Armenia-Azerbaijan Tolak Pembicaraan Damai, Singgung Campur Tangan Turki dalam Perang Karabakh
NAGORNO-KARABAKH, iNews.id - Pemerintah Armenia dan Azerbaijan kembali saling tuduh insiden penyerangan ke wilayah masing-masing. Mereka juga menolak tekanan internasional agar menghentikan perang dan mengadakan pembicaraan damai.
Armenia dan Azerbaijan kembali terlibat dalam peperangan di wilayah perbatasan yang disengketakan, Nagorno-Karabakh, sejak Minggu (27/9/2020) kemarin. Hingga Selasa (29/9/2020) waktu setempat, pertempuran dua negara pecahan Uni Soviet telah menewaskan 39 tentara, melukai warga sipil serta menimbulkan kehancuran infrastruktur di wilayah itu.
Reuters melaporkan, Armenia dan Azerbaijan saling mengklaim serangan militer telah melebar ke teritorial negara masing-masing. Armenia menuduh Azerbaijan--yang diduga mendapat bantuan peralatan dan pasukan perang dari Turki--menembakan rudal ke wilayah Armenia.
Azerbaijan balik menuding Armenia yang terlebih dahulu menembakan rudal balistik jarak pendek Iskander buatan Rusia. Namun, tudingan dua negara belum terbukti.
Komunitas internasional mendesak dua negara segera meredakan konflik dan menempuh jalan damai. Sebab, jika perang terus berlanjut dikhawatirkan ekskalasi konflik semakin meluas.
Konflik Armenia-Azerbaijan memunculkan kembali kekhawatiran mengenai stabilitas di wilayah Kaukasus Selatan, koridor pipa yang membawa minyak dan gas ke pasar dunia.
Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev berbicara kepada televisi pemerintah Rusia, dengan tegas menolak kemungkinan pembicaraan damai.
Sedangkan Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan mengatakan dalam saluran yang sama bahwa mereka tidak akan berbicara dengan Azerbaijan saat pertempuran masih berkecamuk.
Pashinyan justru mengecam campur tangan Turki dalam pertempuran Nagorno-Karabakh. Dia meminta komunitas internasional menekan Turki yang dianggap punya agenda terselubung.
"Komunitas internasional harus dengan tegas mengutuk agresi Azerbaijan dan tindakan Turki serta menuntut Turki keluar dari wilayah ini," kata Pashinyan dikutip dari Reuters, Rabu (30/9/2020).
"Kehadiran militer Turki di wilayah ini akan meningkatkan ekskalasi dan perluasan skala konflik," lanjutnya.
Editor: Arif Budiwinarto