Data WHO: Virus Nipah Hanya Menginfeksi 600 Orang dalam 17 Tahun
“Orang yang terinfeksi awalnya mengalami gejala termasuk demam, sakit kepala, mialgia (nyeri otot), muntah dan sakit tenggorokan. Gejala ini bisa diikuti oleh pusing, mengantuk, kesadaran yang berubah, dan tanda-tanda neurologis yang mengindikasikan ensefalitis akut,” kata WHO dalam sebuah laporan.
“Tingkat kematian kasus (nipah) diperkirakan 40 persen hingga 75 persen. Angka ini dapat bervariasi berdasarkan wabah tergantung pada kemampuan lokal untuk pengawasan epidemiologi dan manajemen klinis,” ungkap lembaga itu menambahkan.
WHO menempatkan virus nipah sebagai salah satu penyakit prioritas untuk penelitian dan pengembangan dalam konteks darurat kesehatan masyarakat. Namun, data WHO sejauh ini tidak menunjukkan adanya kemungkinan besar virus itu menjadi penyebab epidemi berikutnya.
Sebelumnya, sebuah LSM yang didanai oleh pemerintah Inggris dan Belanda, Access to Medicine Foundation, menyebut dalam laporan mereka pada 26 Januari bahwa belum ada obat atau vaksin untuk pengobatan orang terinfeksi virus nipah. LSM itu pun menggambarkan virus nipah sebagai “risiko pandemi” berikutnya setelah Covid-19.
Direktur eksekutif LSM, Jayasree K Iyer, yang dikutip oleh The Guardian mengatakan, virus nipah bisa meledak kapan saja. “Pandemi berikutnya ini bisa menjadi infeksi yang kebal obat,” ujarnya.
Pada Minggu (31/1/2021) lalu, konsultan penyakit menular asal Yordania, Dirar Balawi, mengatakan tidak perlu panik atas virus nipah.
Editor: Ahmad Islamy Jamil