MOSKOW, iNews.id – Rusia pada Jumat (8/9/2023) memanggil duta besar Armenia untuk menyampaikan protes atas sejumlah langkah Yerevan yang dianggap Moskow “tidak bersahabat”. Protes itu diajukan Rusia tatkala ketegangan antara Armenia dan Azerbaijan melonjak terkait wilayah sengketa Nagorno-Karabakh.
Dalam beberapa jam setelahnya, Kementerian Luar Negeri Armenia mengeluarkan pernyataan yang mengungkapkan kesediaannya untuk menyelesaikan perselisihan dengan Azerbaijan mengenai wilayah di Kaukasus Selatan tersebut. Nagorno-Karabakh memang menjadi titik fokus dari dua perang Baku-Yerevan dalam 30 tahun terakhir.
Biodata Andrew Cuomo, Calon Wali Kota New York City yang Didukung Trump tapi Kalah Lawan Mamdani
Akan tetapi, pernyataan yang dikeluarkan Kemlu Armenia tersebut tidak menjawab keluhan yang diajukan Rusia.
Sementara Kementerian Luar Negeri Azerbaijan, dalam serangkaian pernyataannya, mengatakan bahwa justru Armenia-lah yang menjadi ancaman terhadap stabilitas regional dengan bersekongkol dengan separatisme di Nagorno-Karabakh. Armenia dan Azerbaijan pada Kamis (7/9/2023) saling menuduh memindahkan pasukan ke dekat perbatasan dua negara.
Rudal Rusia Hantam Kampung Halaman Presiden Zelensky, 1 Polisi Tewas Puluhan Orang Luka-Luka
Reuters melansir, Rusia memberikan pernyataan keras kepada duta besar Armenia karena mengajukan permohonan ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Sementara seperti yang telah diketahui, ICC adalah lembaga yang telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin.
Tak hanya itu, Moskow juga tidak senang dengan persetujuan Armenia untuk menjadi tuan rumah latihan militer bersama dengan Amerika Serikat, di samping kunjungan kemanusiaan ke Ukraina oleh istri Perdana Menteri Nikol Panshinyan. Padahal, Armenia menjadi tuan rumah pangkalan militer Rusia dan hampir sepenuhnya bergantung pada Rusia untuk pasokan pertahanan.
PM Armenia Sebut Misi Penjaga Perdamaian Rusia di Karabakh Gagal, Begini Reaksi Kremlin
Dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pekan ini, Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan mengatakan, kebijakan negaranya yang selama ini hanya mengandalkan Rusia untuk menjamin keamanannya adalah kesalahan strategis. Dia mengatakan Moskow, yang terganggu oleh perangnya dengan Ukraina, tidak mampu mewujudkannya dan mengurangi perannya dalam mewujudkan perdamaian di Kaukasus Selatan.
Bentrok Lagi, Armenia Tuduh Azerbaijan Bunuh 2 Tentaranya di Nagorno-Karabakh
Karabakh, yang telah lama dikenal sebagai bagian dari Azerbaijan, sebagian besar dihuni oleh etnik Armenia. Pasukan Armenia merebut wilayah di sekitar Karabakh ketika Uni Soviet runtuh pada 1990-an. Akan tetapi, Azerbaijan merebut kembali wilayah tersebut dalam konflik enam minggu pada 2020 yang berakhir dengan gencatan senjata yang ditengahi Rusia. Perundingan antara Baku dan Yerevan sampai sejauh ini gagal mencapai perdamaian jangka panjang.
Armenia mengeluh bahwa pasukan penjaga perdamaian Rusia yang mengawasi gencatan senjata 2020 gagal mengakhiri blokade Azerbaijan di Nagorno-Karabakh. Yerevan juga secara terbuka mempertanyakan apakah mereka akan tetap berada di Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO), sebuah aliansi militer enam negara bekas Uni Soviet yang dipimpin Rusia.
Penasihat kebijakan luar negeri Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev mengatakan kepada Reuters bahwa negaranya siap mengizinkan bantuan Palang Merah dari Armenia ke Nagorno-Karabakh jika bantuan Bulan Sabit Merah dari Azerbaijan juga diizinkan masuk pada saat yang bersamaan.
Editor: Ahmad Islamy Jamil
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku