Amerika Batasi Penerbitan Visa Pejabat China Terkait Penutupan Akses ke Tibet
WASHINGTON, iNews.id - Pemerintah Amerika Serikat membatasi penerbitan visa bagi pejabat China. Langkah ini diambil sebagai respons atas tindakan Beijing menghalangi perjalanan diplomat, jurnalis dan turis AS ke wilayah Tibet.
Kebijakan tersebut diumumkan Menteri Luar Negeri AS, Mark Pompeo, Selasa (7/7/2020) waktu setempat. Dia mengatakan kebijakan tersebut sebagai bukti komitmen Amerika Serikat mendukung 'otonomi khusus' bagi Warga Tibet dan menghormati hak asasi manusia yang paling mendasar.
Pemerintah China sudah lama memberlakukan larangan masuk ke Tibet, alasannya untuk memerangi terorisme dan separatisme di wilayah tersebut pascakerusuhan pada Maret 2008.
Saat itu penduduk Tibet yang memprotes Pemerintah China menyerang pendatang dan toko-toko milik warga China serta membakar sebagian area perdagangan Lhasa.
China mengatakan, Tibet secara historis merupakan bagian dari wilayahnya sejak pertengahan abad ke-13. Partai Komunis telah memerintah kawasan di Himalaya itu sejak pasukan Komunis masuk tahun 1951.
"Akses ke wilayah Tibet semakin vital bagi stabilitas regional, mengingat pelanggaran hak asasi oleh China di sana, serta kegagalan Beijing untuk mencegah degradasi lingkungan di dekat hulu sungai-sungai utama Asia," kata Pompeo dikutip dari Reuters, Rabu (8/7/2020).
"Hari ini saya mengumumkan pembatasan visa pada pemerintah China dan pejabat Partai Komunis China yang terlibat langsung secara substansial dalam perumusan atau pelaksanaan kebijakan yang terkait dengan akses bagi orang asing ke wilayah Tibet," lanjutnya.
Sebelumnya, Pemerintah Amerika Serikat juga membatasi penerbitan visa bagi pejabat China yang terlibat dalam perumusan dan pengesahan Undang-Undang Keamanan Nasional pada Juni lalu. UU kontroversial tersebut dinilai sebagai upaya China membungkam kebebasan rakyat Hong Kong.
Hubungan AS dan China mencapai titik terendah dalam beberapa tahun sejak pandemi Covid-19 yang ditetapkan WHO Pada Januari lalu. Pemerintah Donald Trump menuding China tidak transparan tentang wabah tersebut.
Editor: Arif Budiwinarto