Banjir Terbesar Sepanjang Sejarah, Ada yang Bikin Hewan Buas Terseret ke Pekarangan Rumah
JAKARTA, iNews.id - Banjir terbesar sepanjang sejarah menjadi pembelajaran bagi berbagai pihak baik saat ini dan di masa depan. Selain menjadi kisah yang bisa kembali diceritakan, banjir terbesar sepanjang sejara ini mengingatkan semua pihak untuk tetap menjaga lingkungan.
Banjir dapat terjadi jika hujan lebat yang terus - menerus dengan intensitas tinggi. Akibatnya, debit air sungai meluap dan menerjang lingkungan sekitar.
Berikut enam banjir terbesar sepanjang sejarah yang dirangkum oleh tim iNews.id:
Nigeria merupakan negara di Afrika Barat yang terkenal akan ladang yang tandus serta kering. Datangnya hujan selalu dinanti rakyat Nigeria.
Namun apa yang terjadi jika air hujan yang turun justru menenggelamkan lahan pertanian seluas 7.000 hektar? Tak hanya itu, hewan - hewan buas seperti buaya dan ular ikut terbawa air hingga ke pekarangan warga. Ngeri!!

Banjir ini terjadi pada bulan Juli 2012. Banjir ini dapat dikatakan sebagai bencana terbesar selama delapan dekade terakhir.
Menurut Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Oxfam, ada 137 orang meninggal dunia karena terseret arus. Diperkirakan, kurang lebih 500.000 orang harus mengungsi karena bencana ini.
Banjir besar melanda Rusia khususnya bagian Krasnodar Krai, yang berdekatan dengan Laut Mati pada Juli 2012 silam. Banjir dipicu hujan deras yang mengguyur wilayah tersebut. Hujan yang seharusnya turun untuk kurun waktu lima bulan, dilepaskan dalam 1 malam.
Air bah menerjang saat masyarakat tengah beristirahat sekitar pukul 2 dini hari. Ketinggian air mencapai 7 meter. Akibatnya, 150 jiwa meninggal dunia dan 57.000 orang mengungsi.
Di tahun yang sama tepatnya Agustus 2012, banjir bandang juga melanda Myanmar. Dilansir dari LSM Save The Children, bencana banjir ini melumpuhkan setengah kegiatan masyarakat di negara ini.
Infrastruktur publik seperti rel kereta api, jembatan, dan jalan rusak. Ratusan hektar lahan pertanian tergenang yang berdampak pada kurangnya pasokan makanan.
Diperkirakan 219 tempat pengungsian telah dipersiapkan untuk 85.000 masyarakat yang mengungsi.
China juga pernah mengalami banjir dahsyat di tahun 2012, tepatnya di Beijing, 22 Juli. Banjir dipiu intensitas hujan yang mencapai 460 mm dalam sehari.
Dilaporkan, banjir tahun 2012 ini merupakan yang terbesar dalam enam dekade terakhir. Banjir mengakibatkan 79 orang tewas.
Selain korban tewas, banjir juga menyebabkan 8.200 rumah hancur, 57.000 warga mengungsi. Banjir juga mempengaruhi 1,6 juta warga lain. Kerugian materil diperkirakan mencapai 1,6 miliar Dolar AS.
Akibat bencana ini, beberapa fasilitas umum seperti bandara terhenti. Sebanyak 80.000 orang harus mengungsi di Bandara Internasional Beijing.
Di Indonesia, tepatnya di Jakarta juga pernah dilanda banjir besar tahin 2007. Banjir dipicu sistem saluran air yang kurang memadai serta hujan terus terjadi selama berhari - hari.
Curah hujan yang lebat menyebabkan 13 sungai yang melintasi Jakarta mengalami peningkatan volume debit air.
Banjir yang melanda pada bulan Februari ini mengakibatkan 60 persen lebih kawasan Jakarta terendam. Hal ini membuat aliran listrik dihentikan, sekolah libur, lalu lintas terputus dan bisnis terganggu.
Selain itu, selama empat hari, pusat negara ini mengalami mati suri. Baik penerbangan lokal maupun internasional mengalami pembatalan.
Banjir menyebabkan 80 korban jiwa serta 300.000 warga mengungsi.
Banjir besar terbaru juga terjadi di Indonesia tepatnya di Kalimantan, tepatnya November 2021 lalu. Curah hujan tinggi terjadi tepatnya di Kabupaten Sintang.

Banjir ini terjadi nyaris hampir ssatu bulan sejak 21 Oktober 2021. Bencana banjir Sintang merendam 12 kecamatan di antaranya Kayan Hilir, Sintang, Sepauk, Ketungau Hilir, Kayan Hulu, Kalam Permai, Ambalau, dedai, Serawai, Binjai Hulu Sei Tebelian dan Tempunak.
Itulah banjir terbesar sepanjang sejarah yang pernah melanda dunia. Dengan banyaknya bencana banjir, semoga dapat menggugah hati banyak pihak untuk menjaga kebersihan lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan dan juga mereboisasi hutan.
Editor: Umaya Khusniah