Hasil Penelitian Para Pakar Ungkap Islamofobia Tersebar Luas di Jerman
BERLIN, iNews.id – Islamofobia dan sikap bermusuhan terhadap kaum Muslim tersebar luas di sebagian besar masyarakat Jerman. Bentuk perlakuannya pun sudah menjadi realitas sehari-hari di negara itu.
Hal itu terungkap lewat temuan yang diterbitkan oleh Panel Pakar Independen tentang Permusuhan terhadap Muslim (UEM) dalam laporan akhirnya bertajuk “Islamophobia – A German Balance Sheet” pada Kamis (29/6/2023). Menurut temuan itu, satu dari dua orang di Jerman setuju dengan pernyataan anti-Muslim.
UEM adalah dewan yang terdiri atas para ahli untuk meneliti tentang fenomena Islamofobia di Jerman. Dewan itu dibentuk menyusul tragedi serangan rasial di Hanau pada 2020 yang menewaskan 11 orang.
Dalam laporan setebal lebih dari 400 halaman itu, sembilan penulis menggambarkan masyarakat Jerman berdasarkan studi ilmiah, statistik kejahatan dari kepolisian, dan dokumentasi insiden anti-Muslim oleh berbagai lembaga.
Laman Deutsche Welle (DW) melansir, sejak 2017, kejahatan Islamofobia secara eksplisit dicatat terpisah dalam statistik kejahatan kepolisian di Jerman. Sejak itu, tercatat 700 hingga 1.000 kasus penghinaan, penghasutan dan ancaman, perusakan properti, serta melukai tubuh orang lain yang berbahaya.
Laporan tersebut selanjutnya menunjukkan, di seluruh masyarakat Jerman, kalangan non-Muslim secara umum menganggap Muslim kurang memiliki kemampuan untuk berintegrasi. Mereka juga melihat Muslim memiliki kecenderungan untuk secara sadar menjauhkan diri dan menghindari kontak dengan pemeluk agama lain.
Sementara perempuan Muslimah yang berjilbab melaporkan, mereka sering menjadi sasaran permusuhan publik. Selain itu, laki-laki Muslim sering kali dicurigai memiliki ketertarikan pada kekerasan, ekstremisme, dan nilai-nilai patriarkal.
Para peneliti UEM mengatakan, penyamaan antara kesalehan Muslim dengan fundamentalisme agama jelas sangat bermasalah. Bahkan di kalangan masyarakat Jerman kini ada semacam keinginan untuk mendorong pembatasan hak-hak dasar umat Islam di bidang kebebasan beragama dan menolak hak mereka atas partisipasi yang setara.
Studi ini juga melihat partai politik Jerman. Di Bundestag (Parlemen Jerman), Partai Alternatif untuk Jerman (AfD) yang berhaluan kanan keras dan populis, memiliki program anti-Muslim yang nyata. Sementara di blok oposisi terbesar—blok kanan-tengah Persatuan Demokrasi Kristen (CDU) dan Persatuan Sosial Kristen Bavaria (CSU) di tingkat regional—permusuhan laten terhadap Muslim dapat dilihat dalam pengakuan yang tidak konsisten terhadap Islam sebagai bagian dari bangsa atau budaya Jerman.
Adapun partai berkuasa Jerman, yaitu Partai Sosial Demokrat (SPD) yang berhaluan kiri-tengah, serta Partai Hijau, dan Partai Demokrat Bebas (FDP) yang berideologi neoliberal gagal memerangi rasialisme terlembaga secara konsisten.
Menteri Dalam Negeri Jerman, Nancy Faeser, menggambarkan temuan laporan itu sebagai pil pahit. Dia mengungkapkan, di antara sekitar 5,5 juta orang beragama Islam dan berbudaya Muslim yang hidup di Jerman, sebagian besar adalah warga negara Jerman.
“Kehidupan Muslim adalah bagian alami dari Jerman. Kami ingin semua orang dalam masyarakat kami yang beragam memiliki kesempatan dan hak yang sama,” kata Faeser.
Dalam laporannya itu, para ahli UEM memberikan banyak rekomendasi. Pertama, semua orang dan organisasi di Jerman mesti menunjukkan solidaritas. Mereka menyarankan penunjukan komisaris federal untuk memerangi permusuhan terhadap Muslim dan merekomendasikan agar dewan ahli permanen dibentuk untuk mengatasi masalah ini. Mereka juga mengatakan, harus ada lebih banyak investasi dalam membangun dan memperluas lembaga yang mencatat dan mendokumentasikan pengaduan.
Para ahli juga merekomendasikan agar Pemerintah Jerman mengembangkan strategi untuk mempromosikan partisipasi orang-orang dengan referensi identitas Muslim di semua lembaga negara. Selain itu, harus ada pelatihan lebih lanjut untuk para guru, pendidik dan polisi, serta untuk pegawai di lembaga peradilan, administrasi, media dan budaya.
Menurut rekomendasi, sekolah harus diminta untuk mengatasi masalah permusuhan terhadap umat Islam. Konferensi Menteri Kebudayaan mendesak para ahli untuk merevisi kurikulum dan buku teks lintas mata pelajaran untuk menghapus konten anti-Muslim.
UEM juga melihat adanya defisit tentang penerimaan terhadap kebudayaan Islam di bidang seni dan budaya. Analisis komprehensif terhadap penggambaran Islam dalam film-film berbahasa Jerman, misalnya, menunjukkan bahwa hampir 90 persen di antaranya menunjukkan bias negatif.
“Fokusnya adalah pada cerita tentang serangan teroris, radikalisasi, perang dan penindasan perempuan, mempersempit jangkauan sinematik tema Islam menjadi beberapa konflik dan topik krisis,” kata laporan itu.
Editor: Ahmad Islamy Jamil