Duh, Pernikahan Anak di Bawah Umur Negara Ini Meroket selama Pandemi
DHAKA, iNews.id - Pernikahan dini siswa-siswi sekolah marak terjadi di Bangladesh selama pandemi Covid-19. Saat sekolah kembali dibuka, ribuan siswa diketahui tak hadir karena telah menikah.
Salah satu siswi tersebut yakni Asma (bukan nama sebenarnya). Remaja 14 tahun asal distrik Rangpur utara itu menikah dengan pria yang dua kali lebih tua.
Ayahnya, Shirajul Islam (56) mengaku tidak punya uang lagi untuk menghidupi empat anggota keluarga. Pria yang berprofesi sebagai pedagang kecil itu lantas menikahkan kedua putrinya selama penguncian (lockdown).
Bangladesh menempati urutan keempat di dunia dalam pernikahan anak. UNICEF mencatat, negara ini merupakan rumah bagi 38 juta pengantin anak yang menikah sebelum umur 18. Sebanyak 13 juta di antaranya menikah di bawah umur 15 tahun.
Pejabat Pendidikan Distrik Kurigram, Md Shamsul Alam mengatakan, di wilayahnya, telah dilaporkan adanya 2.925 pernikahan anak selama penguncian. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.290 merupakan siswa sekolah agama yang disebut madrasah.
"Kurigram merupakan wilayah yang dilanda kemiskinan. Sebanyak 54 persen orang hidup dalam kemiskinan ekstrem. Tidak hanya perempuan, laki-laki juga menjadi korban pernikahan anak. Kemiskinan dan status struktur sosial yang buruk jadi penyebab situasi tersebut," katanya kepada Anadolu.
Sementara di distrik Bagerhat barat daya, pejabat setempat melaporkan adanya 3.200 pernikahan anak saat sekolah ditutup. Pemerintah mengaku tak bisa menghentikan praktik tersebut.
“Kami tidak bisa menghentikan pernikahan anak dengan paksa karena wali melakukannya secara diam-diam. Penduduk desa juga tak ada yang dijadikan saksi mata untuk mengambil tindakan hukum,” kata petugas pendidikan distrik, Md Kamruzzaman.
Distrik yang menjadi salah satu pusat wisata tersebut mengalami keterpurukan selama penguncian nasional. Banyak keluarga menjadi pengangguran dan lebih miskin.
Pejabat itu mengatakan, undang-undang yang melarang gadis yang sudah menikah menerima tunjangan pemerintah perlu ditinjau ulang. Ini mengingat gelombang pernikahan anak yang dilaporkan selama penguncian sangat tinggi.
Editor: Umaya Khusniah