Bos Telegram Pavel Durov Dibebaskan dari Tahanan Polisi Prancis, tapi...
WASHINGTON DC, iNews.id – Pendiri aplikasi Telegram, Pavel Durov, dibebaskan dari tahanan polisi di Prancis pada Rabu (28/8/2024). Sekarang, dia telah dipindahkan ke pengadilan untuk diinterogasi hakim menjelang kemungkinan dakwaan terhadapnya.
CNN melaporkan, miliarder kelahiran Rusia itu keluar dari kantor polisi yang menangani anti-fraud di luar Paris, Rabu sore waktu setempat. Kantor Kejaksaan Paris menyatakan, Durov akan menghadapi interogasi awal oleh hakim investigasi. Hakim itulah yang akan memutuskan apakah dia dapat didakwa di pengadilan atau tidak.
Sabtu (24/8/2024) lalu, Durov ditangkap di Bandara Paris Le Bourget, Prancis. Dia dituduh menggunakan aplikasi Telegram untuk tujuan kriminal, termasuk terorisme, perdagangan narkoba, pencucian uang, dan penipuan. Sejumlah pasal yang didakwakan otoritas Prancis kepadanya dapat membuat miliarder berusia 39 tahun itu terancam dipenjara hingga 20 tahun.
Durov ditahan hingga 96 jam. Itu adalah jumlah waktu maksimum bagi seorang tersangka pidana dapat ditahan berdasarkan hukum Prancis, sebelum dia didakwa.
Penangkapan Durov memicu perselisihan mengenai kebebasan berbicara yang begitu diagung-agungkan di Barat. Peristiwa itu juga menyebabkan kekhawatiran khusus di Ukraina dan Rusia. Pasalnya, Telegram begitu populer di dua negara itu dan telah menjadi alat komunikasi utama di kalangan personel militer dan warga sipil selama berlangsungnya perang Rusia-Ukraina sejak Februari 2022.
Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Senin (26/8/2024) mengklaim keputusan untuk menangkap Durov sama sekali tidak bersifat politis, melainkan murni hukum.
Telegram diluncurkan pada 2013 oleh Durov dan saudaranya, Nikolai. Aplikasi messenger alias perpesanan itu kini memiliki lebih dari 950 juta pengguna di seluruh dunia, menurut sebuah postingan yang dibuat Durov bulan lalu. Angka itu menjadikannya salah satu platform pengiriman pesan yang paling banyak digunakan di dunia.
Percakapan di aplikasi tersebut dienkripsi. Itu artinya lembaga penegak hukum–dan bahkan Telegram sendiri–hanya memiliki sedikit pengawasan terhadap apa yang diunggah para pengguna.
Editor: Ahmad Islamy Jamil