China Setop Umumkan Data Harian Covid-19 Mulai Hari Ini, Kenapa?
BEIJING, iNews.id – Komisi Kesehatan Nasional China (NHC) berhenti mengumumkan data harian infeksi Covid-19 mulai Minggu (25/12/2022) ini. Keputusan tersebut menyusul ledakan kasus virus corona di negara itu, pascapelonggaran pembatasan yang ketat secara tiba-tiba.
“Informasi Covid yang relevan akan diterbitkan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) China untuk referensi dan penelitian saja,” ungkap NHC dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Reuters, hari ini.
Komisi itu tidak menjelaskan apa alasan di balik keputusan itu. Tidak disebutkan juga seberapa sering CDC China akan memperbarui informasi terkait Covid setelah ini.
Sejak China melonggarkan pembatasan terkait Covid, kasus infeksi di negara itu langsung melonjak hingga mencapai rekor tertinggi sejak pandemi. Terlepas dari itu, NHC sebelumnya melaporkan tidak ada kematian akibat Covid secara nasional selama empat hari berturut-turut.
Otoritas kesehatan China pun mempersempit definisinya tentang kematian akibat Covid, yaitu hanya mereka yang meninggal karena pneumonia atau gagal napas yang disebabkan Covid-19. Langkah itu menimbulkan keheranan di kalangan pakar kesehatan dunia.
Perusahaan data kesehatan yang berbasis di Inggris, Airfinity, pada pekan lalu memperkirakan bahwa China mengalami lebih dari satu juta infeksi dan 5.000 kematian akibat Covid setiap hari.
Setelah lonjakan kasus Covid di negeri tirai bambu memecahkan rekor hariannya pada akhir November lalu, NHC bulan ini berhenti melaporkan kasus infeksi tanpa gejala, sehingga mempersulit pelacakan kasus.
Sementara Amerika Serikat saat ini juga lebih jarang melaporkan kasus Covid. Negara itu mengubah periodisasi pembaruan datanya dari yang tadinya bersifat harian menjadi mingguan. Pemerintah AS berdalih, hal itu untuk bertujuan untuk mengurangi beban pelaporan di tiap-tiap daerah.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum lagi menerima data dari China tentang kasus baru rawat inap Covid sejak Beijing melonggarkan pembatasannya. Organisasi itu mengatakan kesenjangan data mungkin disebabkan oleh kewalahannya pihak berwenang yang menghitung kasus di negara terpadat di dunia itu.
Editor: Ahmad Islamy Jamil