Departemen Kehakiman AS-Boeing Rampungkan Kesepakatan soal Penyelidikan Jatuhnya Pesawat 737 Max
WASHINGTON, iNews.id - Boeing telah menyetujui untuk mengakui kesalahan atas dakwaan konspirasi penipuan seputar penyelidikan jatuhnya dua pesawat 737 Max di Indonesia dan Ethiopia. Pada awal bulan ini, Departemen Kehakiman AS dan Boeing membuat kesepakatan agar raksasa penerbangan itu mengakui kesalahan atas dakwaan tersebut.
Jaksa penuntut menuduh Boeing melanggar perjanjian terkait penundaan penuntutan dua kecelakaan tersebut. Kecelakaan pesawat Lion Air dan Ethiopian Airlines yang terjadi masing-masing pada 2018 dan 2019 itu menewaskan total 346 orang.
“Boeing dan Departemen Kehakiman mengajukan perjanjian pembelaan di pengadilan federal yang (masih) harus mendapat persetujuan pengadilan,” bunyi pernyataan Boeing, dikutip dari Al Jazeera, Kamis (25/7/2024).
Perusahaan juga berjanji akan bekerja sama secara transparan dengan regulator guna memperketat program keselamatan, kualitas, dan kepatuhan.
Berdasarkan kesepakatan dengan Departemen Kehakiman yang diajukan di pengadilan federal di Texas, Rabu (24/7/2024), Boeing akan membayar denda sebesar 243,6 juta dolar AS atau sekitar Rp4 triliun karena telah menyesatkan atau menipu regulator penerbangan terkait perangkat lunak atau software yang menjadi pemicu kecelakaan tersebut.
Boeing juga akan diminta untuk menginvestasikan 455 juta dolar AS untuk program keselamatan serta menunjuk lembaga pengawas independen sambil menjalani masa percobaan selama 3 tahun.
Kesepakatan antara Departemen Kehakiman dengan Boeing ini masih harus mendapat persetujuan dari Hakim Distrik AS, Reed O’Connor. Namun sebelumnya O'Connor memberi waktu 7 hari kepada pengacara keluarga korban untuk mengajukan keberatan terkait kesepakatan tersebut.
Keluarga korban kecelakaan jelas menentang kesepakatan tersebut dengan alasan Boeing pantas mendapat hukuman lebih berat. Selain itu para pimpinan perusahaan yang masih menjabat atau tidak harus dituntut secara pidana.
Departemen Kehakiman AS pada Mei lalu mengumumkan, produsen pesawat terbang tersebut melanggar perjanjian guna menghindari penuntutan lantaran gagal meningkatkan program kepatuhan dan etika. Dalam pengajuannya ke pengadilan, Departemen Kehakiman menyatakan Boeing melanggar perjanjian tersebut dengan menutup mata terhadap praktik kerja yang bisa menimbulkan risiko serta gagal memastikan pemantauan yang sesuai.
Editor: Anton Suhartono