Bentrok Anti Junta Militer Pecah di Mindat, Jumlah Korban Belum Diketahui
NAPYDAW, iNews.id - Bentrok antara tentara dan pejuang milisi lokal terjadi di Kota Mindat, Negara Bagian Chin, Myanmar Barat, Sabtu (15/5/2021). Tentara Myanmar berupaya meredam pemberontakan yang bermunculan karena menentang junta militer.
Kantor berita Irrawaddy mengatakan beberapa rumah telah hancur ketika tentara melanjutkan pemboman artileri pada hari Sabtu.
Pertempuran ini pun menandai meningkatnya jumlah kekacauan di Myanmar. Berbagai aksi protes harian, pemogokan dan serangan sabotase setelah pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi digulingkan junta militer.
Sayang, seorang juru bicara tidak menjawab panggilan yang meminta komentar tentang pertempuran pada hari Sabtu ini.
Sebelumnya, Junta memberlakukan darurat militer di Mindat pada hari Kamis. Mereka lantas meningkatkan serangan terhadap apa yang mereka sebut 'teroris bersenjata'.
Penduduk setempat mengatakan, tentara militer berada di mana-mana. Dalam video viral yang direkam penduduk sekitar memperlihatkan sebuah heliopter tempur menembakkan sebuah roket. Sayang, video ini belum bisa mendapat konfirmasi dari pihak terkait.
"Kami hidup dalam mimpi buruk. Mindat secara harfiah adalah zona perang," kata warga setempat, Mang (32) kepada Reuters Jumat (14/5/2021) malam waktu setempat.
Mang mengaku pihak militer menggunakan artileri berat, peluru mortir.
"Kami tidak bisa melawannya, kami menghabiskan sebagian besar amunisi kami dan mempertaruhkan segalanya. Saya pikir ada kemungkinan kami dibantai. Kami mencoba yang terbaik untuk mempertahankan diri kami sendiri tapi kita mungkin tidak bertahan lebih lama lagi," katanya.
Kantor Berita Myanmar yang dikendalikan junta mengatakan pertempuran terjadi Rabu dan Kamis di Mindat. Ada 100 orang yang menyerang sebuah kantor polisi dan sekitar 50 lainnya menargetkan Bank Ekonomi Myanmar yang dikelola negara.
Seorang anggota parlemen setempat mengatakan, pertempuran meletus setelah militer menolak membebaskan tujuh pemuda setempat yang ditahan oleh pihak berwenang. Jumlah korban belum diketahui jelas dalam insiden tersebut.
Sebuah kelompok advokasi mengatakan, setidaknya 788 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan junta dalam tindakan keras terhadap protes terhadap pemerintahannya.
Pihak militer membantah angka itu. Mereka lantas memberlakukan pembatasan ketat terhadap media, informasi, dan internet.
Editor: Umaya Khusniah