Bertemu Menlu Retno, Ini Keluhan Para ABK WNI yang Kerja di Kapal China
JAKARTA, iNews.id - Kementerian Luar Negeri RI terus mengawal kasus eksploitasi dan pelanggaran HAM terhadap para anak buah kapal (ABK) WNI yang bekerja di beberapa kapal pencari ikan berbendera China.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sudah bertemu 14 ABK yang tiba di Indonesia sejak 8 Mei lalu. Dari pertemuan yang berlangsung Minggu (10/5/2020) pagi, dia mendapat informasi langsung tentang apa yang sebenarnya terjadi.
“Terdapat permasalahan gaji. Sebagian dari mereka belum menerima gaji sama sekali. Sebagian lainnya menerima gaji namun tidak sesuai dengan angka yang disebutkan di dalam kontrak yang mereka tanda tangani,” tutur Retno, dalam press briefing virtual di Jakarta, Minggu (10/5/2020).
Permasalah lain, lanjut dia, soal jam kerja yang tidak manusiawi. Rata-rata mereka bekerja lebih dari 18 jam setiap hari.
“Keterangan para ABK ini sangat bermanfaat untuk dicocokkan dengan informasi-informasi yang telah lebih dahulu kita terima. Terdapat banyak informasi yang terkonfirmasi namun terdapat pula informasi baru yang dapat melengkapi informasi awal yang telah kita terima,” ujarnya.
Retno menambahkan, Dubes RI di Beijing telah bertemu dengan Dirjen Asia Kemlu China pada Sabtu (9/5/2020). Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari pembicaraan kemlu dengan dubes China pada Kamis lalu.
“Dari pertemuan Dubes RI Beijing dengan Dirjen Asia Kementerian Luar Negeri RRT, Pemerintah RRT menyampaikan mereka memberikan perhatian khusus atas kejadian ABK dan sedang melakukan investigasi terhadap perusahaan perikanan Tiongkok yang mempekerjakan ABK Indonesia,” kata Retno.
Dia menegaskan, ada beberapa langkah yang terus dilakukan pemerintah untuk menuntaskan kasus ini, yakni memastikan hak-hak ABK WNI terpenuhi dan ditindaklanjuti secara tegas melalui proses hukum oleh otoritas China maupun Indonesia.
“Sekali lagi saya ingin menekankan bahwa, pertama kita mengutuk perlakuan tidak manusiawi yang dialami para ABK kita selama bekerja di kapal-kapal milik perusahaan RRT. Berdasarkan informasi atau keterangan dari para ABK, maka perlakuan ini telah mencederai hak-hak asasi manusia. Kedua, pemerintah memiliki komitmen sangat tinggi untuk menyelesaikan masalah ini secara tuntas termasuk pembenahan tata kelola di hulu,” ujarnya.
Editor: Anton Suhartono