Deforestasi Jadi Penyebab Utama Kebakaran Hutan Amazon
BRASILIA, iNews.id - Peningkatan jumlah kebakaran hutan akhir-akhir ini di Amazon berkaitan langsung dengan deforestasi. Hal itu berdasarkan sebuah penelitian baru yang dilakukan Institut Penelitian Lingkungan Amazon (IPAM) dan Federal University of Acre, Brasil.
Sebanyak 10 kotamadya di kawasan dengan peringatan deforestasi terbanyak adalah juga yang mengalami kebakaran tahun ini.
Hubungan antara deforestasi dan kebakaran ini membantah pendapat yang menyatakan bahwa kebakaran tahun ini terjadi secara alamiah, yang disebabkan oleh kekeringan di Brasil utara.
Kajian tersebut menyebutkan, tidak mungkin menyatakan peningkatan jumlah kebakaran terkait musim kemarau: kenyataannya adalah kekeringan tahun ini lebih rendah di daerah tersebut dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, ketika terjadi lebih sedikit kebakaran.
"10 kotamadya Amazon yang melaporkan paling banyak kebakaran adalah juga tempat dengan tingkat deforestasi tertinggi. Di daerah ini terjadi 37 persen kejadian kebakaran di tahun 2019 sementara 43 persen deforestasi dilaporkan sampai Juli. Terpusatnya kebakaran hutan di daerah yang baru saja kehilangan hutan dengan kekeringan ringan menjadi indikasi kuat sifat kebakaran, yaitu pembersihan daerah yang hutannya baru saja dibabat," demikian isi laporan itu, seperti dilaporkan BBC, Kamis (29/8/2019).
Kotamadya yang dimasukkan para peneliti terkait dengan kejadian kebakaran adalah: Apui, Labrea and New Aripuana di negara bagian Amazon; Altamira, Itaituba, Sao Felix do Xingu, dan Novo Progresso di negara bagian Para; Colniza di negara bagian Mato Grosso; Porto Velho di negara bagian Rondonia; dan Caracarai di negara bagian Roraima.
IPAM adalah sebuah lembaga yang bermarkas di ibu kota Brasilia. Penulis kajian adalah peneliti Divino Silverio, Ane Alencar dan Paulo Moutinho (IPAM) dan Sonaira Silva (Federal University Acre).
Para peneliti menggunakan tiga sumber data independen.
Informasi terkait deforestasi didapat dari Sistem Waspada Deforestasi (SAD) Imazon Institute; data kebakaran (atau "titik api", istilah teknisnya) berasal dari satelit AQUA (satelit acuan Badan Nasional Penelitian Angkasa Luar/INPE) dan jumlah hari tanpa hujan secara berturut-turut dari data CHIRPS yang dikembangkan Suirvei Geologi AS/US Geological Survey (USGS) dan University of California Santa Barbara.
Survei menggunakan data deforestasi dari Januari ke Juli 2019 dan kejadian kebakaran yang tercatat mulai dari permulaan tahun sampai 14 Agustus.
Di Para, kotamadya yang termasuk dalam daftar, seperti Novo Progresso, para petaninya dilaporkan memperingati "hari kebakaran" pada 10 Agustus dalam bentuk unjuk rasa dan untuk membersihkan padang rumput.
"Amazon lebih banyak terbakar pada 2019 dan tidak hanya musim kering yang dapat menjelaskan peningkatan ini, musim kering tahun ini tidak separah tahun-tahun lalu. (Tapi) sampai 14 Agustus, terjadi 32.728 kebakaran, 60 persen lebih tinggi dari pada rata-rata tiga tahun terakhir untuk periode yang sama," isi kajian tersebut.
Lewat siaran langsungnya yang biasa dilakukan lewat Facebook, pada Kamis (28/8/2019), Presiden Brasil Jair Bolsonaro mengakui bahwa deforestasi Amazon meningkat dan dirinya sedang berusaha menangani hal itu.
Kendati demikian, Bolsonaro menegaskan kebakaran hutan adalah hal yang biasa terjadi di dunia.
"Kebakaran terjadi. Ini adalah hal yang biasa. Memang kenapa? Di sini (di Brasil) apakah terjadi kejahatan? Ada, saya tahu ada. Siapa yang melakukannya? Saya tidak tahu. Petani sendiri, LSM, apa pun, Indian. Jadi ada perhatian (dari negara-negara lain) yang mengatakan kami tidak bertanggung jawab, dan siapa yang tahu, cepat atau lambat seseorang akan memerintahkan campur tangan di kawasan Amazon," katanya.
Pada Minggu (25/8/2019), lewat Twitter, Menteri Lingkungan Ricardo Salles mengatakan peningkatan kebakaran disebabkan iklim.
"Cuaca kering, angin dan panas meningkatkan kebakaran di seluruh negeri," katanya.
Menurut peneliti Luis Fernando Guedes Pinto dari Imaflora Institute, informasi yang ada terkait dengan kebakaran memperlihatkan ini adalah bagian dari proses pertikaian lahan di kawasan Amazon.
"Kebakaran ini adalah bagian dari masalah sengketa lahan. Ini adalah gerakan untuk membersihkan dan menduduki lahan, bukannya untuk meningkatkan produksi. Tujuannya adalah menduduki, dengan harapan pemilikan tanah akan diberikan secara resmi kemudian," ujar dia.
Menurut Luis Fernando, pernyataan sebelumnya dari para pemimpin -seperti Jair Bolsonaro sendiri dan Gubernur Acre Gladson Cameli- kemungkinan mengisyaratkan pengurangan hukuman perusak hutan. Baginya, dua hal ini berkaitan.
"Kebakaran ini terjadi pada keadaan di mana pemerintah federal dan para pejabat pemerintah mengatakan tidak akan ada langkah penegakan atau penghukuman," katanya.
Menurut ahli iklim, Carlos Nobre, hubungan antara deforestasi dan kebakaran sudah diduga sebelumnya. Biasanya, pihak yang ingin "membersihkan" hutan, pertama-tama membersihkan pohon dan setelah beberapa bulan, membakar lahan tersebut.
"Dinamikanya seperti ini: pembersihan hutan, tunggu beberapa bulan agar mengering dan kemudian membakarnya. Jika Anda membakar pada keesokan harinya, (pohon) tidak akan terbakar karena tanamannya basah," katanya.
"Perlu menunggu beberapa bulan dan kemudian terbakar. Dan selalu, setiap tahun, Agustus dan September adalah bulan-bulan dengan kejadian kebakaran tertinggi," tuturnya, kepada BBC News Brasil.
"Tahun ini, semua indikator mulai dari SAD (Imazon), Deter (waspada deforestasi) INPE memperlihatkan peningkatan deforestasi, jadi lebih banyak kebakaran diperkirakan terjadi," kata Nobre, yang mendaparkan gelar doktor dari Massachusetts Institute of Technology (MIT).
Noble menekankan data akhir deforestasi akan diperoleh dari sistem Prodes INPE, yang baru akan diungkapkan pada Oktober.
Tetapi data yang digunakan kajian IPAM "adalah salah satu yang terbaik di dunia" terkait dengan pengukuran kebakaran dan peringatan deforestasi, kata ahli iklim.
Editor: Nathania Riris Michico