AS Kritik Peluncuran 4 Rudal Balistik China di Laut China Selatan
WASHINGTON, iNews.id - Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) atau Pentagon mengkritik peluncuran rudal balistik China di Laut China Selatan karena bisa mengancam perdamaian dan keamanan di wilayah tersebut.
Tentara Pembebasan Rakyat China meluncurkan empat rudal balistik dalam latihan militer di sekitar kepulauan Paracel.
Langkah tersebut juga meragukan komitmen China yang disampailam pada 2002 yakni menghindari aksi provokatif.
"Tindakan China, termasuk uji coba rudal, semakin mengguncang situasi di Laut China Selatan," kata Pentagon, seperti dikutip dari AFP, Jumat (28/8/2020).
"Latihan semacam itu juga melanggar komitmen RRC (Republik Rakyat China) di bawah Deklarasi 2002 tentang Declaration on the Conduct of Parties di Laut China Selatan untuk menghindari kegiatan yang akan memperumit atau meningkatkan perselisihan serta memengaruhi perdamaian dan stabilitas."
Dalam 10 tahun terakhir, China telah membangun instalasi militer di beberapa wilayah terumbu karang yang disengketakan di Laut China Selatan untuk menegaskan kedaulatannya atas sebagian besar wilayah. Di saat bersamaan, wilayah perairan itu juga diklaim oleh Vietnam, Filipina, Malaysia, Taiwan, dan Indonesia.
Menurut Pentagon, latihan militer China pada 23-29 Agustus di dekat Paracel, atau disebut Xisha, merupakan aktivitas terbaru dari serangkaian aksi negara itu untuk menegaskan klaim maritim yang melanggar hukum dan merugikan negara-negara Asia Tenggara.
AS telah mendesak China pada Juli untuk mengurangi kegiatan militer dan pemaksaan di wilayah tersebut.
"RRC memilih untuk meningkatkan aktivitas latihan dengan menembakkan rudal balistik," bunyi pernyataan.
Pada Kamis (27/8/2020), China juga mengecam AS atas sanksi yang dijatuhkan kepada lebih dari 20 perusahaan milik negara (BUMN) China yang terlibat dalam pembangunan atau memasok kebutuhan di pangkalan China di Laut China Selatan.
"Pernyataan AS sangat mengganggu urusan dalam negeri China, itu sepenuhnya merupakan logika tirani dan politik kekuasaan," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian.
Dia menegaskan, pemerintah akan mengambil langkah tegas untuk menegakkan hak dan kepentingan sah perusahaan dan individu China.
Editor: Anton Suhartono