Bos WHO Tepis Tuduhan Menlu AS soal Hubungan Dekatnya dengan China
JENEWA, iNews.id - Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus membantah tuduhan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo soal hubungan dekat antara jabatan serta organisasi yang dipimpinnya dengan China.
Dalam pertemuan pribadi dengan para anggoa parlemen AS pada Selasa lalu, Pompeo mengatakan WHO telah menjadi badan politik, di mana keputusannya dipengaruhi oleh kesepakatan antara Tedros dengan China. Bukan hanya itu, Pompeo menyebut China turut berperan menjadikan Tedros sebagai bos WHO.
"Pernyataan itu tidak benar, tidak bisa diterima, dan tanpa dasar," kata Tedros, dalam konferensi pers virtual dari Jenewa, Swiss, sperti dikutip dari AFP, Kamis (23/7/2020).
Dia kembali mengingatkan bahayanya upaya memolitisasi pandemi demi kepentingan kelompok tertentu dan mengajak semua pihak untuk fokus melawan wabah, tidak mudah teralihkan dengan isu lain.
“Satu-satunya fokus kami, dan fokus seluruh organisasi, adalah menyelamatkan nyawa. WHO tidak akan terganggu oleh komentar ini. Kami tidak ingin masyarakat internasional juga terganggu," ujarnya.
Seperti diketahui, pemerintahan Presiden Donald Trump menuduh WHO terlalu berpihak kepada China soal pandemi Covid-19. Hal ini memicu dihentikannya kontribusi dana AS terhadap WHO. Negeri Paman Sam merupakan penyumbang terbesar bagi WHO.
Puncaknya pada awal bulan ini, AS memutuskan keluar dari keanggotaan WHO yang berlaku efektif pada 6 Juli 2021. PBB, selaku payung dari WHO, mengonfirmasi telah menerima surat resmi pengunduran diri AS sepanjang tiga kalimat.
Pada Mei lalu Trump pernah melontarkan ancaman bahwa negaranya akan keluar dari WHO dan mengalihkan pembiayaan ke tempat lain. Trump menuding WHO telah menyesatkan dunia dengan memberikan informasi salah mengenai Covid-19. Selain itu Trump menuding WHO bermain mata dengan China terkait virus, sehingga wabah yang seharusnya bisa dilokalisasi kini menjadi pandemi yang telah menginfeksi lebih dari 15 juta orang serta merenggut lebih dari 610.000 nyawa di seluruh dunia.
Editor: Anton Suhartono