas tuduhan penghinaan terhadap kerajaan. Pria itu sebelumnya menjadi terkenal lantaran seruannya secara lantang untuk reformasi monarki Thailand.
Reuters melansir, Arnon menjadi populer karena pidatonya yang melanggar tabu di Kerajaan Thailand selama berlangsungnya protes kelompok pendukung demokrasi pada 2020. Kala itu, dia menyerukan debat publik mengenai peran raja Thailand yang berkuasa.
Skandal Korupsi Uni Eropa Bisa Jatuhkan Presiden Komisi Eropa Ursula Von Der Leyen
Undang-Undang Lese-majeste Thailand melindungi istana dari kritik dan bakal menjatuhkan hukuman penjara maksimal 15 tahun untuk setiap penghinaan terhadap monarki. Hukuman semacam itu dikutuk secara luas oleh kelompok hak asasi manusia internasional.
“Kami berusaha memberinya jaminan,” kata pengacara Arnon, Krisadang Nutcharus, kepada Reuters, Selasa (26/9/2023).
Kawasan Wisata Phuket Dikuasai Turis Rusia, Warga Thailand Ngamuk
Putusan tersebut merupakan yang pertama dari 14 kasus lese-majeste yang menejerat Arnon. Dia adalah pemimpin gerakan pro-demokrasi yang dilakukan kaum muda Thailand saat berunjuk rasa Ibu Kota Bangkok pada 2020. Demonstrasi ada waktu itu berhasil menarik ratusan ribu orang untuk turun ke jalan.
Profil dan Biodata First Kanaphan, Aktor Muda Thailand Melejit Karena Iklan
Dalam aksi tersebut, para pengunjuk rasa menyerukan Perdana Menteri Thailand kala itu, Prayuth Chan-ocha, untuk mundur. Pendemo juga menyerukan reformasi monarki serta menghapus undang-undang penghinaan kerajaan, yang dikenal sebagai Pasal 112 KUHP.
Hingga bulan lalu, setidaknya 257 orang telah didakwa dengan UU tersebut. Sebanyak 112 orang didakawa sejak 2020 saja, menurut kelompok advokat yang tergabung dalam Pengacara Hak Asasi Manusia Thailand. Istana biasanya enggan mengomentari undang-undang tersebut.
Editor: Ahmad Islamy Jamil
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku