Bebas Bersyarat, Mantan PM Thailand Thaksin Shinawatra Kini Diincar Kasus Menghina Raja
BANGKOK, iNews.id - Mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra mendapat pembebasan bersyarat setelah menjalani hukuman penjara selama 6 bulan. Miliarder yang menghabiskan sebagian besar waktunya di pengasingan itu dihukum penjara atas tuduhan korupsi.
Mulanya, pengadilan menjatuhkan vonis hukuamn penjara selama 8 tahun kepada pria 74 tahun itu. Kemudian Raja Thailand meringankan hukuman menjadi 1 tahun. Dari masa hukuman itu, Thaksin sudah menjalani 6 bulan penahanan di rumah sakit terkait kondisi kesehatan yang dirahasiakan. Thaksin belum merasakan menginap sehari pun di hotel prodeo.
Saat hari pertama eksekusi penjara, Thaksin dilarikan ke rumah sakit polisi. Hasil pemeriksaan mengungkap dia mengalami sesak di dada dan tekanan darah tinggi.
Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin mengatakan, pembebasan bersyarat diberikan untuk Thaksin dengan mempertimbangkan pelayanan yang diberikannya untuk negara.
"Resmi dia menerima pembebasan bersyarat. Hal ini sejalan dengan peraturan departemen lembaga pemasyarakatan," kata Srettha, yang juga sekutu dekat keluarga Shinawatra, dikutip dari Reuters, Selasa (13/2/2024).
"Thaksin menjabat perdana menteri selama beberapa tahun dan telah melakukan banyak hal positif bagi negara dalam jangka waktu yang lama. Setelah dia bebas, dia akan menjadi warga negara biasa," ujarnya, menambahkan.
Thaksin dikenal sebagai tokoh politik paling berpengaruh di Thailand, namun berujung tragis terkait kasus korupsi. Dia pulang ke Thailand tahun lalu setelah menghabiskan 15 tahun di pengasingan untuk menghindari hukuman penjara.
Mantan polisi serta taipan bisnis telekomunikasi itu termasuk dalam daftar 930 napi yang mendapat pembebasan bersyarat karena berusia lanjut atau sakit.
Dia akan bebas setelah 18 Februari, sesuai peraturan departemen lembaga pemasyarakatan.
Meski mendapat pembebasan bersyarat, Thaksin masih bisa ditahan lagi. Jaksa penuntut umum sebelumnya mempertimbangkan akan menuntutnya atas tuduhan menghina raja dalam sebuah wawancara pada 2015.
Editor: Anton Suhartono