Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : 2 Tentara AS Tewas Ditembak ISIS di Suriah, Trump Murka Siapkan Pembalasan
Advertisement . Scroll to see content

AS Deg-degan gegara Pemilu Turki, Ini Imbasnya jika Erdogan Menang Pilpres

Kamis, 18 Mei 2023 - 17:55:00 WIB
AS Deg-degan gegara Pemilu Turki, Ini Imbasnya jika Erdogan Menang Pilpres
Sikap Turki bikin AS ketar-ketir. (Foto: Reuters)
Advertisement . Scroll to see content

ANKARA, iNews.id - Turki di bawah kepemimpinan Recep Tayyip Erdogan terus memperkuat hubungannya dengan lawan bebuyutan Amerika Serikat (AS), Rusia. Padahal, Turki merupakan anggota kunci NATO yang dengan tegas mendukung Ukraina dalam konfliknya dengan Rusia. 

Di bawah kepemimpinan Erdogan, Turki juga memainkan peran utama dalam mendorong pembicaraan damai Rusia-Ukraina. Turki juga menengahi kesepakatan ekspor biji-bijian Ukraina yang bertujuan mengurangi kekurangan pangan global.

Baru-baru ini, Turki bahkan membuka jalan bagi Finlandia untuk bergabung dengan NATO, tetapi menghalangi Swedia untuk bergabung dengan aliansi tersebut. Dilansir dari npr.org, ada kekhawatiran Stockholm menyembunyikan kelompok-kelompok termasuk militan Kurdi, yang dianggap Turki sebagai organisasi teroris.

Sikap-sikap yang ditunjukkan Erdogan ini dinilai membuat bingung AS. Meski Turki berupaya mendamaikan Rusia-Ukraina, namun Erdogan juga menegaskan kedekatannya dengan Vladimir Putin.

Terkait pemilu Turki, Rusia sempat dituduh terlibat menyebarkan hoaks. Hal itu memicu pernyataan Erdogan yang menyebut jika hubungan Turki-Rusia sama pentingnya dengan Turki-AS. 

"Saya tidak bisa membiarkan ini. Hubungan kami dengan Rusia tak kalah penting dengan hubungan dengan Washington," ujar Erdogan, seperti dikutip Haaretz.

Fakta bahwa Joe Biden dikelilingi pemimpin negara yang dianggap diktator tak bisa dipungkiri. Selain Erdogan yang dinilai makin otoriter, ada juga Presiden China Xi Jinping, dan pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un.

Sebagai informasi, selama dua dekade berkuasa, Erdogan dianggap kerap melemahkan pengaruh institusi demokrasi, seperti pengadilan dan pers. Dia pun terus berupaya membungkam oposisi, terutama dari kaum Kurdi.

Hal itu tentu bertentangan dengan gembar-gembor AS yang mendorong demokrasi di dunia internasional. Ditambah lagi, sikap Erdogan yang dinilai otoriter itu sering berkaitan dengan kebijakan luar negerinya. 

Hal itu senada dengan pemikiran seorang pensiunan diplomat Turki yang sekarang menjadi peneliti senior di Program Eropa di Carnegie Endowment for International Peace, Alper Coşkun. Dia mengatakan, hasil pemilihan presiden putaran kedua Turki berpotensi menimbulkan perubahan besar bagi NATO dan kawasan secara keseluruhan.

“Banyak yang dipertaruhkan tidak hanya untuk Turki tetapi juga untuk negara lain,” kata Coşkun.

Dalam A Martínez Edisi Pagi, Coşkun mengatakan, kemenangan Erdogan di pilpres putaran pertama tampaknya karena mampu memanfaatkan sentimen publik lebih baik daripada lawannya. Meski demikian, hal itu bukanlah arena pertarungan yang setara. 

Itu karena Erdogan memiliki kuasa penuh atas dari media pemerintah di belakangnya dan dapat mempromosikan narasi tertentu.

Coşkun juga menambahkan, Erdogan kini tidak lagi dipandang sebagai orang yang berpikiran sama di antara sekutu Barat Turki.

"Awalnya dia memiliki hubungan yang baik dan reputasi yang baik, termasuk dengan AS. Tetapi dengan lintasan yang berubah dan tindakan yang lebih mengganggu, saya pikir, meskipun AS atau Eropa tidak mengatakannya dengan banyak kata, mereka tidak akan keberatan dengan perubahan pusaran politik di Turki," tambah Coşkun.

Editor: Umaya Khusniah

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut