Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Junta Militer Myanmar Gelar Pemilu Kontroversial, Perang Saudara Masih Berkecamuk
Advertisement . Scroll to see content

Aung San Suu Kyi Bela Vonis Penjara 2 Wartawan Reuters di Myanmar

Kamis, 13 September 2018 - 16:38:00 WIB
Aung San Suu Kyi Bela Vonis Penjara 2 Wartawan Reuters di Myanmar
Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, membela vonis penjara yang dijatuhkan atas dua wartawan kantor berita Reuters. (Foto: EPA)
Advertisement . Scroll to see content

NAYPYIDAW, iNews.id - Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, menegaskan vonis penjara terhadap dua wartawan kantor berita Reuters mengikuti prosedur hukum, walau berbagai kalangan internasional mengecam hukuman tersebut.

"Saya bertanya-tanya apakah kebanyakan sudah membaca salinan keputusan pengadilan yang tidak ada hubungannya dengan kebebasan berekspresi. Putusan tersebut berkaitan dengan UU Kerahasiaan Negara," kata Suu Kyi, dalam pidato di Forum Ekonomi Dunia dan ASEAN di Hanoi, Vietnam, seperti dilaporkan BBC, Kamis (13/9/2018).

Dia juga mengimbau semua pihak yang mengritiknya membaca putusan pengadilan.

Kedua wartawan itu, menurutnya, berhak mengajukan banding atas putusan dan menjelaskan mengapa putusan tersebut salah.

"Kalau kita percaya pada hukum, mereka memiliki hak untuk mengajukan banding dan menunjukkan kenapa putusan tersebut tidak bisa diterima."

Pernyataan peraih Nobel Perdamaian itu kemudian ditanggapi Human Rights Watch (HRW). HRW berpendapat semua pemahaman Suu Kyi salah.

"Dia gagal memahami bahwa makna 'rule of law' sebenarnya adalah menghormati bukti yang diajukan di pengadilan, tindakan yang didasarkan undang-undang yang proporsional dan dijabarkan secara jelas, serta independesi sistem hukum dari pengaruh pemerintah atau pasukan keamanan," kata Wakil Direktur Asia, Phil Robertson.

"Berdasarkan hal-hal ini, persidangan wartawan Reuters gagal uji," imbuhnya.

Kedua wartawan, Wa Lone (32) dan Kyaw Soe Oo (28) divonis bersalah mengungkap rahasia negara dan divonis penjara selama tujuh tahun. Mereka melanggar undang-undang rahasia negara saat menyelidiki dugaan pembantaian warga Rohingya oleh militer di Desa Inn Din.

Mereka kemudian ditahan saat membawa dokumen resmi yang baru saja diberikan beberapa polisi di sebuah restoran.

Mereka mengklaim dijebak oleh polisi, yang disokong saksi polisi di persidangan.

Pihak berwenang belakangan melancarkan penyelidikan soal dugaan pembunuhan di Desa Inn Din. Hasilnya, penyelidikan menyimpulkan pembantaian memang terjadi dan berjanji bahwa mereka yang terlibat akan ditindak.

Warga Rohingya mengalami diskriminasi selama berpuluh tahun di Myanmar karena dianggap penduduk ilegal dari Bangladesh.

Krisis yang terjadi sejak tahun lalu berlangsung saat militer melancarkan aksi sebagai balasan atas serangan milisi Rohingya terhadap sejumlah pos polisi.

Hal ini memicu sedikitnya 700.000 orang Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh.

Pada Agustus lalu, laporan PBB menyatakan sejumlah perwira militer Myanmar harus diselidiki atas dugaan genosida di Negara Bagian Rakhine dan kejahatan kemanusiaan di area lain.

Laporan itu menyebut, aksi militer yang mencakup pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan, persekusi, dan perbudakan, sangat tidak proporsional dibanding ancaman keamanan yang sebenarnya.

PBB juga mendesak panglima militer dan lima jendral lain harus diadili dengan dakwaan kejahatan kemanusiaan di bawah hukum internasional.

Editor: Nathania Riris Michico

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut