Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Momen Cristiano Ronaldo Hadiri Jamuan Makan bersama Donald Trump dan Pangeran Arab Saudi 
Advertisement . Scroll to see content

Daftar Konflik Pemerintahan Trump dengan Universitas Harvard Imbas Demonstrasi Pro-Palestina

Jumat, 23 Mei 2025 - 10:36:00 WIB
Daftar Konflik Pemerintahan Trump dengan Universitas Harvard Imbas Demonstrasi Pro-Palestina
Hubungan antara Universitas Harvard dan pemerintahan Presiden Donald Trump terus memburuk (Foto: AP)
Advertisement . Scroll to see content

WASHINGTON, iNews.id – Hubungan antara Universitas Harvard dan pemerintahan Presiden Donald Trump terus memburuk, bahkan bisa dibilang memasuki fase konfrontasi terbuka. Konfrontasi memanas sejak pemerintahan Trump menindak keras demonstran pro-Palestina

Sejak kembali menjabat pada Januari lalu, Presiden Trump dan kabinetnya menjadikan Harvard sebagai simbol institusi yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai nasionalisme konservatif. 

Daftar Konflik Pemerintahan Trump dengan Harvard

1. Larangan Menerima Mahasiswa Asing (2025)

Pemerintahan Trump secara resmi mencabut sertifikasi Program Pertukaran Mahasiswa Internasional Harvard, yang artinya universitas ini dilarang menerima mahasiswa asing baru, bahkan mahasiswa internasional yang sedang menempuh pendidikan di sana diwajibkan pindah ke institusi lain agar tidak kehilangan status visa.

Menteri Keamanan Dalam Negeri AS Kristi Noem menyebut Harvard "mendorong kekerasan, antisemitisme, dan bekerja sama dengan Partai Komunis China." 

Harvard membalas dengan menyebut kebijakan ini "ilegal dan bermotif balas dendam politik."

2. Pemotongan Dana Federal dan Hibah Penelitian

Sebagai bentuk sanksi terhadap Harvard karena dianggap tidak kooperatif terhadap tuntutan pemerintah, pemerintahan Trump memangkas dana federal dan hibah penelitian sebanyak tiga kali, dengan total lebih dari 2,6 miliar dolar AS. Pemangkasan ini berdampak pada sejumlah proyek riset internasional, termasuk berkaitan dengan perubahan iklim, teknologi kecerdasan buatan (AI), dan kesehatan masyarakat.

3. Penolakan terhadap Daftar Tuntutan Anti-Keberagaman

Salah satu pemicu utama konflik adalah penolakan Harvard terhadap daftar tuntutan pemerintah untuk menghapus program-program yang dinilai terlalu “pro-keberagaman,” termasuk kursus studi ras dan gender, serta inisiatif keberagaman fakultas.

Pemerintah menganggap program tersebut sebagai bentuk indoktrinasi ideologi liberal yang bertentangan dengan nilai-nilai Amerika. Harvard justru mempertegas komitmennya pada keberagaman dan menyebut program tersebut sebagai inti dari misi pendidikan inklusif.

4. Demonstrasi Pro-Palestina dan Tuntutan Penindakan

Pemerintahan Trump menuding Harvard gagal menindak keras para mahasiswa yang terlibat dalam demonstrasi pro-Palestina di kampus. Pemerintah menyebut aksi-aksi tersebut mengarah pada antisemitisme. Namun Harvard mempertahankan bahwa demonstrasi adalah bagian dari kebebasan berekspresi mahasiswa, selama berlangsung damai.

5. Gugatan Hukum terhadap Pemerintah Federal

Sebagai respons terhadap berbagai tekanan tersebut, Harvard melayangkan gugatan terhadap pemerintah federal, menuduh pelanggaran terhadap Konstitusi Amerika Serikat, khususnya hak atas kebebasan akademik dan prinsip non-diskriminasi. Gugatan ini masih berlangsung dan berpotensi menjadi kasus besar di Mahkamah Agung.

6. Mobilisasi Alumni dan Dana Perlawanan

Presiden Harvard Alan Garber mengirim surat elektronik (email) kepada para alumni untuk meminta dukungan dan donasi, menyebut situasi saat ini sebagai “tantangan terbesar dalam sejarah panjang Harvard.” 

Dia meluncurkan dua inisiatif penggalangan dana: Presidential Priorities Fund dan Presidential Fund for Research sebagai bentuk perlawanan terhadap intervensi politik.

Konflik ini bukan sekadar perseteruan antara pemerintah dan satu kampus elite. Ini adalah cerminan dari gesekan ideologis yang lebih luas di Amerika Serikat, antara konservatisme nasionalis dan liberalisme progresif. 

Harvard, dengan sejarahnya sebagai simbol pendidikan tinggi global, kini berada di pusat pusaran politik yang akan membentuk arah kebijakan pendidikan tinggi dan kebebasan akademik di masa depan.

Editor: Anton Suhartono

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut